14 : Stolen Kiss
Semalaman aku tidak memejamkan mataku. Aku terus terjaga, dengan perasaan yang bercampur aduk. Kondisiku sangat buruk saat ini. Harry benar-benar mematahkan hatiku. Padahal, kami belum resmi menjadi sepasang kekasih dan beginikah rasanya? Jika di masa pendekatan saja sudah semenyakitkan ini, bagaimana rasanya jika nanti aku menjadi kekasihnya dan dia melakukan hal-hal yang lebih menyakitkan lagi?
Hari ini, aku mendapat telepon dari produserku untuk datang ke kantornya, membicarakan perihal konserku. Jadi, aku langsung menuju ke bathroom untuk mandi dan mengganti pakaianku. Aku memakai make up dan berusaha menyamarkan keletihan di wajahku dengan make up itu. Setelah memastikan semuanya sudah lebih baik, aku segera beranjak ke luar dari kamar.
Rumahku tampak sangat sepi. Kamar Austin masih tertutup. Sepertinya, dia belum bangun.
Beberapa pelayan menawarkan menu sarapan kepadaku dan aku menolak untuk sarapan. Aku meraih ponsel dan menghubungi Tom untuk segera menuju ke rumah dan mengantarku ke kantor produserku yang memang tak begitu jauh.
Aku berjalan untuk membuka pintu rumahku. Baru aku membuka kunci, seakan ada yang mendorong, pintu rumahku terbuka begitu saja dan aku berteriak saat seseorang terkulai dengan kepala yang membentur lantai.
"Astaga," aku baru sadar jika orang itu adalah Harry. Apa yang dia lakukan?
Harry mengerang kesakitan seraya terus memegangi kepalanya. Aku membungkuk dan membantunya berdiri. Aku membantunya berjalan dan duduk di sofa yang tak jauh dari keberadaanku.
"Lisa! Tolong ambilkan air hangat di mangkuk besar dan handuk kecil!" perintahku, setengah berteriak.
Harry masih mengerang kesakitan. Dia memejamkan mata dan tangannya menyentuh kepalanya.
"Harry, kau baik-baik saja?" tanyaku khawatir. Dia terlihat sangat kesakitan.
"Kekepalaku rasanya ingin pecah," ujar Harry yang semakin membuatku bertambah cemas. Aku bangkit dan berdiri di hadapan Harry yang tengah duduk. Aku menggerakkan tanganku menuju ke kepala bagian belakang Harry yang tadi berbenturan langsung dengan lantai. Aku menyingkirkan tangan Harry yang menutupi kepalanya.
"Apa masih sakit?" tanyaku, benar-benar cemas. Harry hanya diam, tak menjawab apapun. Lisa juga sangat lama mengambil air hangat yang aku minta. Aku bahkan tak yakin dia mendengar perintahku.
Aku menjauhkan tanganku dari kepala Harry sadar menyadari jika Harry tengah menatapku dengan lekat. Aku mundur beberapa langkah dengan gugup dan beralasan, "ehm, aku...aku akan mengambilkan air hangat untuk mengompres kepalamu. Sepertinya Lisa tidak mendengarkan perintahku."
Aku berbalik dan baru hendak pergi saat Harry meraih pinggulku dan membuatku jatuh ke dalam pangkuannya. Aku benar-benar berada di pangkuannya. Aku menatapnya gugup dan dia menatapku sangat lekat. Aku ingin memberontak, tapi faktanya, aku tak berkutik. Aku dapat melihat sinar hijau dari matanya. Sangat indah.
"Aku tak punya hubungan apapun dengan Kendall, Tay. Kau harus percaya denganku," Harry mulai bersuara, terdengar sangat lemas. Aku hanya diam.
Harry menarik nafas, dia melingkarkan lengannya pada pinggangku, seperti menahanku agar tak pergi menjauh darinya. Dia masih menatapku lekat. "Aku memang bukan pria baik-baik, seperti yang kau harapkan, tapi sungguh, Tay, aku berjanji, aku akan melakukan yang terbaik untukmu. Aku tak akan pernah mengingkari janjiku."
Aku diam dan berpikir keras sebelum memberi balasan, "kau bebas, Harry. Kau tidak perlu melakukan apapun untukku. Jikapun kau punya hubungan dengan Kendall, tak masalah, bukan? Kenapa kau harus menjelaskan semuanya padaku? Aku dan kau tak terikat dengan apapun." Aku mencoba untuk bangkit dari pangkuan Harry namun, Harry malah mempererat pelukannya di pinggangku.
"Aku tahu, kau terluka, Tay. Aku tahu, kau sedih saat melihatku dengan Kendall di televisi dengan beita bodoh yang mereka buat. Aku tahu, kau cemburu. Aku tahu semuanya! Kau mungkin bisa berbohong, tapi matamu tidak, Tay!" Harry berkata penuh penekanan kepadaku. Aku hanya diam. Jadi, dia tahu perasaanku padanya?
"Aku tahu semua berawal dari perjodohan bodoh yang direncanakan oleh orang tua kita dan sekarang, aku akan sangat berterima kasih dengan mereka karena mereka telah mempertemukanku denganmu. Kau tahu, Tay? Kau adalah gadis pertama yang membuatku gelisah tiap malam karena tak bisa berhenti memikirkanmu. Kau adalah gadis pertama yang membuat segalanya yang ada di hidupku, terlihat lebih menarik untuk dinikmati. Kau yang memberi nafas kehidupan untukku. Aku mencintaimu, Taylor Alison Swift."
Aku diam mendengar kalimat panjang yang Harry ucapkan. Sangat bodoh. Aku bahkan tak tahu harus merasa apa. Aku ragu, apakah Harry benar-benar serius denganku atau dia hanya akan menjadikanku korban dari permainan berikutnya?
"Seharusnya kau mengatakan hal itu kepada Kendall. Bukan aku." aku menekankan dan mencoba kembali melepaskan diri, tapi tenaga Harry tak sebanding denganku. Dia masih menahanku di pangkuannya.
Aku berusaha meronta dan melepaskan diri saat tiba-tiba saja, Harry menempelkan bibirnya di bibirku, membungkam segalanya dengan bibirnya yang lembab. Aku hanya dapat diam selama beberapa saat sebelum akhirnya, mendorong tubuh pria itu agar menjauh dariku. Aku bangkit berdiri dan bergidik menatapnya.
"Tidak seharusnya kau melakukan hal itu padaku! Aku bukan gadis murahan yang bisa kau cium begitu saja!" bentakku. Harry ikut bangkit berdiri dan berdiri di hadapanku.
"Aku menciummu karena aku mencintaimu, Tay! Apa yang harus aku lakukan untuk membuktikan jika aku benar-benar mencintaimu? Kau mempercayai gosip-gosip murahan tentangku dan kau tak pernah mempercayaiku sekalipun aku sangat mempercayaimu. Aku serius untuk kali ini, Tay. I'm in love with you and I will do anything to you." aku dapat mendengar nada memohonnya yang sangat kentara.
"Aku tak peduli, Harry. Sekarang, lebih baik kau enyah dari pandanganku! Aku tak mau bertemu denganmu lagi!" aku mengusirnya. Harry menarik nafas panjang dan menghelanya perlahan. Dia tersenyum pedih, dia terlihat sangat sakit akan ucapanku.
"Baiklah jika itu maumu. Ya, aku memang tak akan pernah menjadi yang terbaik untukmu. Aku seorang playboy. Aku seorang womanizer. Aku tak punya komitmen. Aku tak punya keseriusan. Terserahlah dengan semua pendapat orang lain yang menurutmu benar, tapi aku hanya ingin kau tahu jika...hatimu akan menunjukkan pendapat mana yang benar dan saat kau sudah menemukan pendapat itu, aku akan merentangkan tanganku untuk menyambutmu, selalu."
Harry melangkah lemas, meninggalkanku. Dia terlihat sangat lemah dan sakit. Astaga, apa aku melakukan kesalahan? Bagaimana jika dia benar-benar serius dengan ucapannya dan aku tidak mempercayainya? Tidak. Aku tidak bisa mempercayainya. Dia orang asing yang baru masuk ke dalam hidupku. Aku tidak bisa mempercayai orang asing sepertinya.
****
Aku kembali ke apartemenku setelah mengadakan meeting dengan Scott di kantornya. Aku tak fokus mengikuti meeting jadi, yang aku lakukan hanyalah menganggukkan kepala mengerti dan terus berharap agar meeting segera selesai.
Baru hendak masuk ke dalam rumah, aku sudah melihat Dad dan Mom yang ke luar dari rumah dan tampak terburu-buru. Mereka menatapku dan Dad berkata, "anak Robin mengalami kecelakaan dan sekarang dia berada di rumah sakit, Tay. Kau mau ikut dengan kami?"
Aku terdiam. Lututku mulai melemas. Tuhan, apalagi ini?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top