Fuck!

Lana membenarkan bawahan dress ketat super pendek yang ia kenakan ketika hendak berdiri.

Dengan senyuman penuh menggoda ia mengambil segelas sampanye yang ditawarkan seorang lelaki tampan di depannya, seorang miliarder yang sedang mengadakan kencan buta di bar langganannya dan mengundang seluruh orang secara percuma dan terbuka.

Siapa yang tak tertarik dengan acara seperti itu?

Sudah impian Lana sejak dulu untuk menikah dengan lelaki super kaya agar kehidupannya tidak susah seperti sekarang.

Tinggal di kosan yang murah dan sempit dengan beberapa teman dari kampung yang sama-sama mengadu nasib di kota besar, padahal orang tuanya hanya berjualan gorengan di kampung.

Dengan gaya yang seperti orang berada, Lana akan mencoba memikat siapapun dengan anugrah yang ia miliki, kecantikan wajah dan kemolekan tubuhnya. Seperti saat ini, Lana hanya mengenakan dress kekurangan bahan yang membentuk bodi indahnya dan menonjolkan seluruh lekuk tubuhnya. Tapi bukan berarti Lana wanita murahan yang dapat di sewa sesuka hati. Tidak, ia bukan tipe wanita bayaran ataupun pelacur. Ia akan tidur dengan siapapun yang ia sukai atas dasar suka sama suka.

Lana akan merasa puas ketika banyak pria hidung belang memandang Lana seolah-olah menginginkannya.

Ya, pria-pria kaya yang bodoh, yang isi kepalanya hanya memikirkan tentang selangkangan wanita saja.

Sebenarnya bukan pria macam itu yang Lana inginkan. Mereka tipe-tipe pria yang hanya menginginkan one night stand. Sedangkan Lana? Kini targetnya adalah pria kaya yang mau memperistrinya karena ia sudah merasa lelah hidup serba kekurangan. Tipe-tipe pria kaya yang polos dan bodoh yang mudah diperalat dan diperas uangnya oleh Lana, itu targetnya.

Seperti yang sejak tadi Lana perhatikan. Pria berkacamata dan berkemeja biru pudar yang terlihat gelisah di ujung sofa.

Untuk itulah Lana mendekat dengan segala pesonanya.

Pria itu, dari apa yang ia kenakan, seluruhnya adalah barang mahal. Lana tahu karena sebelumnya Lana sudah mempelajari mana pria kaya sungguhan dan mana pria yang hanya berpura-pura terlihat kaya, agar ia tidak mudah tertipu.

Ntah siapa namanya tapi pria itu membuat Lana penasaran. Sejak tadi ia hanya diam, dan sesekali membenarkan letak kacamatanya seperti tak nyaman berada di tengah keramaian.

Sayangnya, pria itu tak ikut menatap buas Lana seperti halnya pria yang lain. Ia hanya diam di sudut sembari memperhatikan teman-temannya.

Siapakah pria itu?

Pria yang nampak sangat polos dan membuat Lana gemas ingin menungganginya?

Lana tak malu untuk mendekat dan mengulurkan tangan.

"Hi, Lana," ucapnya memperkenalkan diri.

Dengan ragu dan nampak gugup pria itu memandang Lana, kemudian memandang teman-temannya, sebelum menyambut uluran tangan Lana.

"Natta," balasnya nampak malu-malu.

Oh, betapa lembutnya tangan Natta, membuat otak cerdas Lana menjadi kotor. Bagaimana jika telapak tangan itu bergerilya di tubuh Lana?

Shit! Hanya memikirkan telapak tangannya saja, Lana sudah menggila, berimajinasi macam-macam.

"Kau tak ingin bergabung dengan yang lain?" tanya Lana mencoba tenang dan memulai aksinya.

Nata hanya menggeleng.

Gadis itu memperhatikan wajah Natta yang tertutup kacamatanya. Dia tampan, sangat tampan. Kulitnya bersih dengan beberapa tahi lalat yang sangat menawan, terutama yang berukuran kecil diatas bibir merah tipisnya yang ingin sekali Lana lumat.

"Kau terlihat tak nyaman disini?" tanya Lana lagi tak putus asa.

"Ya, hmm ini pertama kali aku datang kesini," jawabnya ragu.

"Benarkah? Lalu kenapa kau datang? Apa seseorang mengundangmu? Atau kau ingin mencoba sesuatu yang baru yang belum pernah kau coba?" Lana menggigit bibirnya menggoda.

Tapi lelaki dihadapannya tidak terpengaruh sedikitpun, ia justru membuang pandangannya ke arah lain, membuat Lana sedikit kesal.

"Aku datang bersama teman," tukasnya pelan.

"Hm, begitu rupanya," Lana mengangguk-angguk. Ia menyilangkan kakinya, membuat roknya semakin meninggi menampilkan paha mulusnya yang memang sengaja ia pamerkan pada Natta.

Lana dapat melihat Natta meliriknya kemudian kembali mengalihkan pandangannya ke arah lain, membuat Lana tersenyum geli.

Cih, tipikal lelaki. Ternyata Natta sama dengan pria lainnya yang akan tergoda dengan sesuatu yang sexy.

Yah, tidak apa, Lana sangat menyukai itu, keuntungan Lana untuk menjerat pria polos ini.

"Kau mau minum?" tawar Lana melihat Natta hanya minum air mineral saja.

"Minum? Aku sudah minum sejak tadi," ucapnya membuat Lana terkekeh.

"Maksudku ini," Lana menunjuk satu botol bir sembari mengocoknya pelan yang kemudian ia tuang ke dalam gelas hingga soda bir tersebut tumpah hampir mengenai celana Natta.

Natta terkesiap, ia sedikit melebarkan pahanya menghindari cairan itu.

"Ops, maaf," ucap Lana sengaja. Ia semakin menggeser tubuhnya mendekati Natta, membuat pria itu semakin memojokkan diri ke sudut.

Natta terlihat sangat gugup dan Lana semakin menyukai ekspresinya.

Dengan menyodorkan gelas yang penuh dengan bir, Lana membuat Natta menegak seluruh isinya. Heran saja, pria itu menuruti apa yang Lana inginkan. Mungkin karena terlalu gugup, hingga ia tidak memikirkan apa yang akan terjadi jika dirinya mabuk.

Ya, Lana akan membuat Natta mabuk hingga memudahkan mereka untuk bersenang-senang.

"Mau lagi?" tanya Lana yang dijawab anggukan oleh Natta.

Sepertinya pria itu sudah ketagihan minuman beralkohol yang Lana berikan.

Natta terlihat beberapa kali menegak bir itu dengan sekali minum, hingga membuat Lana takjub, Natta benar-benar seperti seorang pro, padahal ia baru saja mencobanya.

"Apa minuman itu enak?"

Dengan malu-malu Natta menjawab pertanyaan Lana. "Rasanya tidak bisa dijelaskan, aku hanya merasa sangat panas jika kau berada di dekatku, hingga aku ingin mendinginkan tubuhku dengan minuman ini, tapi kenapa rasanya justru semakin panas?"

Lana tertawa. Sungguh, pria di dekatnya itu sangat polos dan lucu, membuatnya tak sabar ingin menelanjangi Natta di atas ranjang.

"Bagaimana jika kita mencari tempat yang dingin dan sejuk?" trik Lana mulai ia jalankan setelah melihat Natta yang mulai hilang kendali.

Sebutlah Lana licik, atau apapun itu. Ia akan melakukan segala cara untuk memperbaiki kehidupannya yang menyedihkan. Ia juga ingin dihormati sebagai nyonya di keluarga berada.

Bagai mendapat jakpot, Natta menyetujui usul Lana, membuat gadis itu tersenyum senang dan bersemangat.

Ia membantu Natta untuk berdiri, pria itu sudah tidak bisa menjaga keseimbangannya sehingga ia berjalan dengan sempoyongan. Lana merangkul punggungnya, untuk menuntun Natta berjalan keluar bar.

"Hati-hati, jangan ajari dia macam-macam, karna Natta adalah pria yang cerdas, ia gampang meniru dan belajar dengan cepat," pesan salah satu pria yang mungkin adalah teman Natta sembari tertawa, setelah melihat Lana memapah Natta.

Lana hanya tersenyum menanggapinya dan berkonsentrasi pada tubuh besar Natta yang cukup menguras tenaganya.

"Rumahmu dimana?" tanya Lana berpura-pura.

Natta tak menjawab seperti dugaannya.

"Bagaimana jika kita ke hotel?" tawar Lana nakal, yang masih tak mendapat jawaban dari Natta. "Jika kau tak menjawabnya, ku anggap setuju," ucapnya kemudian.

Ia meraba-raba kantung celana Natta dan juga bajunya. Disana Lana menemukan dompet dan kunci mobil sport yang Lana tahu harganya bisa mencapai harga puluhan rumah sederhana.

Feeling-nya sangat tepat. Natta adalah anak orang kaya. Lana semakin bersemangat. Dengan susah payah akhirnya ia dapat membawa Natta ke hotel yang biasa ia pakai untuk bercinta.

Natta terbaring diatas ranjang dengan napas tersengal-sengal. Tubuhnya berkeringat, membuat Lana melepaskan beberapa kancing atas kemejanya.

Holy shit! Natta sangat panas!

Gadis itu memilih untuk menunggu Natta tersadar karena ia tidak akan pernah mau bercinta dengan pria mabuk yang dalam keadaaan tak bisa mengenali dirinya sendiri, ia memberikan air mineral pada Natta yang lalu meminumnya dengan susah payah.

Beberapa jam berlalu hingga Natta sedikit mendapatkan kesadarannya. Ia memijat kepalanya yang berdenyut hebat.

Melihat itu dengan tiba-tiba Lana menyerangnya. Ia menjatuhkan tubuhnya tepat diatas tubuh Natta, membuat pria itu terkejut.

"Apa kau sudah merasa baik?"

Natta mengerutkan keningnya, menatap Lana heran.

Tanpa basa basi Lana melumat bibir merah Natta, yang sedari tadi ingin Lana lumat.

Rasanya manis, seperti madu.

Natta diam tak membalasnya, juga tak menolaknya.

Lana semakin berani, ia mulai meraba-raba tubuh Natta hingga area sensitifnya. Ia bahkan menggesek-gesekkan tubuhnya disana membuat Natta mengerang.

Benar bukan? Walau penampilannya seperti pria kurang pergaulan, Natta sama seperti pria normal lainnya.

Pria itu mulai membalas ciuman Lana. Mereka terhanyut dalam ciuman yang sangat panas, sebelum Natta menghentikan aktivitasnya untuk membalik Lana dan menindihnya.

"Maafkan aku, aku tidak bisa melakukan ini, aku tak pernah melakukannya, dan aku menghormati mu sebagai wanita, seharusnya kau melakukannya dengan suamimu nanti," ucap Natta dengan wajah teduh.

Mendengar itu membuat hati Lana menghangat, ia tidak pernah mendapatkan kata-kata yang baru saja Natta ucapkan dari pria manapun. Hal itu semakin membuat Lana menginginkan Natta. Bukan hanya malam ini, tapi juga seterusnya, sekaligus memantabkan Lana untuk membuat Natta menjadi suaminya.

"Tidak apa-apa, lakukan saja," ucap Lana tanpa ragu.

"Tapi ..."

Lana kembali melumat bibir Natta. Kali ini ia lebih agresif sembari terus meremas milik Natta yang ternyata sudah sangat menegang. Ia tak mau kehilangan kesempatan untuk menjadi orang kaya dan kehilangan barang berharga seperti Natta.

Sepertinya Natta sudah tak terkendali, ia membalas apapun perlakuan Lana hingga Lana semakin menginginkan Natta berada di dalamnya.

Dan seterusnya berjalan sebagaimana seharusnya orang bercinta. Mereka melakukan apapun yang mereka ingin lakukan hingga keduanya mencapai klimaks, bahkan Natta mengeluarkan benihnya di dalam, yang membuat Lana senang.

Diluar dugaan, kehebatan Natta di ranjang berbanding terbalik dengan penampilannya yang culun, membuat Lana kelelahan dan tertidur dipelukan Natta.

.

Sayup-sayup Lana dapat mendengar dentingan jam dinding dan hembusan halus dari air conditioner yang membuat kamarnya mendingin. Lana membuka matanya pelan dengan keadaan tubuh telanjang bulat di bawah hangatnya selimut.

Gadis itu mengucek matanya pelan kemudian menggeliat.

Ia mengumpulkan sisa-sisa kesadarannya dan memperhatikan sekitar.

Natta tidak ada di sebelahnya.

"Natta?" panggil Lana memastikan, barang kali Natta sedang berada di kamar mandi, walaupun ia tak mendengar suara air yang bergemericik.

"Natt?" panggilnya sekali lagi tapi tidak ada jawaban sama sekali.

Memutuskan untuk bangkit dari tempat tidur, Lana memakai selimut untuk menutupi tubuhnya yang masih kelelahan karena kegagahan Natta semalam.

Ia berjalan untuk menengok kamar mandi yang ternyata kosong.

Dimana Natta? Pikir Lana sembari mengerutkan keningnya kecewa. Ia kembali ke ranjang dan menemukan secarik kertas diatas meja.

Dengan cepat Lana membukanya, dan hanya menemukan tulisan 'SORRY'.

.

Beberapa bulan telah berlalu sejak pertemuannya dengan Natta. Pria itu menghilang setelah menidurinya dan mengatakan kata maaf. Beruntung, Lana tidak hamil karenanya.

Mungkin Natta hanya menjadi one night stand Lana, karena setelahnya ia tak pernah lagi berjumpa bahkan mendengar kabar Natta, tapi gadis itu sepertinya sudah terjerat pesona Natta.

Sungguh, hingga detik ini Lana belum bisa melupakan pria itu, ketampanan juga sentuhannya. Walaupun ia sudah mencari tahu tentang Natta dari teman-temannya, tapi hasilnya nihil.

Lana menyesap teh yang ia buat setelah pulang pagi-pagi buta. Semalam ia mabuk berat dan tidur dengan salah satu pria yang ia jumpai di kelab.

"Lana!" panggil Joice, satu dari teman kontrakannya yang datang dengan terburu-buru.

"Hm?" jawab Lana malas-malasan karena kepalanya masih berdenyut.

"Kau ingat pria yang kau ceritakan? Yang membuatmu tak bisa melupakannya?"

Seketika kesadaran Lana menjadi penuh, sakit kepalanya tiba-tiba hilang, matanya membulat ingin fokus mendengarkan Joice karena menyinggung tentang Natta.

"Ya, ada apa dengannya?" tanya Lana antusias. Ia benar-benar tak sabar.

"Ternyata dia adalah pewaris Milter grup, perusahaan tembakau yang terkenal itu!" seru Joice.

Lana membulatkan matanya. "Benarkah?"

Joice mengangguk-angguk mantap. "Aku saja tak menyangka, dia sangat berbeda."

Ternyata feeling Lana tepat, pria itu adalah anak konglomerat. Tetapi Lana pernah mendengar, bahwa pewaris Milter grup adalah seorang playboy. Lalu dimana dia sekarang?

"Lana?" panggil Joice ragu membuyarkan lamunan Lana.

"Ya?"

"Kau ..." Joice menggantung kalimatnya, ia memandang Lana dari bawah hingga atas. "... tidak tidur dengannya bukan?"

Lana mengernyitkan dahi. "Memangnya ada apa?"

Joice menyerahnya sebuah koran yang sedari tadi ia bawa pada Lana, yang memang membuat Lana penasaran.

"Buka halaman dua belas," ucapnya.

Lana segera mengikuti perintah Joice.

Di halaman itu terdapat satu poto pria tampan berukuran lumayan besar yang wajahnya selalu Lana rindukan. Tapi ada yang berbeda dengan poto tersebut, disana Natta tampak seperti pria flamboyan dengan penampilan bak model yang sangat berbeda jauh dengan penampilannya ketika bertemu Lana.

Perlahan tapi pasti Lana membaca artikel yang berada di bawah Poto tersebut.

"... tiduri ratusan wanita, diduga menderita kelainan seksual, dimana dia akan berpura-pura polos dan lugu untuk mengincar targetnya, masih belum jelas penyebabnya, karena dugaan lain ia mengidap gangguan disosiatif ..."

Lana tak meneruskan kalimat setelahnya, tangannya gemetar hebat, jantungnya berdetak makin kencang karena disitu tertulis judul dengan huruf besar yang tercetak sangat jelas.

"HENATTA MAC MILTER, PEWARIS TUNGGAL MILTER GROUP MENINGGAL DUNIA KARENA PENYAKIT HIV AIDS"

Lana membulatkan matanya.

"Fuck!"

End.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top