39 : Sorry
Mobil yang aku kendarai berhenti di halaman parkir gedung apartemen Ansel. Tanpa basa-basi, aku segera masuk ke dalamnya dan berjalan menuju ke apartemen Ansel. Aku sangat tergesa-gesa, bahkan hampir menabrak beberapa orang yang berpapasan denganku. Sampai akhirnya, aku menghentikan langkah kakiku di depan pintu apartemen Ansel.
Aku menarik nafas dan mulai mengetuk pintu apartemen. Tak ada balasan dari dalam sana. Aku kembali mengetuk selama beberapa kali namun, tak kunjung ada balasan. Hingga akhirnya, aku mencoba menghubungi nomor ponsel Ansel namun, tak pula ada balasan.
Aku mulai kehabisan kesabaran dan akhirnya, aku memutuskan untuk pulang ke rumah dan menghubungi Ansel nanti. Lagipula, aku meninggalkan Harry tadi, di saat dia tengah bicara sesuatu yang sangat penting. Dia berkata jika dia masih mencintaiku dan aku menangkap keseriusan di nada bicaranya. Aku tak tahu sikap apa yang harus aku ambil.
Haruskah aku mencoba menerima Ansel dalam hidupku dan mulai melupakan sosok Harry? Atau haruskah aku memulai kehidupan baruku bersama Harry? Aku masih sangat mencintai pria berambut curly itu walaupun, sejujurnya, aku juga mempunyai rasa pada Ansel. Tapi, rasaku pada Ansel sangat sedikit. Tak sebanding dengan rasaku kepada Harry.
Baiklah. Sepertinya, aku harus menjauh dari kedua pria itu untuk sementara. Aku tak bisa memilih keduanya, kan? Aku harus memantapkan pilihanku, pada satu orang.
Ya, hanya satu orang.
*****
"Aku lebih menyukai Ansel daripada Harry," Karlie berkomentar setelah mendengar cerita panjangku tentang aku, Harry dan Ansel. Aku memutuskan untuk meminta saran dari sahabat-sahabatku, yang jauh lebih berpengalaman dalam hal percintaan, yaitu: Karlie dan Sarah. Sebenarnya, Lily juga cukup berpengalaman tapi, dia tengah melakukan pemotretan di Asia.
"Karl, tentu saja Harry jauh lebih menarik daripada Ansel! Lihat rambut curly-nya! Lihat lesung di pipinya! Dia sangat wow." Kali ini, Sarah mengeluarkan komentar yang jauh berbeda dengan Karlie.
Aku hanya memperhatikan Karlie dan Sarah saat keduanya saling melemparkan tatapan menyeramkan ke satu sama lain. Yang satu berada di kubu Ansel dan yang satunya berada di kubu Harry. Sepertinya, aku salah mengajak sahabat yang dapat kumintai saran.
"Bisakah kalian berhenti bersikap seakan-akan kalian adalah musuh? Okay, baik. Karl, karena kau bilang jika kau lebih menyukai Ansel daripada Harry, apa yang membuatmu berpikir demikian?" aku mulai menginterogasi satu per satu. Pertama adalah Karlie. Karlie nampak diam, berpikir.
"Ansel bukan playboy yang senang bergonta-ganti pasangan. Ansel memperlakukanmu dengan sangat baik dan aku jamin, semua gadis pasti ingin bersama pria sepertinya. Dia pria idaman dan kau sangat beruntung mendapatkannya, Taylor." Aku menganggukkan kepala setuju. Aku memang sangat beruntung mendapatkan pria seperti Ansel. Dia benar-benar baik dan aku tak tahu apakah ada pria yang jauh lebih baik daripadanya.
Aku mulai beralih menatap Sarah yang mulai memasang wajah mengejek. "Karl, Ansel memutuskan hubungannya dengan Taylor begitu saja. Ansel bahkan tak mengangkat panggilan dari Taylor. Dia pengecut. Jika dia mencintai Taylor, dia pasti akan memperjuangkan Taylor, bukan merelakan Taylor pergi begitu saja."
Aku cukup terkesan dengan ucapan Sarah. Sarah benar. Jika Ansel mencintaiku, kenapa dia sangat mudah untuk melepasku? Caranya memutuskan hubungan denganku juga menurutku...terlalu dramatis. Dia tahu jika aku masih mencintai Harry dan dia merelakan aku dengan Harry, tanpa pernah mencoba untuk memperjuangkanku.
"Harry juga pengecut, Sarah! Jika dia mencintai Taylor, dia pasti akan sabar menunggu Taylor tanpa melirik gadis yang lain." Karlie membalas ucapan Sarah.
Aku terdiam. Tidak, Harry bilang padaku tentang dia dan Kendall. Tentang hubungan mereka yang sebenarnya hanya didasari oleh kepentingan band Harry. Harry dan Kendall hanya dekat untuk membantu menaikkan omset penjualan album One Direction. Caranya memang sangat buruk tapi, banyak penyanyi atau band yang menggunakan cara itu. Aku tak bisa sepenuhnya menyalahkan Harry atas hal ini. Dia hanya menurut, untuk kepentingan band-nya.
"Karlie Kloss, Harry Styles itu benar-benar mencintai Taylor. Kau bisa melihat caranya menatap Taylor saat mereka bertemu. Harry menatap Taylor seakan-akan Taylor adalah satu-satunya warna yang dapat dia lihat. Yang lain hanyalah hitam dan putih." Sarah kembali mendebat Karlie.
Karlie memutar bola matanya. "Terserah, lah, Sarah. Aku menghargai semua keputusan Taylor. Jadi, aku tak akan mendebatmu karena aku tahu, aku akan kalah. Aku tak begitu mengenal Ansel sebagaimana kau mengenal Harry." Karlie memutuskan untuk menyerah dan membuat Sarah tersenyum lebar.
Aku beralih menatap Sarah dan mulai mengajukan debatan lain. "Harry jauh lebih muda daripadaku."
"Brad Pitt juga lebih muda daripada Angelina Jolie, setahuku," Sarah menjawab dengan santai. Karlie terkekeh. Sarah memang sangat pandai dalam berdebat dan dia ada di sisi Harry.
"Fans-nya membenciku." Aku kembali berkata.
"Tapi, Harry mencintaimu. Itulah faktanya." Aku cukup terkesan dengan ucapan Sarah yang sangat cerdik dan tangkas atas debatanku.
"Kau tidak mengenalnya secara dekat."
"Jika aku mengenalnya secara dekat, aku-lah yang akan mengencani dia, Taylor." Jawaban Sarah kali ini membuat Karlie tertawa terbahak-bahak. Aku memutar bola mataku.
"Jadi, apa yang harus kulakukan?" tanyaku meminta kesimpulan dari pembicaraan ini.
Karlie menatapku malas-malasan. "Baiklah jadi, sepertinya kau harus menyelesaikan urusanmu terlebih dahulu dengan Ansel, baru kemudian datang kepada Harry." Dia menyimpulkan. Aku menganggukkan kepala mengerti.
"Apa yang akan kukatakan pada Ansel?"
"Katakan padanya jika kau lebih nyaman bersahabat. Intinya, cobalah untuk tetap berhubungan baik. Jangan sampai hubunganmu dan Ansel, setelah semuanya berakhir, sama seperti hubunganmu dan Joe. Kau bahkan tak berani menatap Joe secara langsung, padahal jelas-jelas dia berusaha memperbaiki semuanya denganmu." kali ini, Sarah yang menjawab. Aku terkekeh.
"Baiklah. Aku akan menemui Ansel nanti."
****
Aku kembali ke rumah tepat saat makan malam. Hal pertama yang aku cari saat aku sampai di rumah adalah Styles'. Gemma dan tentu saja Harry. Aku tak melihat mereka. Gemma bilang, dia masih ingin menginap di rumahku malam ini. Tapi, aku tak melihat tanda-tanda keberadaannya.
"Mom, mana Gemma?" Aku bertanya kepada Mom yang tengah menyiapkan makan malam di meja makan. Mom menatapku sekilas dan kembali melakukan pekerjaannya.
"Gemma pulang, bersama Harry."
Aku menganggukkan kepala. "Apa dia jadi menginap hari ini?" tanyaku lagi.
Mom menghela nafas dan kali ini, dia menatapku. "Bukankah sudah kubilang? Gemma pulang, bersama Harry. Bukan pulang ke apartemen mereka tapi, pulang ke London." Ucapan Mom jelas membuatku terkejut.
"Pulang ke London? Kenapa dia tak memberitahuku sama sekali?"
Mom mengedikkan bahunya. "Aku juga tak mengerti. Gemma masih ingin bertahan di sini tapi, Harry memaksanya untuk pulang ke London. Harry terlihat...buruk. Aku tak mengerti apa yang terjadi dengannya."
Hatiku mencelos. Aku berjalan cepat menaiki tangga, menuju ke kamarku. Sesampainya di kamar, aku melepaskan high heels yang aku kenakan dan mulai meraih ponselku, mencari kontak nama Harry di sana. Setelah menemukannya, aku berusaha menghubunginya tapi, dia tak mengangkat panggilan dariku. Aku mengulang beberapa kali dan hasilnya masih nihil.
Akhirnya, aku menyerah dan memutuskan untuk mengirimkan sebuah pesan kepada Harry. Aku tahu, dia pasti marah padaku karena aku pergi begitu saja tadi, mengusirnya. Aku tahu aku keterlaluan dan tak memperhatikan perasaannya. Aku benar-benar menyesal.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top