38 : Leave

"Aku tak suka melihatmu menangis."

Sesaat kemudian, seseorang menarikku mendekat dan menyandarkan kepalaku di bahunya. Aku memejamkan mata, menghirup aroma tubuh orang ini yang sudah sangat aku rindukan. Aku terus menangis, tak henti sebelum akhirnya tersadar jika aku tak bisa seperti ini dengannya. Aku segera mengangkat kepalaku dari bahunya dan menghapus air mataku.

"Kenapa kau di sini?" tanyaku.

"Karena aku memang selalu di sini." Dia menjawab seraya menatapku lekat.

"Kau tak seharusnya berada di sini. Seharusnya kau berada di rumah Kendall, membelikannya bunga dan merencanakan makan malam romantis dengannya." kataku seraya tersenyum sedih. Seandainya dia memperlakukanku seperti itu.

"Kau mau aku melakukan itu?" tanyanya.

"Ya. Kau harus memperlakukan gadis yang kau cintai dengan baik, Harry. Jangan tinggalkan dia, jangan lepaskan dia. Kau harus membuatnya seperti seorang putri. Kau harus membahagiakan dia, seakan-akan kau tak akan bisa melihatnya lagi besok." Ujarku. Harry menarik nafas dan mengalihkan pandangannya dariku, lurus ke depan.

"Itu yang sedang aku coba lakukan padanya." Harry berujar lemah-lembut dan entah kenapa, dia terdengar menyakitkan untukku. Dia memperlakukan Kendall dengan sangat baik.

"Tapi, dia membenciku sekarang." Harry kembali berujar, seraya menundukka kepala dan tersenyum sedih. Dia terlihat sangat murung. Apa yang terjadi dengannya dengan Kendall?

"Dia menjauhiku, seakan-akan aku adalah sesuatu yang paling mengerikan di dunia." Harry menambahkan. Aku semakin penasaran dengan apa yang terjadi dengan Kendall dan dia. Sebegitu fatalkah kesalahan Harry sehingga gadis itu memperlakukannya seperti itu?

"Dan kau tahu? Sangat menyakitkan melihat gadis yang kau cintai bermesraan dengan pria lain yang menggantikan posisimu di hatinya." Aku masih tak bisa berkata apapun. Aku bingung. Kendall berselingkuh? Tapi, kenapa dia membenci Harry? Apa alasan logisnya?

"Harry, aku sangat menyesal atas semua yang terjadi antara...." ucapanku terpotong dengan cepat oleh Harry yang menatapku dalam.

"Kau dan aku. Kita."

Aku tercekat. "A-apa?"

Harry memejamkan matanya selama beberapa detik sebelum kembali menatapku lekat. "Tay, aku sangat menyesal atas apa yang terjadi antara kau dan aku, kita. Aku tak tahu bagaimana caranya menjelaskan semuanya padamu. Kau bahkan terus menghindariku selama beberapa bulan belakangan. Kau pergi tour dan aku tak bisa menghubungimu. Kau membuatku sulit tidur, memikirkan apakah kau membenciku atau tidak. Kau membuatku kehilangan akal sehatku."

"Harry, dengar, aku tak membencimu. Aku tak pernah benar-benar membencimu. Aku hanya...butuh waktu sendiri untuk merenung." Aku menjelaskan.

"Waktu sendiri? Selama hampir satu tahun dan saat kau kembali, yang dapat aku lihat adalah kau bersama pacar barumu. Apa kau yakin itu adalah hasil dari renunganmu?" Harry bertanya sarkastik.

Aku menghela nafas. "Ansel datang di saat aku benar-benar membutuhkan seseorang yang dapat membantuku ke luar dari kenyataan jika orang yang aku pikirkan selama ini sudah mempunyai orang lain yang menggantikan tempatku di sisinya." Aku tak kalah berujar sarkastik.

"Aku tak mempunyai hubungan apapun dengan Kendall, Tay! Aku dan Kendall hanya ke luar karena itu adalah salah satu cara yang diusulkan oleh manajemenku untuk mempromosikan album terbaruku." Aku membulatkan mataku dan dia menghela nafas.

"Apa? Kenapa kau mau? Kenapa manajemenmu sangat bodoh? Jika album barumu bagus, semua orang pasti akan membelinya tanpa adanya rencana bodoh seperti ini! Kau mempermainkan perasaan gadis itu!" Harry menganggukkan kepala, menyetujui ucapanku.

"Aku tahu itu tapi, apa boleh buat? Aku tak bisa menolak, Tay. Mereka mengancamku dan kau tahu sendiri jika aku tak bisa berjauhan dengan keempat pria bodoh yang sudah aku anggap sebagai saudaraku sendiri. Aku tak mau kehilangan mereka, seperti aku kehilanganmu." Harry kembali menundukkan kepala. Aku menarik nafas dan ikut menundukkan kepala.

"Jadi, kau juga mempergunakanku untuk mempromosikan albummu saat itu?"

"Awalnya, mungkin iya. Manajemen terdengar sangat senang saat aku memberitahu mereka tentang perjodohan bodoh yang dilakukan oleh orangtua kau dan aku. Mereka memintaku untuk mendekatimu dan pergi ke publik, menunjukkan jika kau dan aku tengah bersama. Hal itu berhasil." Aku tak tahu apa yang harus aku katakan. Harry sepertinya berkata yang sebenarnya. Dia hanya menjadikanku aku sebagai alat promosinya.

"Tapi, setelah dekat denganmu selama beberapa hari, aku tak bisa menolak semuanya, Tay. Kau seorang gadis yang penuh pesona dan aku tak bisa mengelaknya. Kau membuatku jatuh cinta padamu dan saat aku menyatakan semua rasaku kepadaku, semua itu benar, Tay. Aku tak pernah berbohong akan perasaanku padamu. Semuanya jujur. Persetan dengan perkataan manajemen yang memintaku menjadikanmu alat promosiku. Aku mencintaimu dan itu yang sebenarnya." ucapan Harry membuatku kembali terdiam. Dia berkata yang sebenarnya.

"Sampai sekarang aku juga masih mencintaimu. Tapi, aku mengerti jika kau sudah tak mencintaiku lagi. Kau mempunyai Ansel yang aku yakin mempelakukanmu dengan sangat baik walaupun, aku tak tahu apa yang baru saja dia lakukan dan meninggalkanmu menangis seorang diri di sini." Harry menarik nafas dan menghembuskannya secara perlahan sebelum menatapku dalam.

Aku memejamkan mataku dan berkata, "aku masih butuh waktu sendiri, Harry. Lebih baik kau pergi. Kau membuatku lebih sulit untuk berpikir jernih tentang apa yang baru saja terjadi!" Aku membuka mataku dan Harry tampak menatapku tanpa ekspresi apapun. Aku menarik nafas dan menghelanya perlahan sebelum bangkit berdiri.

"Aku harus...aku harus menyelesaikan urusanku dengan Ansel."

Setelah itu, aku berjalan menjauhi Harry, masuk kembali ke dalam kamarku. Sesampainya di kamar, aku mengganti pakaian dan segera meraih kunci mobil. Aku berjalan cepat ke luar dari kamar setelah memastikan jika penampilanku tidak buruk. Di tangga, aku berpapasan dengan Mom namun, belum sempat dia mengajukan pertanyaan, aku sudah mengecup pipinya dan berkata, "aku akan kembali secepatnya, Mom."

Kemudian, aku berjalan menuju ke garasi mobilku. Aku meminta Tom mengeluarkan salah satu mobil yang tak pernah kubiarkan orang lain mengemudikannya. Aku mengemudikan mobil itu menuju ke apartemen Ansel. Aku harus bicara dengan pria itu. Aku harus benar-benar bicara dengannya.

****

"Harry!"

Gemma memanggil Harry yang sedari tadi menarik tangannya untuk kembali masuk ke dalam mobil, meninggalkan kediaman Swift. Padahal, Gemma sedang membuat sebuah kue dengan Andrea.

"Berhenti menyeretku ke luar!"

Gemma menyentakkan tangan Harry yang mencengkram tangannya. Harry akhirnya menuruti kemauan Gemma. Harry menatap Gemma dengan tatapan yang tak pernah dibayangkan Gemma. Tatapannya sangat tajam, seperti harimau yang hendak mencengkram mangsanya.

"Kita akan kembali ke London." Harry berujar dingin. 

Gemma membulatkan matanya. "Apa? Kembali ke London? Kau gila? Bukankah kita sudah berkata pada Mom dan Dad untuk menghabiskan beberapa hari di Los Angeles? Aku tak mau pergi! Jika kau mau pergi, pergi saja sendiri!"

"Kau tak punya pilihan lain selain ikut denganku, Gems." Harry masih berujar dingin. 

Gemma menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kau gila, Harry. Kau tak waras. Sebenarnya, apa yang terjadi?!"

Harry diam sejenak dan mulai menarik nafas. Harry menghembuskan nafas perlahan, mencoba untuk tak melampiaskan kemarahannya pada Gemma karena Gemma tak punya salah apapun.

"Aku akan menjual apartemenku di Los Angeles dan aku tak akan kembali lagi ke sini."

Ucapan Harry membuat Gemma membulatkan matanya, tak percaya. Gemma kembali menggelengkan kepalanya. "Kau pasti...bercanda, kan?"

Kini, giliran Harry yang membalas Gemma dengan gelengan kepala. "Aku serius, Gems. Aku akan menjual apartemenku di sini dan kita akan hidup kembali di London. Kita akan kembali ke sini, jika One Direction mempunyai pekerjaan di sini. Kau mengerti?" Gemma masih menatap Harry tak percaya.

Belum sempat Gemma bertanya lagi, Harry tersenyum sedih kepadanya.

"Tak ada alasan yang dapat membuatku bertahan di Los Angeles lagi, Gemma."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top