One: What's Wrong with Her?

Aku menyukai apa yang kau lakukan,
tapi kenapa harus cepat beralih?

Pemenangnya adalah Lee Eunsang.

Selamat, olimpiade kali ini dimenangkan oleh Lee Eunsang.

Lee Eunsang!

Hampir seluruh penjuru sekolah mengenal laki-laki bermarga Lee yang memiliki senyum manis itu. Bukan sekali dua kali memenangkan lomba dan olimpiade, melainkan sudah sering dalam satu tahun belakangan ini. Tidak heran kalau ia banyak dikenal oleh guru dan murid-murid lain.

Lee Eunsang juga punya pesona tersendiri. Selain pintar, ia berwajah tampan. Ia punya tahi lalat di dagu bagian kanan yang membuatnya punya ciri khas. Senyumnya mampu membuat siapa pun yang melihatnya ikut tersenyum.

Kehidupannya nyaris sempurna, ditambah lagi karena ada dua sahabat yang selalu setia dan baik dengannya. Mereka adalah Junho dan Dongpyo.

Eunsang memang cukup populer di kalangan sekolah. Namun, orang populer bukan berarti memiliki banyak teman. Tipe orang pendiam sepertinya tentu hanya berteman dengan mereka yang sudah lama mengenalnya. Bukan tidak mau mendekatkan diri dengan yang lain, tapi ia hanya malu untuk memulai pembicaraan. Makanya, jangan heran kalau Eunsang tidak pernah terlihat bersama murid lain kecuali Dongpyo dan Junho. Dan lagi, memang hanya mereka berdua yang selalu bisa membuatnya merasa nyaman.

"Dongpyo-ya!" panggil Junho sambil terus berlari mengikuti ke mana arah kaki Dongpyo melangkah. "Mau kau bawa ke mana? Kembalikan!"

Laki-laki yang berlari beberapa langkah lebih depan itu hanya tertawa. Raut wajahnya meledek. "Sebentar, aku ingin lihat. Kau punya bakat juga ternyata."

"Ih," ucap Junho sembari memanyunkan bibirnya. Ia sudah berhasil meraih buku ukuran sedang dari tangan Dongpyo dan kini benda itu berpindah ke pelukannya. "Jangan main diambil begitu saja, aku malu."

"Kau tidak seru. Kalau punya bakat itu harus ditunjukkan, huh." Dongpyo memutar bola matanya kemudian menarik kursi yang ada di dekatnya. Membawanya dekat ke arah seseorang yang sejak tadi tidak berkutik.

Sengaja, Dongpyo meniup kertas buku yang ada di atas meja. Anak itu memang tidak bisa diam dan selalu mencari target. Kali ini adalah Eunsang, seseorang yang susah dipisahkan dari buku-buku.

Sekali dua kali, tidak ada efeknya. Namun, akhirnya Eunsang menyerah juga. Ia berdecak sembari menggelengkan kepala.

"Ya! Kau kenapa menggangguku?" keluh Eunsang. "Aku harus baca semua ini."

Dongpyo duduk di kursi dekat laki-laki itu, diikuti pula dengan Junho. Ia memangku dagu dan memandangi Eunsang dengan bukunya secara bergantian.

"Aku bingung denganmu. Apa tidak pernah sekali saja merasa bosan?" Dongpyo mengetuk-ngetuk halaman depan benda di depan Eunsang itu. "Aku sudah bisa tidur dengan benda setebal itu."

"Benar, aku juga," timpal Junho yang masih fokus dengan buku lukisnya.

"Kau, 'kan, pintar. Semua perlombaan pasti bisa kau menangkan. Apa lagi yang kau kejar?" tanya Dongpyo heran.

"Yah, kau tahu sendiri kalau Eunsang tidak pernah puas." Junho melirik laki-laki yang sedang menjadi topik pembicaraan mereka kemudian beralih ke Dongpyo, menaikkan alisnya.

Eunsang menghela napas. "Beasiswa. Apa yang kudapatkan di lomba pun belum ada apa-apanya. Aku masih harus bekerja keras untuk mendapatkan beasiswa kuliah nanti."

Dongpyo beranjak kemudian merangkul bahu Eunsang. "Coba, coba. Bagaimana kalau kita menghibur diri sejenak. Hmm ... tempat mana yang kira-kira cocok, ya?"

Junho ikut-ikutan Dongpyo, berusaha memikirkan ke mana mereka harus pergi.

"Ah!" Senyum Junho melebar. "Kita keliling taman saja dengan sepeda. Nanti kita jajan makanan di sekitar sana."

"Mendengar kata makanan, aku jadi semangat," balas Dongpyo sambil berlagak mengelus perut. "Bagaimana menurutmu, jagoan kelas?"

Eunsang menyikut Dongpyo asal. "Jangan panggil aku seperti itu."

Lelaki itu terdiam sejenak sebelum akhirnya menyetujui ide dua sahabatnya. Mereka benar, sepertinya Eunsang juga sedang merasa bosan dan butuh hiburan. Menenangkan diri.

Setiap hari, ia tidak terlepas dari buku-buku pelajaran. Kehidupannya hanya terpaku di sana, tanpa bisa menikmati bagaimana kehidupan di luar. Ia juga manusia biasa yang bisa merasa jenuh, tapi terpaksa tidak boleh mengeluh.

"Kurasa kalian lebih mengenalku daripada diriku sendiri," ujar Eunsang sembari terkekeh kemudian melihat Dongpyo dan Junho secara bergantian.

Junho ikut merangkul Eunsang. "Memang begitu gunanya sahabat, bukan?"

"Asyik! Kita main! Kalau begitu selesai sekolah nanti langsung saja sebelum pulang ke rumah," ucap Dongpyo antusias.

⛅⛅

Cuaca musim gugur memang yang terbaik untuk bersepeda. Udaranya cukup hangat, ditambah lagi daun-daun berwarna oranye mempercantik pemandangan.

Tiga orang tengah menghabiskan waktunya mengayuh sepeda di sekeliling taman. Tidak begitu banyak orang yang ada di sana. Makanya suasana jadi lebih cocok lagi untuk menenangkan diri.

Eunsang menghentikan kayuhan sepedanya. Karena ia berada di barisan paling depan, otomatis kedua sahabatnya ikut berhenti. Netranya menyapu seluruh sudut di taman.

"Ayo kita istirahat di ...." Eunsang mencari-cari tempat terbaik untuk mereka bersantai. "Sana saja, yuk!"

Pilihannya jatuh pada spot di dekat pohon rindang. Ada satu bangku kayu berukuran panjang di sana yang rasanya cukup untuk mereka bertiga. Junho dan Dongpyo pun mengiakan ajakan Eunsang.

"Kalau begitu, kalian berdua ke sana dan aku akan membeli camilan yang enak," pamit Dongpyo yang langsung melaju tanpa menunggu jawaban dari Eunsang dan Junho.

"Junho, ayo!" ajak Eunsang sembari menolehkan kepala, tapi Junho tidak lagi ada di belakangnya. Anak itu sudah sedikit lebih jauh. Bergerak ke arah berbeda dengan tempat yang mereka tuju.

"Ya! Junho, ya! Kau mau ke mana?" teriak Eunsang. Sedikit banyak, ia sudah hafal dengan kebiasaan laki-laki bermarga Cha itu. "Kebiasaan. Suka diam-diam pergi saja."

Ada sesuatu yang menarik perhatian Junho. Itu pasti, tapi Eunsang tidak tahu apa dan terpaksa cepat-cepat mengikuti sahabatnya. Masalah Dongpyo yang mungkin akan bingung mencari mereka, biar nanti saja, ketimbang membiarkan Junho pergi sendirian entah ke mana.

Samar-samar dari jauh, lelaki itu melihat Junho menghentikan sepedanya. Ada seorang perempuan dengam rambut pendek sebahu ada di sampingnya. Namun, Junho tidak terlihat sedang berbicara apa-apa dengannya. Hanya mengamati sebuah benda berbentuk persegi panjang yang ada di hadapannya.

Karena penasaran, Eunsang akhirnya menghampiri mereka. Ia memarkirkan sepedanya di sisi jalan kecil hingga akhirnya sampai di dekat perempuan itu, tepatnya di belakangnya. Sebuah lukisan. Tidak heran jika itu mencuri perhatian lelaki pecinta lukisan seperti Junho.

"Junho, kalau kau mau pergi, setidaknya kau bisa memberitahuku dulu," ujar Eunsang yang membuat Junho refleks menoleh.

Tidak hanya itu, seseorang yang sejak tadi sedang asyik menggoreskan kuas di kanvas putih juga ikut tersentak dan membalikkan tubuh. Namun, memang nasib baik tidak bersama Eunsang. Pertemuannya dengan gadis itu disambut dengan tumpahnya cat air ke kemeja sekolah Eunsang.

Sepertinya gadis itu juga tidak sadar jika Junho ada di sana untuk memperhatikannya. Makanya ia terlihat begitu kaget ketika tahu ada dua laki-laki yang tidak dikenalnya mendekat.

"Ah, maaf. Aku tidak sengaja. Aduh, bagaimana ini?" ucap gadis itu panik. Gerak-geriknya berantakan lantaran bingung aapa yang harus diperbuatnya.

"Wah, Eunsang, seharusnya kau jangan berdiri di sana. Pakaian itu masih harus dipakai lagi besok. Bagaimana kau pergi ke sekolah tanpa seragam?" Dalam kasus ini, Junho pun justru membuat gadis di dekatnya semakin menggigit bibir bawahnya cemas.

Sementara itu, Eunsang sedikit menarik bagian bawah bajunya untuk melihat noda cat. Sesudahnya ia hanya menghela napas kemudian tersenyum tipis.

"Tidak apa-apa, ini bukan masalah besar. Kau tidak perlu khawatir," kata Eunsang pada perempuan itu. "Lukisanmu bagus, ngomong-ngomong."

Usai mendengar kalimat yang diucapkan Eunsang, perempuan itu merasa sedikit lega. Ia dengan segera merapikan alat-alat lukis dan menenteng kanvas putih miliknya. Benar-benar terlihat sedang terburu-buru.

"Kalau begitu, aku boleh pergi?" tanyanya, tapi dengan kepala menunduk.

Setelah dipikir-pikir, Eunsang juga sadar mengapa gadis itu hanya tertunduk sejak tadi padahal ia sedang berbicara dengan lawan bicaranya. Bahkan sampai ia mau pergi pun tidak ada sekali saja beradu pandang.

Junho mengangguk. "Oh, iya, kau boleh pergi. Tapi sahabatku ini benar, lukisanmu bagus dan aku menyukainya."

Masih dengan tertunduk, gadis itu menjawab, "Terima kasih."

Ia melangkah pergi, tapi masih sempat mendengar obrolan dua laki-laki yang secara tiba-tiba muncul di hadapannya. Seseorang masih saja mempermasalahkan bagaimana bisa pergi ke sekolah dengan seragam kotor seperti itu, sementara yang satunya hanya membalas dengan tenang. Masih sama seperti tadi.

Gadis itu pun berhenti melangkah. "Sebaiknya kau segera pulang dan cuci seragammu. Kalau tidak, bisa semakin susah jika nodanya sudah mengering terlalu lama."

Usai mengucapkannya, gadis itu kembali berlari tanpa perlu mendengar balasan. Sementara, Eunsang dan Junho saling berpandangan kemudian memperhatikan punggung gadis itu yang semakin jauh.

"Ya sudah, ayo kita kembali. Dongpyo mungkin sudah menunggu kita," ajak Junho sembari berjalan menuju sepedanya.

Pandangan Eunsang masih belum terusik dari sana dan hanya menjawab omongan Junho asal. "Iya, kita kembali."

Aku rasa ada yang janggal dengan perempuan itu. Sama sekali tidak mau menatap lawan bicaranya dan terlihat ketakutan dengan orang. Ada apa, ya?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top