33 : Ansel Elgort
Aku menghabiskan hariku bersama Cara dan Ellie. Awalnya, Ed ingin bergabung namun, saat tahu dia akan menjadi satu-satunya pria yang akan bergabung, dia mengurungkan niatnya dan berkata jika dia akan menyiapkan keperluan untuk sebuah pesta yang akan diadakan di apartemennya nanti malam.
Aku, Cara dan Ellie menghabiskan waktu kami di sebuah taman bermain. Kami menaiki roller coaster, kincir angin raksasa, dan berbagai permainan lainnya. Kemudian, kami membeli popcorn dan juga gula-gula, selayaknya anak kecil. Kami juga membeli beberapa cinderamata yang menarik.
Kami berada di taman bermain sampai sore hari. Sebelum pergi ke pesta yang diadakan Ed, kami memutuskan untuk berdandan di rumahku. Kami mengenakan gaun dengan warna yang sama, hitam. Bedanya, mungkin hanya motif dan bahan pembuat gaun kami. Malam ini, Ed mengadakan pesta dalam rangka merayakan keberhasilan album barunya.
Kami pergi ke apartemen Ed pukul setengah tujuh dan sampai tepat pukul tujuh. Sesampainya di sana, ternyata sudah cukup ramai oleh beberapa teman dekat Ed. Ada Jack, Lena, Sarah, Athena, dan yang lain. Mereka mengobrol bersama dengan musik yang diputar cukup keras. Aku dapat menemui banyak minuman keras di sini. Aku tak yakin haruskah aku menyentuh minuman-minuman itu? Terakhir aku menyentuh minuman keras, keesokan harinya, aku sudah mendapati diriku terbaring di samping seseorang dan penyesalan mendalam hadir.
Setelah menyapa Ed, aku, Cara dan Ellie berpencar. Awalnya, aku dan Cara membiarkan Ellie dan Ed berbicara berdua. Mereka memang sepertinya ada 'sesuatu' walaupun, aku tak yakin, bagaimana kelanjutan kisah mereka. Kemudian, Cara bergabung bersama Lena dan yang lainnya untuk mabuk. Meninggalkanku seorang diri.
Aku menatap sekelilingku, mencari teman untuk diajak bicara sampai akhirnya, aku mendapati sebuah suara di belakangku. Aku segera berbalik dan mendapati seorang pria tengah berdiri di belakangku, seraya tersenyum. Dia mengenakan kaus santai yang dilapisi dengan jaket berwarna hitam. Wajahnya tak asing, sungguh.
"Kau pasti Taylor Swift, kan? Hei, perkenalkan, aku Ansel Elgort. Aku teman baru Ed. Dia pengisi soundtrack untuk film terbaruku." Dia mengulurkan tangan di hadapanku. Aku tersenyum ramah dan menjabat tangannya.
"Hei, Ansel. Senang berkenalan denganmu. Ehm, apa kau mau menemui Ed dan bergabung bersama yang lain?" tanyaku.
Ansel tersenyum-benar-benar manis-dan mengedikkan bahunya. "Aku sudah menemui Ed tadi. Aku tak tahu haruskah aku bergabung bersama yang lain atau tidak. Aku datang dengan beberapa temanku tapi, mereka meninggalkanku untuk mabuk. Aku tak ingin mabuk, sebenarnya."
"Kenapa?" tanyaku penasaran.
"Aku memang tak suka mabuk. Aku tak suka minuman keras. Rasanya aneh dan tidak cocok untukku. Aku lebih menyukai secangkir kopi atau secangkir teh daripada harus minum segelas minuman beralkohol itu." Jawab Ansel yang membuatku cukup bangga. Baru kali ini aku menemui seorang pria yang tak suka minum. Hampir semua yang ada dan pernah ada di sekitarku, suka minuman beralkohol.
Hening selama beberapa saat di antara aku dan Ansel sebelum akhirnya, aku dapat mendengarkan suara Ansel.
"Keberatan minum kopi bersamaku? Aku melihat sebuah Starbucks tak jauh dari sini." Ansel berujar penuh semangat dan kemudian, saat matanya bertemu mataku, wajah cerianya sedikit memudar seraya menambahkan, "well, jika kau mau pergi bersamaku. Jika tidak, tak apa. Mungkin aku bisa pergi ke Starbucks sendiri."
"Ansel, apa kau pikir aku akan bergabung dengan mereka dan ikut mabuk? Tentu saja tidak! Aku tak mau meminum minuman seperti itu lagi dan aku dengan senang hati akan menemanimu pergi ke Starbucks," aku tersenyum. Ansel juga ikut tersenyum.
"Apa kita harus berpamitan kepada Ed?" tanya Ansel. Aku menoleh dan mencari keberadaan Ed. Ed tampak tengah menari liar bersama Ellie dan dia terlihat sangat mabuk.
"Sepertinya tidak usah. Lebih baik kita pergi sekarang. Dia juga tak akan merasa kehilangan kita. Dia sedang bersenang-senang di sana." jawabku santai. Ansel menganggukkan kepala sebelum berbalik, meraih tanganku dan berjalan menuju ke pintu ke luar.
Saat pintu apartemen Ed terbuka, aku dan Ansel berpapasan dengan beberapa pemuda yang tak asing di mataku. Bukankah mereka teman Harry di One Direction?
"Hei, Taylor." sapa salah seorang dari mereka yang aku ketahui bernama Niall.
"Hei, Niall, Zayn, Liam dan Louis. Ed ada di dalam. Kalian bisa bergabung dengannya. Aku dan Ansel harus pergi." Ujarku terburu-buru sebelum mendorong Ansel agar melangkah kembali.
Ansel terkekeh saat aku mendorongnya. Dia memperlambat langkahnya dan berkata, "hei, hei, hei, Taylor Swift. Kau terlihat sangat terburu-buru. Kita bisa menghabiskan banyak waktu, Taylor."
"Bukan begitu. Aku hanya tak mau berbincang lebih lama dengan keempat pemuda itu. Apalagi jika harus...." Ucapanku terpotong saat orang yang baru hendak aku sebut namanya muncul begitu saja di hadapan aku dan Ansel. Dia sendirian. Dia memicingkan matanya dan mulutnya mulai terbuka, hendak mengucapkan sesuatu dan sebelum dia berujar, aku kembali mendorong Ansel agar melangkah lebih cepat.
Setelah melewati Harry, aku mulai berjalan tak di belakang Ansel, melainkan di samping Ansel. Aku sengaja mendekatkan tubuhku dengan Ansel dan sesekali aku menoleh ke belakang, mendapati Harry yang masih berdiri kaku di sana, menatap ke arahku tajam.
****
"Jadi, kau mengenal pria yang tadi berpapasan dengan kita di depan apartemen Ed?" Ansel membuka percakapan antara aku dan dia saat kami berdua sudah mendapatkan minuman hangat untuk masing-masing. Aku menyeruput minumanku terlebih dahulu sebelum menjawab, "dia mantan pacarku. Salah satu personil One Direction. Kau keberatan jika aku tak memberitahu namanya? Aku tak mau menyebutnya, sungguh."
Ansel terkekeh dan menyeruput kopi hangatnya. "It's okay. By the way, kau terlihat sangat iritasi olehnya. Apa dia menyakitimu? Kenapa kalian bisa putus? Aku penasaran!"
Kini giliran aku yang terkekeh atas rasa penasaran Ansel. "Kau benar-benar ingin tahu, ya? Sebelumnya, aku harus memastikan jika kau tidak membawa alat mata-mata atau perekam yang akan merekam setiap ucapanku nanti dan menyebarkannya." Aku bercanda.
Ansel tertawa. "Ide bagus. Aku akan merekamnya supaya aku mendapat lebih banyak uang. Semua tentangmu pasti bernilai tinggi." Aku tertawa.
"Cukup. Sekarang, ceritakan padaku apa yang terjadi antara kau dan dia sehingga kalian berdua putus. Jika melihatnya tadi, dia cukup tampan walaupun, aku tahu aku lebih tampan darinya. Tapi, kau cukup pantas bersanding dengannya." Ansel menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi dan melipat tangan di depan dada.
"Dia bermesraan dengan banyak gadis saat berpacaran denganku." Aku menjelaskan dengan kalimat yang sesingkat mungkin.
"Dia melakukan kesalahan yang sangat besar dan fatal." Ansel mengomentari cerita sangat singkatku.
Aku menghembuskan nafas perlahan, pasrah. "Sejujurnya, aku tak begitu menyalahkan dia. Mungkin saja aku yang terlalu berharap banyak dengannya. Lagipula, tiada satupun gadis yang lari dari pesonanya jadi, wajar jika dia bisa mendapat banyak gadis hanya dengan sekali kedipan." Aku membela Harry.
"Tapi, kau adalah gadis yang paling spesial di antara gadis-gadis itu, Taylor. Kau sempurna. Dia pasti sangat menyesal telah membiarkanmu pergi."
"Aku tak yakin aku seperti yang kau deskripsikan tadi. Pendeskripsianmu tentangku terlalu bagus, Ansel." Ujarku. Ansel terkekeh dan meletakkan tangannya di atas meja, matanya masih menatapku ramah.
"Aku jujur, Taylor. Jika kau tak keberatan, bolehkah aku mengenalmu lebih dekat?" tanyanya yang membuatku terdiam sejenak sebelum dengan tegas tersenyum dan menganggukkan kepalaku.
"Kenapa tidak?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top