34 : New Relationship

Satu bulan kemudian...

Hidupku berlangsung sangat cepat. Aku bahkan tak sadar jika ini sudah satu bulan berlalu sejak pertemuan terakhirku dengan Harry, di pesta Ed. Setelah itu, aku tak mendapat sedikitpun kabar tentang pria itu, selain dia tengah bersama bandnya, mengadakan tour dunia.

Selama satu bulan belakangan, aku semakin dekat dengan Ansel. Dia seringkali mengajakku ke luar, makan siang, makan malam dan menghabiskan banyak waktu bersamanya. Aku senang menghabiskan waktu bersama Ansel. Dia seorang pria yang membuatku sangat nyaman berada di dekatnya tapi, terkadang, segala sesuatu yang dia lakukan mengingatkanku pada Harry.

Aku tahu ini salah. Aku dan Harry sudah benar-benar berakhir sejak hampir satu tahun lalu dan seharusnya aku melupakan pria itu, bukan terus mengingatnya saat aku tengah bersama pria lain. Harry tak pernah bisa lepas dari ingatanku. Aku merindukan pria itu. Aku menghindarinya dan yang dia lakukan adalah menghindariku juga. Aku menjauh dan dia juga menjauh.

Jarak tak pernah menyatukan aku dan Harry. Mungkin selamanya kami akan tetap seperti ini. Bertingkah seakan-akan kami tak saling mengenal satu sama lain.

Malam ini, Ansel mengajakku makan malam di sebuah restoran Jepang. Ansel menjemputku pukul tujuh malam dan dia tampak sangat tampan dengan setelah berwarna hitam. Ah, ya, untuk makan malam kali ini, Karlie benar-benar membantuku untuk berdandan. Dia menyuruhku mengenakan gaun malam berwarna merah dan dia memoles wajahku dengan make up.

"Look so beautiful. As always."

Ansel mengedipkan sebelah matanya kepadaku seraya mengulurkan tangan di hadapanku. Aku tersenyum sebelum meraih tangannya, membiarkan dia melingkarkan lengannya di lenganku dan sekarang, kami berdua terlihat seperti sepasang kekasih walaupun, sebenarnya kami belum benar-benar meresmikan hubungan kami.

Ansel membukakan pintu mobilnya untukku dan kemudian, dia berbalik untuk masuk ke dalam mobilnya. Ansel mengendarai mobilnya dengan kecepatan normal hingga kami sampai di restoran tujuan kami. Ansel membukakan pintu mobilnya untukku dan terus menggenggam erat tanganku saat kami memasuki restoran. Dia menarik kursi untukku dan aku hanya dapat tersenyum, berkata, "terima kasih," kepadanya. Dia sangat manis dan romantis. Seperti setiap hari.

"Kau ingin makan terlebih dahulu atau mendengarkanku bicara?" Ansel mulai bertanya. 

Aku berpikir sejenak sebelum menjawab tegas, "mendengarkanmu bicara, tentu saja. Sebenarnya, aku sedang tidak dalam mood yang baik untuk makan."

"Sepertinya kau tahu apa yang akan kubicarakan." Ansel mengangkat sebelah alisnya dan aku tertawa, sebelum menyuarakan apa yang ada di pikiranku. "Menurut pikiranku, jika kau mengajakku makan malam dengan penampilan sebaik ini, hanya ada dua kemungkinan: kau mau menyatakan perasaanmu kepadaku atau kau mau mengajakku pergi ke sebuah pesta."

"Dan aku memilih opsi pertama." Ansel tersenyum lebar. Ini aneh. Beginikah cara dia menyampaikan perasaannya kepada seorang gadis. Sangat unik caranya.

"Apa kau ingin aku memberi jawaban sekarang atau besok, untuk lebih meyakinkan?" aku bertanya, seraya menahan tawa.

"Lebih cepat lebih baik. Kau sudah tahu apa yang aku tanyakan dan kau pasti sudah memikirkan jawaban dari pertanyaanku itu sedari tadi." Ansel melipat tangan di atas meja, menatapku lekat. Aku mengangkat sebelah alisku. "Apa kau akan melakukan sesuatu saat aku memberikan jawabanku?" tanyaku. Ansel menganggukkan kepalanya.

"Ada dua kemungkinan jawaban: ya atau tidak. Jika kau berkata 'ya' maka, aku akan berbagi kebahagiaan dengan membayar semua pesanan orang yang ada di sini dan jika kau berkata 'tidak' maka, kau yang harus membayar semua pesanan orang yang ada di sini." Ucapan Ansel membuatku benar-benar tertawa cukup keras. Ansel hanya tersenyum melihatku tertawa.

Aku berhenti tertawa dan kembali menatap manik mata indahnya. Kali ini, dia menatapku lebih lekat sebelum mengajukan pertanyaan, "jadi, bagaimana?"

Aku tersenyum kepadanya. "Siapkan uangmu, Ans, karena kau akan membayar semua pesanan orang yang ada di sini." Ansel terkekeh sebelum bangkit dari kursinya, begitupun aku. Dia mendekat dan memelukku erat. Awalnya aku ragu namun, akhirnya, aku membalas pelukan hangatnya. Pelukannya sangat nyaman untukku tapi, ada pelukan yang lebih membuatku nyaman.

****

Pagi ini, aku bangun karena suara dering ponselku. Aku mendapati sebuah voice mail di ponselku dari nomor tak di kenal. Aku mengira itu adalah voice mail dari Ansel namun, yang aku dengar adalah suara sendu seseorang yang pernah aku kenal, bernyanyi.

Shut the door
Turn the light off
I wanna be with you
I wanna feel your love
I wanna lay beside you
I cannot hide this
Even though I try

Heart beats harder
Time escapes me
Trembling hands
Touch skin it makes this harder
and the tears stream down my face

If we could only have this life
For one more day
If we could only turn back time

You know I'll be
Your life
Your voice
Your reason to be
My love
My heart is breathing for this
Moment
In time
I'll find the words to say
Before you leave me today

Close the door
Throw the key
Don't wanna be reminded
Don't wanna be seen
Don't wanna be without you
My judgement's clouded
Like tonight's sky

Hands are silent
Voice is numb
Try to scream out my lungs
It makes this harder
And the tears stream down my face

If we could only have this life
For one more day
If we could only turn back time

You know I'll be
Your life
Your voice
Your reason to be
My love
My heart is breathing for this
Moment
In time
I'll find the words to say
Before you leave me today

Aku mengenal jelas, suara siapa ini. Aku menarik nafas. Kenapa dia harus mengirimiku lagu yang dia rekam sendiri ini? Apa dia mau membunuhku karena sejujurnya, aku memang sangat merindukan suara pria itu. Aku sangat amat merindukan dia. Tapi, tentu saja ini salah. Aku tak bisa merindukannya lagi.

Berita di televisi sangat jelas memperlihatkan sejauh mana hubungan Harry dengan Kendall Jenner. Lagipula, sekarang, aku sudah memiliki Ansel di sisiku. Aku tak bisa memikirkan pria lain selain Ansel saat ini. Hanya harus ada Ansel yang ada di pikiranku.

Baru saja nama Ansel terlintas di pikiranku, ponselku bergetar dan terlihat namanya di layar ponselku. Aku tersenyum dan mengangkat panggilan darinya.

"Good morning, Beautiful." Suaranya terdengar dari jauh sana. Sangat ceria.

"Good morning, too, Cutie. Apa yang membuatmu menghubungiku sepagi ini? Biasanya, kau menghubungiku siang hari," ujarku. Aku dapat mendengar suara Ansel yang tertawa dari jauh sana.

"Kau harus menebak di mana aku sekarang!" Ansel membuatku berpikir keras.

"Kau harus memberitahuku!" Aku berkata, pada akhirnya.

"Aku di teras rumahmu, Princess. So, akankah kau tetap berbicara denganku melalui ponsel atau membukakan pintu rumahmu dan berbicara empat mata denganku. Aku juga membawakan sesuatu untukmu." Aku terkekeh sebelum bangkit berdiri dan bergerak ke luar dari kamarku. Aku mengakhiri panggilan dengan Ansel dan berjalan menuju ke pintu.

Secara perlahan, aku membukakan pintu dan mendapati Ansel yang sudah terlihat sangat rapih berada di balik pintu, membawa sebuah kantung plastik yang aku ketahui berisi makanan. Dia berkata, "aku tahu tak ada yang memasak untukmu pagi ini jadi, aku membawakan sarapan untukmu dan untukku. Kita bisa sarapan bersama, kan?"

"Yes, of course. What a good prince. Thank you, Ansel." aku meraih kantung plastik yang Ansel bawa dan memberinya sebuah kecupan di pipi. 

Ansel tersenyum manis sebelum berkata, "anything for you, Princess."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top