29 : New Trouble

Beberapa hari yang lalu, Gemma memang memintaku untuk menemui Harry, sekedar untuk menjenguknya tapi, faktanya, aku masih belum bisa menemui Harry. Aku merindukan pria itu dan aku mencemaskannya tapi, aku hanya belum siap bertemunya. Aku belum siap menahan air mataku yang pasti akan jatuh tiap kali melihatnya.

Aku masih rapuh. Sangat rapuh bahkan.

Sudah lima hari aku berada di London dan siang ini, salah satu temanku, Sarah Hyland, mengajakku untuk bertemu dengannya di sebuah restoran. Dia bilang, dia ingin mengenalkanku dengan seseorang dan dia tak akan memberitahu siapa yang akan dia kenalkan padaku sampai aku benar-benar datang menemuinya.

Akhirnya, tepat pukul satu siang, aku sampai di restoran tempat aku dan Sarah bicarakan. Sesampainya di sana, aku bisa mendengar beberapa pengunjung restoran yang menyapa dan memanggil namaku. Aku hanya tersenyum tipis dengan mata yang mencari keberadaan Sarah. Aku menemukan Sarah tengah duduk bersama kekasihnya, Sam di salah satu meja khusus. Aku menghampiri mereka.

"Hey, I miss you," Sarah memelukku sesampainya aku di hadapannya. Aku balas memeluknya dan berkata, "I miss you, too, Sarah."

"Hey, Sam." Aku menyapa Sam yang duduk memperhatikan aku dan Sarah.

"Duduk, Tay. Kami sudah menyiapkan tempat duduk untukmu dan seorang lagi," ujar Sarah, membiarkan aku duduk di tempat yang sudah di sediakan. Aku duduk di sana seraya bertanya kepadanya, "seorang lagi? Siapa?"

Pertanyaanku terjawab saat tiba-tiba saja, seorang pria tampan datang dan berkata, "apa aku terlambat? Maaf, terjebak kemacetan."

Aku menatap pria itu heran. Well, sepertinya aku pernah melihat pria itu tapi, aku lupa di mana.

Pria itu memeluk singkat Sarah, berjabat tangan dengan Sam sebelum mengulurkan tangannya di hadapanku. Aku terdiam sejenak sebelum meraih tangannya dan menjabatnya.

"Kau pasti Taylor Swift. Waw. Ternyata Sarah benar! Kau sangat cantik dan well, aku suka album terbarumu, Red." ujar pria itu yang membuatku tersenyum manis kepadanya seraya menarik tanganku yang tak dilepaskan olehnya.

Dia terkekeh saat menyadari hal itu sambil berkata, "maaf."

"Ini Zac Efron, Tay. Kau mengenalnya, kan? Dia bermain dalam High School Musical sebagai Troy!" Sarah menjelaskan dan aku baru menyadari akan hal itu. Bagaimana aku bisa lupa jika dia adalah Troy di sinema drama musikal yang seringkali aku saksikan dulu?

"Senang berkenalan denganmu, Zac." Ujarku tulus. Zac tersenyum dan membalas, "begitupun aku."


****


Gemma memperhatikan Harry yang mulai kembali normal, walaupun tak jarang dia melamun dan sangat pendiam. Harry tampak tengah mengenakan sepatu boots hitamnya. Dia sudah sangat rapih dan siap untuk makan siang di luar bersama Gemma.

"Kau siap, Brother?" Gemma bertanya setelah memastikan Harry sudah benar-benar siap untuk pergi. Hari ini akan menjadi hari pertama bagi Harry Styles untuk ke luar dari rumah setelah beberapa hari belakangan dia menghabiskan waktu di dalam rumah.

"Aku selalu siap, Sister. Jadi, bolehkah aku menyetir? Sudah cukup lama aku tidak menyetir mobil." Ujar Harry penuh semangat. Gemma terkekeh dan menganggukkan kepala. Gemma meraih kunci dari saku celana jeansnya. Gemma melemparkan kunci itu kepada Harry dan Harry meraihnya dengan tangkapan yang sempurna.

"Ayo, berangkat! Kau tidak mau kita terlambat untuk makan siang, kan?" Gemma berujar sebelum berjalan mendahului Harry. Harry mengikuti Gemma. Harry belum benar-benar terlihat baik. Dia masih terlihat seperti mayat hidup. Bedanya, sekarang, mayat itu lebih mempunyai sedikit warna.


****


"Taylor, maaf sekali. Aku dan Sam harus pergi. Kami harus menghadiri sebuah acara bersama. Zac akan menemanimu sampai kau selesai makan. Iya, kan, Zac?" Sarah bertanya kepada Zac dan Zac menganggukkan kepala, seraya melahap makanan Chinesenya.

Belum sempat aku bersuara, Sarah sudah memelukku dan memberikanku kecupan selamat tinggal sebelum akhirnya, pergi meninggalkanku dan Zac di meja ini, hanya berdua. Dengan makanan yang masih sangat banyak di meja.

"Mereka tak bertanggungjawab," ujarku sinis dan Zac terkekeh.

"Ya, begitulah. Mereka meninggalkan kita berdua di sini dengan makanan yang segini banyak. Apa kau yakin kita bisa menghabiskan semua ini bersama?" Zac menatapku dengan mata penuh tantangan.

Aku balas menatapnya dengan berani. "Kau menantangku? Baiklah, tubuhku memang kecil tapi, kau tak tahu porsi makanku, kan? Porsi makanku cukup besar."

"Berniat berkompetisi dalam menghabiskan makanan ini bersamaku, Miss. Swift?" tanya Zac menantang.

Aku melipat tangan di atas meja, memicingkan mataku sebelum berkata, "siapa takut?"

"Baiklah. Sekarang, pegang sendok dan garpumu," perintah Zac dan aku menurut. Dia melakukan hal yang sama.

"Kita berhitung bersama. Dalam hitungan ketiga." Zac menarik nafas, begitupun aku sebelum akhirnya, kita berdua berkata bersamaan, "satu...dua...tiga!"

Di saat itulah aku dan Zac mulai berkompetisi. Aku memakan makanan milikku begitupun Zac dengan kecepatan singkat. Dalam waktu kurang dari lima menit, pemenangnya sudah dapat dipastikan Zac saat pria itu meletakkan sendok dan garpunya di samping piringnya yang kosong.

Aku mendesah kesal dan ikut meletakkan sendok dan garpuku di samping piringku. Aku tak sanggup menghabiskan makanan sebegini banyak.

"Kau menang, Mr. Efron. Jadi, apa yang harus kulakukan?" tanyaku kepada Zac yang mengelap bibirnya. Aku meraih sapu tanganku dan mengelap sekitar bibirku pula sebelum kembali menatapnya.

"Kita tak pernah membuat perjanjian tentang apa yang harus dilakukan si pemenang dan yang kalah, Miss. Swift. Ini hanya sekedar untuk bersenang-senang," ujar Zac lembut.

"Tapi, kau menang dan kau berhak mendapatkan sesuatu atas kemenanganmu. Orangtuaku selalu mengajarkanku seperti itu." Aku bersikeras.

Zac menatapku heran sebelum akhirnya berpikir. Dia berpikir cukup lama dan membuatku bosan. Di saat bersamaan, aku menoleh dan mungkin aku akan terkena serangan jantung saat ini, melihat Harry dan Gemma yang memasuki restoran berdua.

Harry terlihat sedikit lebih kurus dan pucat. Aku percaya akan perkataan Gemma beberapa hari lalu. Harry terlihat sangat kacau. Apa dia benar-benar depresi karenaku? Aku juga depresi. Sangat depresi, bahkan. Tapi, aku tak pernah mau menyiksa diriku, seperti yang Harry lakukan pada dirinya. Lagipula, siapa yang salah di sini? Dia. Jadi, kenapa dia bisa sedepresi itu?

"Aku mengenal pria berambut curly itu, sepertinya. Apa kau mengenalnya, Tay?" aku terkejut mendengar suara Zac. Aku mengalihkan pandanganku kembali ke Zac. Dia tengah memperhatikan Harry.

"Ehm, dia...dia well, bagaimana kau tidak mengenalnya? Memangnya kau tinggal di mana selama ini? Bukankah dia salah satu personil One Direction?" aku berakting seakan-akan aku hanya mengenal Harry sebagai personil One Direction. Padahal, aku sangat mengenal pria itu.

"Kenapa dia berada di sini? Bukankah One Direction berasal dari Inggris?" Zac kembali bertanya dan membuatku memutar bola mataku kesal.

"Kenapa kau bertanya terus menerus kepadaku? Kenapa kau tak bertanya....."

Ucapanku terputus saat mendengar suara berat seseorang yang sudah sangat aku kenali-dan sejujurnya, sangat aku rindukan-menyerukan namaku.

"Taylor?"

Aku memejamkan mata dan merutuk perlahan. Sial. Aku tak mau bertemu Harry tapi, aku tak bisa terus begini. Setidaknya, dia pernah membuatku tersenyum dan tertawa. Aku tak bisa terus menerus mendiamkannya seakan-akan dialah orang paling bersalah di dunia.

Perlahan namun pasti, aku menoleh dan Harry memang berada di sisi mejaku, tengah berdiri menatapku tajam di balik iris hijau indahnya. Aku berusaha mati-matian tidak menatap mata indahnya langsung karena itu pasti akan berakibat fatal untukku.

"Apa yang kau lakukan di sini...bersama pria ini?" Harry bertanya kepadaku seraya melirik Zac yang duduk berhadapan denganku. Nada bicaranya terlihat sangat tidak suka.

Aku baru mau angkat bicara saat Zac dengan santainya menjawab pertanyaan Harry, "jika kau melihat seorang gadis dan seorang pria tengah bersama di restoran, saling berhadapan, apa yang kau pikirkan? Tentu saja aku dan Taylor tengah berkencan, Bro."

Masalah baru.


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top