12 : Morning Suprise

Aku mengerjapkan mataku dan membukanya secara perlahan. Aku merenggangkan otot-otot tubuhku sambil menguap. Kemudian, aku diam sejenak, memejamkan mata sebelum akhirnya, membukanya kembali. Aku menoleh ke arah jam yang terpaut di dinding kamarku. Menunjukkan pukul sembilan pagi.

Aku menarik nafas dan menghelanya perlahan. Aku baru tiba dari Irlandia sekitar delapan jam yang lalu dan sepertinya, aku masih harus memejamkan mataku dan masuk kembali ke dalam dunia bawah sadarku. Tapi, entah ada angin apa, aku malah terjaga dan tak bisa memejamkan kembali kedua mataku. Sial.

Dengan sangat terpaksa, aku bangkit dari ranjang dan berjalan menuju ke bathroom. Aku langsung membasuh tubuhku dan mengganti pakaian tidurku dengan pakaian santai. Karena dua hari yang lalu, aku baru mengisi acara di Irlandia, hari ini, aku mendapat jatah libur. Hanya dua hari. Hari ini dan besok. Setelahnya, aku disibukkan dengan jadwal pemotretan, wawancara, dan lain-lain yang berhubungan dengan album terbaruku, Red.

Tepat setelah aku selesai merapikan penampilanku, pintu kamarku terketuk, tanpa ada suara orang yang memanggil namaku. Biasanya, Austin atau Mom sangat senang mengetuk pintu dan meneriakkan namaku saat aku sedang asyik tertidur pulas. Ayolah, siapa, sih, yang tidak suka tidur?

Aku berjalan gontai menuju ke pintu kamarku dan membukanya malas-malasan.

"Selamat pagi, Princess Swift."

Aku membulatkan mataku—sepertinya, mulutku juga membentuk huruf O—saat mendapati seorang pemuda tinggi yang mengenakan kaus sedikit longgar berwarna hitam dan celana jeans pendek berwarna pudar, berada di hadapanku, membawa piring berisi sebuah roti dengan selai kacang dan segelas susu.

"Harry? Apa yang kau lakukan di sini?" tanyaku tanpa menghiraukan salamnya tadi. Harry tersenyum lebar, gaya khasnya.

"Aku membawakan menu sarapan—walaupun, aku tak yakin ini masih pagi—untuk Princess Swift."

"Bagaimana kau bisa ke sini? Maksudku, bukankah kau seharusnya kembali ke London?" Aku bertanya refleks, mengeluarkan semua yang ada di kepalaku.

"Sabar, Miss. Swift. Sekarang, kau mau sarapan di mana? Aku lelah membawa semua ini," Harry menunjukkan apa yang ada di tangannya. Aku terkekeh sebelum benar-benar ke luar dari kamarku.

Aku menutup pintu kamar sebelum berkata, "bagaimana jika kita mengobrol di tepi kolam renang?"

****

Harry memaksaku menghabiskan menu sarapan yang dia bawakan karena katanya, dia tidak mau aku sakit jika tidak sarapan. Setelah itu, aku dan dia duduk bersebelahan di tepi kolam renang, menceburkan kaki kami di kolam dan menggerakkannya sesekali.

"Aku dan bandku akan mengadakan promosi di Amerika dan tempat pertama yang kami kunjungi adalah New York. Aku baru sampai sejam lalu dan langsung menuju ke rumahmu." Harry menjelaskan.

"Kau tahu di mana keberadaan orangtuaku dan Austin?" tanyaku.

"Orangtuamu dan Austin pergi saat aku sampai. Acara keluarga. Memancing." Jawab Harry santai.

"Apa? Acara keluarga? Memancing? Oh, baiklah. Itu berarti, mereka tidak menganggapku sebagai keluarga mereka, kan? Baik, baik." Aku melipat tangan di depan dada, setengah kesal. Bayangkan saja, bagaimana bisa orangtua dan adikku pergi untuk memancing bersama tanpa berpamitan atau setidaknya, memberitahuku jika mereka akan pergi memancing. Aku merasa terasingkan saat ini.

"Mereka tahu kau lelah, Tay. Itulah alasan kenapa mereka tidak mengajakmu. Lagipula, mereka menitipkanmu padaku." Ujar Harry.

"Aku bukan anak kecil yang harus dititipkan." Kataku ketus.

Harry terkekeh dan tiba-tiba saja, dia sedikit membungkukkan tubuhnya untuk mengambil air di kolam renang dengan telapak tangannya dan menciprati air tersebut kepadaku. Membuat wajahku basah.

"Kau memang bukan anak kecil, Taylor tapi, kau masih seperti anak kecil." Harry kembali menciprati air kolam kepadaku.

"Hentikan!" Aku meminta Harry berhenti karena dia terus saja mencipratiku dengan air kolam.

"Harry, stop it!"

Akhirnya, aku juga ikut mengambil air di kolam renang dan mencipratinya ke Harry. Harry mengaduh dan kembali balas mencipratiku.

Aku dan Harry tampak seperti anak kecil. Kami bermain air kolam dengan penuh canda tawa. Seakan-akan, bermain air seperti ini adalah salah satu hal paling menyenangkan di dunia.

****

"Kau membuatku basah, Tay!"

Harry menyalahkanku saat aku dan dia telah selesai bermain air dan masuk ke dalam rumah. Aku memutar bola mataku dan meraih handuk yang telah di bawakan salah satu pelayanku. Ada dua handuk yang di bawa pelayanku itu dan salah satu handuk aku lemparkan kepada Harry.

"Kau yang memulai terlebih dahulu, Harry! Padahal, aku baru saja mandi dan mengganti pakaian. Kau membuatku harus mandi dan mengganti pakaian lagi!" Aku mengeringkan rambutku yang basah dengan handuk, Harry juga melakukan hal yang sama.

"Aku akan mandi lagi dan kau bisa meminjam pakaian Austin, Harry. Kamar Austin bersebelahan dengan kamarku. Dia tidak pernah mengunci pintu kamarnya jadi, kau bisa masuk ke dalam sana dan mengganti pakaianmu yang basah itu," perintahku. Harry menganggukkan kepala.

Aku segera berjalan menuju ke kamarku untuk kembali membasuh tubuhku dan mengganti pakaian. Harry berada di belakangku, menuju ke kamar Austin yang berada di samping kamarku.

Butuh waktu tiga puluh menit untukku merapikan kembali penampilanku. Setelah memastikan semuanya tidak berantakan seperti sebelumnya, aku ke luar dari kamarku dan berjalan menuju ke ruang tengah. Harry sudah selesai mengganti pakaian. Pemuda itu tampak tengah menyaksikan berita di televisi dengan segelas kopi di atas meja. Astaga, sepertinya, yang tuan rumah di sini adalah dia, bukan aku.

Harry menyadari keberadaanku setelah sekitar dua menit aku berdiri di belakangnya. Pemuda itu menyunggingkan senyuman terbaiknya seraya berkata, "hei, Tay! Kemarilah. Apa yang kau lakukan di sana? Lebih baik kau menemaniku menonton berita." Seperti sebuah komando, aku menurut dan duduk di sampingnya.

Sebenarnya aku tak mengerti dengan berita yang ditampilkan di televisi itu. Aku kurang tertarik dengan dunia politik dan hampir keseluruhan berita yang aku dan Harry tonton, tentang politik. Tapi, untungnya, di saat aku mulai benar-benar jenuh, berita pun dialihkan menjadi berita tentang selebriti dan aku melihat diriku sendiri berada di layar televisi, tengah diwawancarai mengenai album terbaruku, Red, kemarin malam.

"Aku baru sadar jika kau yang asli dan kau yang ada di televisi sangat berbeda," gumam Harry tanpa menoleh ke arahku. Matanya tetap fokus pada televisi.

"Apa maksudmu? Kau menyindirku?" Aku memicingkan mata menatapnya, menuduh.

Harry menoleh dan menggelengkan kepala. Wajahnya sangat polos. Seperti seorang bayi.

"Untuk apa aku menyindirmu? Aku mengatakan yang sejujurnya jika...."

"Jika aku yang asli sangat berbanding terbalik dengan aku yang ada di televisi. Ya, aku tahu, Harry. Aku yang berada di televisi adalah aku yang sudah diberi tambahan atau efek khusus sehingga terlihat jauh lebih cantik di sana daripada aku yang asli." Aku berkata malas-malasan.

"Siapa yang bilang seperti itu?" tanya Harry.

"Aku sendiri."

"Berarti, pendapatmu dan pendapatku cukup berbeda jauh. Kau tahu? Menurutku, kau yang di televisi memang cantik tapi, kau yang ada di sampingku saat ini, jauh lebih cantik. Aku jujur, Taylor. Kau cantik. Sangat cantik, bahkan. Aku rasa, hanya pria gay yang tidak menyukaimu."

Sepertinya, pipiku merona atas ucapan Harry.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top