30 : Can We Try?

"Oh."

Aku menundukkan kepala saat mendapati itulah jawaban Harry. Nadanya terdengar sangat datar. Sebelum sempat dia berujar ataupun Zac yang berujar, aku bangkit berdiri dan dengan tegas berkata, "maaf, Zac. Aku harus pergi, ada yang harus kuselesaikan. Terima kasih sudah menemaniku makan siang dan um, nikmati makan siangmu, Styles."

Aku bangkit dari tempatku duduk dan berjalan dengan sangat terburu-buru meninggalkan restoran itu. Aku dapat mendengar derap langkah kaki yang mengejarku dan aku sangat berharap itu Harry. Sayangnya, yang mengejarku adalah Zac. Bukan Harry.

"Tay, tunggu!"

Zac berhasil mengejarku dan menghalangi langkah kakiku. Aku menarik nafas dan menatapnya datar. "Zac, aku terburu-buru. Aku harus menyelesaikan pekerjaanku."

"Aku akan mengantarmu. Aku sudah berjanji dengan Sarah untuk menemani...."

"...ku sampai aku selesai makan, kan? Well, aku sudah cukup kenyang, Zac. Terima kasih sudah menemaniku." Aku melanjutkan ucapan Zac yang kupotong. Zac menganggukkan kepala singkat sebelum menggerakkan tangannya untuk menggaruk tengkuk lehernya yang sangat kuyakini tak gatal.

"Kau tak mau aku antar?" Dia mulai kembali bertanya. Aku tersenyum tipis dan menggelengkan kepalaku. "Tidak. Terima kasih. Supirku sudah datang untuk menjemputku dan aku sangat berterima kasih atas ajakanmu. Mungkin lain kali."

"Apa itu suatu pertanda jika kau mau bertemu denganku lagi?" Zac tersenyum lebar dan aku menganggukkan kepalaku. "Tentu saja. Kita bisa menjadi sahabat. Bagaimana menurutmu?" tanyaku. Dia tersenyum sebelum memasukkan tangannya ke dalam saku celana jeansnya. Tak lama kemudian, dia mengeluarkan ponselnya dan menyodorkan ponselnya kepadaku.

"Tak keberatan jika aku meminta nomor ponselmu sehingga kita bisa tetap saling berhubungan satu sama lain?" Tanyanya.

"Tentu."


****


"Harry, kau baik-baik saja?" Gemma bertanya kepada Harry yang tengah duduk sesampainya dia di sana, setelah memesan makanan. Harry hanya diam. Tatapan matanya tajam dan sulit dijabarkan dengan kata-kata.

"Harry! Jangan membuatku takut! Apa kau baik-baik saja? Apa kita harus kembali ke rumah sekarang?!" Gemma mengguncang-guncangkan lengan Harry. Harry menarik nafas dan menghelanya perlahan seraya menatap Gemma.

"Pulang? Kita bahkan belum memakan makanan apapun yang kau pesan," Gemma menghela nafas lega saat mendengar suara Harry tersebut. Gemma menarik kursi yang berhadapan dengan Harry dan duduk di sana.

"Dengan siapa kau bicara tadi, Harry?" tanya Gemma.

"Tidak dengan siapapun." Harry berbohong karena dia tahu, Gemma pasti akan stress jika tahu kalau Harry bertemu dengan Taylor dan pacar barunya, mungkin. Harry tahu Gemma tidak mau melihat Harry terpuruk lagi dan Harry sudah berjanji pada dirinya sendiri, dia tidak mau terpuruk di hadapan kakaknya ini.

"Aku melihatmu bicara dengan seseorang Harry tapi, aku tak melihat jelas siapa orang itu." Gemma bersikeras.

"Hanya penggemar yang menanyakan bagaimana kabarku," Harry kembali berbohong. Gemma menganggukkan kepala, mempercayai Harry. Gemma tahu, adiknya ini memang mempunyai sangat banyak penggemar di seluruh dunia jadi, wajar saja jika salah satu pengunjung restoran ini adalah penggemar Harry.


****


Zac memang memberiku nomor ponselnya dan itu bukan berarti aku akan menghubunginya terlebih dahulu, kan? Dia memang tampan. Aku menyukainya sejak dia masih menjadi Troy di High School Musical. Hanya saja, aku sedang tak berniat untuk dekat dengan seorang pria. Aku takut aku akan jatuh cinta dan jatuh terpuruk seperti beberapa waktu belakangan ini.

Omong-omong, aku masih memikirkan pertemuan tak sengajaku dengan Harry. Dia menyebut namaku dengan suara beratnya. Dia menanyakan apa yang aku lakukan di sana dan aku bisa menebak bagaimana ekspresi wajahnya saat Zac berkata jika aku dan dia tengah berkencan. Aku memang tak mau bertatapan langsung dengan Harry namun, sekilas, aku melihat ke arah tangannya yang mengepal kuat saat Zac mengatakan hal tersebut.

Dia seperti ini marah tapi, dia tak punya alasan untuk marah. Dia juga seperti tak ingin marah tapi, kenyataannya dia marah.

Apa dia cemburu melihatku bersama Zac? Jika iya, baguslah. Setidaknya, dia harus merasakan apa yang aku rasakan saat melihatnya bersama gadis-gadis itu. Lagipula, aku tak melakukan hal diluar batas seperti yang dia lakukan.

Aku dan Zac tidak pernah kepergok berciuman oleh paparazzi. Aku dan Zac tidak berpegangan tangan dan saling menatap saat makan siang tadi. Oh, ya, aku bahkan baru mengenalnya tadi jadi, menurutku, itu baik-baik saja. Tak ada yang perlu di masalahkan tentang apa yang terjadi di antara aku dan Zac.

Aku sudah berada di kamarku saat ini, menggenggam sebuah pena dengan beberapa kertas yang bersebaran di lantai. Aku memang duduk di lantai kamarku, dengan gitar yang ada dipangkuanku. Meredih mengamatiku dari atas ranjang. Dia memang kucing yang kurang sopan. Pemiliknya duduk di bawah dan dia duduk di atas? Baiklah, kau menang, Meredith.

Tanganku tengah asyik menuliskan apa yang ada di pikiranku saat tiba-tiba saja, ponselku bergetar. Aku meraih ponselku dan membulatkan mata saat melihat nama siapa yang tertera di sana. Astaga, Harry mengirimiku pesan? Setelah empat hari belakangan, dia berhenti mengirimiku pesan.

Nice try, Swift.

Aku menatap isi pesan tersebut dengan bingung. Nice try? Percobaan yang bagus? Apa maksudnya?

Aku mengetikkan balasan untuk Harry dan sedetik kemudian, otakku seakan memperingatkan jika tidak seharusnya aku membalas pesan darinya. Aku harus bangkit dan berusaha melupakan pria itu. Aku tak bisa terus menerus hidup dalam bayangannya.

Tapi, nyatanya, ada perkataan lain yang berbisik agar aku membalas pesan dari Harry dan menanyakan apa maksudnya. Bisikan itu bahkan jauh lebih besar dan kuat dari peringatan yang diberikan otakku.

Aku menarik nafas dan memejamkan mata. Berusaha berpikir jernih tentang apa yang harus aku pilih. Apa aku harus mengirimkan balasan untuk Harry atau mengabaikannya? Tapi, aku hanya penasaran dengan apa maksudnya. Apa aku salah?

Masa bodoh dengan peringatan-peringatan itu. Faktanya, aku mengetik balasan untuk pria yang sudah membuatku kacau selama beberapa hari belakangan ini dan mengirim balasan itu.

Apa maksudmu, Styles? Jangan mulai membuatku kesal lagi.

Balasan yang manis. Sangat manis. Aku mengancamnya dan aku tak yakin apakah dia terpengaruh dengan ancaman itu.

Aku menunggu cukup lama untuk penjelasan darinya. Aku benar-benar menunggu. Bahkan, aku melupakan lirik lagu yang seharusnya aku tulis. Aku tak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Aku tak pernah mau membalas pesan dari semua mantan-mantanku, kecuali Harry. Aku berusaha menghindari mantan-mantanku tapi, nyatanya, di saat aku berusaha menghindari Harry, rasanya ada sesuatu yang membuatku kembali mendekat dengannya.

Di tengah keheningan oleh pikiran-pikiran anehku tentang Harry, tiba-tiba saja ponselku kembali bergetar. Aku meraih ponselku dan Harry baru saja membalas pesanku dengan balasan yang bahkan tak menjawab pertanyaan dariku sama sekali. Apa dia gila?

Can we try one more time? I will make it better, Tay. I promise you. I loved you and I still do. Please...

Membaca pesan itu, yang aku lakukan hanyalah terdiam, terus membaca pesannya berulang-ulang. Aku percaya akan perkataan Gemma kemarin, tentang Harry yang kacau karena putus denganku dan aku melihat kenyataan itu tadi, saat aku bertemu dengannya. Nyatanya, dia benar-benar kacau. Dia terlihat lebih kurus dan berantakan. Wajahnya juga pucat.

"Apa yang harus kulakukan, Mer? Haruskah aku memberikan kesempatan kedua untuknya?" aku menoleh ke arah Meredith yang sedari tadi memperhatikanku. Dia mengeong tak jelas sebelum beralih ke sisi lain ranjang dan berbaring di sana. Dia memang selalu begitu.

Setelah berbicara dengan Meredith dan tak dibalas olehnya-mana mungkin dia bisa membalas!-aku mengetikkan balasan untuk Harry. Dengan balasan yang pasti membuatnya bertanya-tanya.

I don't know, Harry. I think we still need the time of ourselves to make sure about where it goes. I was and still in pain.

Kali ini, Harry membalas pesanku dengan sangat cepat. Hanya dua menit setelah pesan dariku terkirim dan dibaca olehnya.

I was and still in pain, too. By the way, thanks for replying my messages. I thought you would never ever reply all of my messages 'cause you still mad at me. Nice to see you today. I think, we need to talk again. Four eyes. You and me. Please, Tay. I won't make it worse.

Aku memejamkan mata cukup lama sebelum akhirnya, membuka mataku kembali untuk mengetikkan balasan, penuh penekanan di tiap katanya.

Like I told you before, we still need the time of ourselves. Now, just let me finish my works and I think you need to eat more often, Harry.

Aku tak mengerti kenapa aku tersenyum saat mengetik balasan itu. Harry membalas kembali pesanku dengan kalimat yang bahkan benar-benar membuat senyumku berkembang lebih lebar.

Thanks for caring about me, Madam. It means a lot. Well, keep going to do your best, Blonde. Then, I will be waiting for you, forever. Take care of yourself. I love you.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top