23 : Paparazzi
Aku menghabiskan malamku bersama Harry. Setelah kami berdua menghabiskan dua puluh tiga cupcakes yang Harry, Gemma dan Anne buat, Harry mengajakku untuk menikmati suasana kota New York di malam hari.
Langkah kaki kami terhenti di sebuah taman bermain yang sudah sangat sepi tapi, aku dapat melihat ada beberapa orang yang tengah bermesraan di sini bersama pasangan mereka masing-masing. Taman memang tempatnya para muda-mudi bercumbu, kan?
Harry membawaku untuk duduk di salah satu kursi taman yang kosong. Aku duduk di sana sementara Harry masih berdiri, seraya merogoh sesuatu dari saku celananya. Dia mengeluarkan sesuatu yang aku kenali sebagai kembang api. Astaga, dari mana Harry mendapatkan kembang api itu?
"Aku membelinya dalam perjalanan menuju ke Madison Square Garden. Sepertinya sangat menarik jika kita melihat pertunjukan kembang api di malam hari," Harry mengedipkan sebelah matanya, seakan dapat membaca pikiranku.
Harry mulai menyalakan kembang api itu dengan korek api yang aku tak tahu dari mana dia dapatkan. Tak lama kemudian, terdengar jelas bunyi letupan yang disertai dengan api yang mengarah ke atas dan meledak di atas sana. Sangat indah.
Aku dan Harry saling menatap dan tersenyum. Aku tak akan pernah melupakan malam ini. Aku tak tahu harus berkata apa. Harry benar-benar membuatku merasa seperti seorang ratu. Dia membuatku sangat spesial. Betapa beruntungnya aku mendapatkan seorang kekasih sepertinya.
****
Aku dan Harry kembali ke rumahku tepat pukul tiga dini hari. Karena sepertinya akan memakan waktu yang lama untuk Harry kembali ke hotelnya, aku meminta Harry beristirahat di rumahku, di kamarku. Lagipula, kami tak akan melakukan apapun. Orangtuaku juga pasti akan mengerti.
Aku sudah dua puluh tiga tahun dan aku bisa mengendalikan diriku sendiri.
Aku dan Harry tidur di ranjangku, dengan masih mengenakan pakaian yang lengkap. Harry melingkarkan lengannya di pinggangku dan bernyanyi tepat di telingaku.
"Truly madly deeply I am. Foolishly completely falling. And somehow you kicked all my walls in. So baby say you'll always keep me. Truly madly crazy deeply in love with, with you."
Di akhir bait yang dia nyanyikan, dia meniupkan udara ke leherku, membuatku terkikik geli lalu, bangkit dari posisiku yang berbaring menyamping, menjadi setengah duduk. Aku menatapnya seraya mengerucutkan bibirku.
"Kau membuatku tak bisa tidur!" ujarku. Harry terkekeh dan ikut bangkit untuk duduk.
"Ini sudah terlanjur pagi, Honey. Kau masih mau tidur?" tanyanya.
Aku melirik ke arah jam yang tergantung di dinding kamarku. Menunjukkan pukul setengah empat dini hari. Aku memutar bola mataku. "Harry, aku biasa bangun pukul sembilan pagi. Aku masih punya waktu yang cukup untuk tidur. Kau mau tidur atau tidak?"
"Aku tidak bisa tidur, Tay." Ujar Harry manja.
"Mungkin kau hanya kurang bisa beradaptasi. Well, baiklah, sebelum kau tidur, apa yang biasa kau lakukan?" tanyaku seraya mengeluarkan diri dari dalam selimut yang semula menyelimuti aku dan Harry.
Harry melakukan hal yang sama. Dia menjawab, "aku tak tahu, biasanya aku langsung bisa tertidur saat aku kelelahan. Bukankah aku lelah sekarang?"
Aku terkekeh menatapnya. "Kenapa kau bertanya kepadaku? Kau lelah atau tidak, hanya kau yang tahu!" Harry terkekeh sebelum akhirnya berpikir dan mengerling menatapku.
"Aku baru ingat! Ada satu hal yang selalu bisa membuatku tertidur pulas," Harry menyeringai.
"Apa?" tanyaku penasaran.
"Biasanya, aku tertidur dalam keadaan telanjang."
Aku membulatkan mata mendengar pengakuan bodohnya itu.
****
Akhirnya, aku dan Harry tidak tidur dan asyik bermain Scrabble di ruang tengah sampai orangtuaku terbangun dan terkejut mendapati keberadaan kami di ruang tamu. Austin tak kalah terkejut melihatku dan Harry.
"Apa yang kalian berdua lakukan? Kalian berdua terlihat sangat menyedihkan," komentar Mom melihat penampilanku dan Harry. Aku dan Harry memang terlihat sangat menyedihkan. Ada kantung mata di mata Harry dan sepertinya di mataku juga. Kami kurang tidur tapi, kami sedang tidak mau untuk tidur.
"Kami bermain Scrabble, Mom. Apa kau akan membuatkan sarapan?" tanyaku.
"Ya. Kau harus merapikan dirimu dulu sebelum sarapan dan Harry, kau juga harus merapikan dirimu. Kau bisa mengenakan pakaian Austin terlebih dahulu. Sepertinya, ukuran tubuh kalian tidak jauh berbeda," interupsi Mom.
"Terima kasih, Auntie." Harry berujar sopan seraya bangkit berdiri. Harry mengulurkan tangannya di hadapanku dan membantuku untuk berdiri juga.
Mom menatap Harry seraya mengangkat sebelah alisnya. "It's 'Mom', Harry. Not 'Auntie',"
Harry menatapku ragu dan aku menganggukkan kepala. "Alright, Mom." Harry mengucapkan kalimat itu dan Mom tersenyum, meninggalkan aku dan Harry.
Kemudian, aku dan Harry melangkah menuju ke tempat di mana kami harus merapikan diri masing-masing. Aku menuju ke kamarku dan Harry menuju ke kamar Austin.
****
"Ini sangat enak, sungguh! Aku suka masakan buatanmu, Mom!" Harry berujar tulus saat selesai memakan menu sarapan yang dibuatkan oleh Mom. Sebenarnya, hanya menu makanan sederhana berupa sandwich dengan modifikasi khusus oleh Mom.
"Terima kasih atas pujianmu, Harry. Kau sangat manis. Jika kau mau, kau bisa datang ke sini tiap kau lapar. Aku akan dengan senang hati membuatkannya untukmu," ujar Mom bersemangat. Aku melirik sekilas ke arah Dad dan Austin yang seperti menahan tawa.
"Aku akan menghubungimu jika aku lapar dan aku ada di sini," ujar Harry seraya terkekeh. Mom ikut terkekeh.
Aku senang melihat Harry dan Mom dekat. Dad dan Austin juga terlihat menyukai Harry dan untuk kali ini, sepertinya tak ada yang dapat menghalangi hubunganku dan Harry. Yeah, pengecualian untuk beberapa orang di luar sana, yang tak suka melihatku bersama Harry.
Saat tengah asyik menikmati sarapan, tiba-tiba ponsel Harry bergetar. Harry meraih ponselnya seraya meneguk segelas air mineral. Setelah itu, dia meletakkan kembali ponselnya di dalam saku dan meletakkan gelas mineral itu pula di atas meja.
Harry menatapku penuh menyesal sebelum beralih menatap ke arah orangtuaku dan Austin secara bergantian.
"Aku senang menghabiskan pagiku bersama kalian tapi, maaf, sepertinya aku tak bisa di sini terlalu lama. Aku harus pergi. Aku baru ingat jika aku harus mengunjungi sebuah radio jam sepuluh nanti." Ujar Harry yang membuatku mendesah kecewa.
"Hati-hati di jalan, Harry," ujar Mom seraya bangkit berdiri dan memeluk singkat Harry. Aku ikut berdiri. Harry menjabat tangan Dad dan Austin secara bergantian sebelum beralih menuju sisiku.
"Kau akan pergi?" tanyaku lesu.
"Aku akan kembali, sesegera mungkin," ujar Harry sambil memberikan sebuah kecupan singkat di dahiku.
Aku mengantarkan Harry menuju ke pintu rumahku. Aku menatap Harry yang berjalan menuju ke mobilnya. Harry sempat menoleh dan melambai kepadaku. Aku balas melambai kepadanya. Tepat saat mobil Harry mulai berjalan menjauh, aku mendapati seseorang tengah mengamatiku dan Harry. Orang itu membawa sebuah kamera.
Paparazzi. Sial.
Sepertinya, aku harus bersiap mendapat banyak hujatan dan hinaan atas berita yang akan dibuat dari foto yang paparazzi itu ambil. Sial.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top