11 : EMA
Sudah sekitar sebulan lamanya aku tidak bertemu dengan Harry sejak aku mengantarnya ke bandara. Sudah dua minggu lamanya pula, album baruku yang diberi nama Red, dirilis di seluruh dunia. Aku cukup senang karena banyak yang menyukai albumku. Dalam pekan pertama, penjualannya saja sudah mencapai angka satu juta dua ratus. Aku sangat bersyukur.
Malam nanti, aku akan mengisi sebuah acara ajang penghargaan yang cukup terkenal di dunia. Europe Music Awards, namanya. Acara itu akan diadakan di Irlandia dan aku sudah berada di kota indah ini sejak kemarin. Sebenarnya, aku ingin sekali mengunjungi beberapa tempat wisata yang ada di negara ini tapi, sayangnya, terlalu beresiko.
Puluhan penggemarku di sini mendirikan tenda di sekitar hotel tempatku berada. Bukannya aku tidak mau bertemu mereka, hanya saja, bodyguard-ku tidak mengizinkan aku menemui mereka. Demi keamananku dan keamanan mereka. Lagipula, bukankah malam nanti, aku akan tampil untuk menghibur mereka dan masyarakat Irlandia yang ada di sana?
Ah, ya, malam nanti, aku akan tampil membawakan single pertamaku di album Red, yaitu: We Are Never Ever Getting Back Together. Aku tak tampil sendiri tentu saja. Aku tampil bersama bandku, The Agency dan akan ada beberapa dancer nantinya. Aku tak sabar untuk segera tampil di hadapan rakyat Irlandia. Semoga saja mereka menyukai penampilanku nanti. Semoga saja semuanya berjalan dengan baik.
****
Acara EMA baru akan dimulai sekitar tiga jam lagi dan aku harus bergegas untuk rehearsal di sana. Padahal, aku masih kekurangan jam istirahat tapi, ya, sudahlah. Mengeluh terus-menerus tidak akan menyelesaikan permasalahan, kan?
Setelah mengganti pakaian dan sedikit berdandan karena mustahil, kan, jika penggemarku yang telah dua hari membuat tenda di luar hotel melihatku dalam kondisi yang terlalu natural bahkan terlihat sangat pucat? Jadi, tak salah jika aku berdandan.
Aku meraih tas dan memasukkan ponsel, dompet, dan headsetku di sana. Aku baru ke luar dari kamar hotelku saat Tom menjemputku. Tom memang wajib ikut ke manapun aku pergi. Dia supir pribadi sekaligus bodyguard untukku. Orangtuaku sangat percaya dengannya dan dia sangat baik denganku.
Tom berjalan mendahuluiku setelah menyapaku ramah. Dia berjalan di depanku dan aku mengekorinya. Kami masuk ke dalam sebuah elevator bersama dua orang petugas keamanan yang akan mengamankanku juga.
Kamarku di hotel ini berada di lantai 13. Elevator akhirnya terhenti di lantai 1. Tom, aku dan kedua petugas keamanan itu ke luar dari dalam elevator dan di saat bersamaan, aku menghentikan langkahku saat sadar akan siapa yang berada di hadapanku dan hendak masuk ke dalam elevator.
"Taylor?"
"Harry?"
Harry berjalan mendekatiku seraya tersenyum sementara Tom mulai sedikit menjauh, tahu jika aku dan Harry butuh waktu hanya berdua.
"Hey." Harry melambaikan tangannya sekilas, aku juga membalas dengan tindakan yang sama.
"Aku tak tahu jika kau menginap di hotel ini," aku mulai memberanikan diri membuka percakapan yang lebih menyeluruh. Harry tersenyum, menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal sebelum meletakkan kedua tangannya di saku celana jeans sobeknya.
"Sebenarnya, aku baru saja sampai dan baru akan menuju ke kamar tempatku akan menginap. Teman-temanku yang lain sudah sampai sejak kemarin." Harry menjelaskan.
"Teman-temanmu?" tanyaku bingung.
"One Direction, Tay. Aku dan bandku akan tampil di EMA malam ini. Apa kau tampil di sana juga?" tanya Harry. Aku menganggukkan kepala antusias. Jadi, Harry dan bandnya akan tampil di EMA juga? Kenapa aku tak tahu?
"Aku baru saja ingin ke sana untuk rehearsal. Well, maaf, Harry, sepertinya aku harus bergegas." Aku sadar aku harus segera pergi melakukan rehearsal. Aku mengedarkan pandanganku mencari keberadaan Tom yang tampaknya sudah bersiap di dekat pintu ke luar hotel.
"Baiklah. Sampai bertemu nanti malam. Break your legs!" Harry mengelus lembut lenganku sebelum melangkah melewatiku, menuju ke pintu elevator yang terbuka kembali. Aku tersenyum dan melangkahkan kakiku ke luar dari hotel.
****
Acara EMA berlangsung sangat meriah. Aku memenangkan beberapa penghargaan dan penampilanku juga sangat dihargai oleh rakyat Irlandia. Tadi, aku juga melihat penampilan langsung Harry dan bandnya yang bernama One Direction. Mereka menyanyikan lagu yang akhir-akhir ini, sering terdengar di telingaku. Saat mereka bernyanyi, aku bisa mendengar teriakan yang sangat heboh dan banyak sekali gadis yang meneriakkan satu per satu nama personil One Direction. Yang terbanyak adalah Harry. Penggemar pria itu sepertinya sangat banyak.
Selama acara, aku tak berpapasan sedikitpun dengan Harry namun, sebelum acara selesai, aku mendapatkan pesan dari pemuda itu. Dia memintaku menunggu di backstage setelah acara ini selesai dan aku menurut. Acara selesai lima menit yang lalu. Setelah bersalam sapa dengan beberapa bintang tamu yang menyapaku dan aku kenal, aku segera berjalan menuju ke backstage.
Aku diam di sana seraya melihat orang-orang yang hilir mudik pergi menuju ke tempat diadakannya afterparty. Lima menit menunggu, barulah Harry datang, tampak sangat kelelahan dan berkeringat. Dia mengatur pernafasannya saat sampai di hadapanku sebelum menegakkan kembali tubuhnya seraya tersenyum.
"Maaf membuatmu menunggu lama," ujarnya. Aku tersenyum kecil dan melipat tanganku di depan dada.
"Jadi, untuk apa kau memintaku menunggumu di sini, Styles? Tom menungguku," kataku.
"Aku sudah meminta Tom untuk kembali ke hotel jadi, malam ini, aku yang akan mengantarmu kembali ke hotel." Harry tersenyum lebar, memamerkan gigi-gigi putih bersihnya. Aku memiringkan bibirku, berlagak sok angkuh.
"Kau pasti tidak langsung mengantarku kembali ke hotel, Styles. Aku tahu jalan pikiranmu."
Harry terkekeh. "Kau tahu jalan pikiranku? Bagaimana menurutmu, jika Tuhan telah menghubungkan pikiranku dan pikiranmu? Apa jangan-jangan..." Harry mempertimbangkan untuk melanjutkan ucapannya.
Aku menatapnya curiga. "Jangan-jangan apa?"
"Kau," dia menunjuk ke arahku, "dan aku," kali ini, dia menunjuk dirinya sendiri sebelum berkata ceria, seperti anak kecil, "berjodoh."
Aku tertawa kecil. "Jangan bodoh, Harry. Ayo pergi!" Aku berbalik dan berjalan mendahului Harry yang mulai memanggil namaku. Harry, sebenarnya, aku senang saat kau berkata seperti itu.
****
Harry membawaku berkeliling Irlandia dengan mobil yang dia kendarai dengan sangat santainya. Melihat pemandangan indah Irlandia di malam—atau pagi?—hari. Sekarang sudah pukul satu dini hari. Di saat yang lain pulang ke hotel untuk beristirahat atau masih berada di afterparty, aku malah menghabiskan waktu berkeliling Irlandia, bersama pria yang akhir-akhir ini selalu muncul dalam benakku.
"Taylor?"
Perhatianku yang semula fokus pada jalan, beralih menuju Harry yang memanggilku.
"Ya?" tanyaku.
"Kapan kau kembali ke New York?" tanya Harry lembut dengan tatapan fokus pada jalan.
"Siang ini." jawabku seraya melirik ke arah ponselku.
"Apa kau mau aku mengantarmu kembali ke hotel sekarang sehingga kau bisa beristirahat sebelum kembali ke New York?" tanya Harry sopan, nadanya terdengar sangat dewasa.
Aku terkekeh. "Berani bertaruh? Sesampainya di kamar hotel, aku pasti tidak akan bisa tertidur."
"Tapi, kau harus banyak istirahat. Aku akan mengantarmu kembali ke hotel sekarang. Maaf sudah membuatmu berada bersamaku di sini dan kelelahan karenaku." Harry berkata penuh perhatian.
Aku tersenyum dan menggelengkan kepalaku. "Tak apa. Setidaknya, aku senang kau membawaku berkeliling Irlandia. Kau tahu? Sejak sampai di sini kemarin, aku hanya menetap dan tinggal di dalam hotel. Tak ada yang mengizinkan aku ke luar dari hotel. Terlalu banyak penggemar di sana."
Harry tersenyum miring. "Kau bintang, Taylor. Jelas saja banyak yang merelakan waktu hanya untuk melihatmu."
"Kau juga bintang, Harry. Kau harus dengar, seberapa kerasnya suara penggemarmu saat kau dan bandmu bernyanyi tadi," aku melipat tangan di depan dada dan Harry terkekeh.
"Itu belum seberapa, Tay. Pernah ada seorang gadis yang tiba-tiba saja menghampiriku, memelukku hingga aku sesak nafas dan setelah melepaskan pelukannya, dia berteriak tepat di dekat telingaku." Aku tertawa.
Aku dan Harry terus mengobrol tentang pengalaman kami masing-masing saat menghadapi penggemar hingga tak terasa, mobil yang dikendarai Harry berhenti tepat di depan pintu hotel tempatku menginap. Hei, bukankah Harry juga menginap di sini?
Mobil sudah terparkir dengan mulus tapi, aku dan Harry masih diam saja di dalam. Bingung harus melakukan apa sampai akhirnya, Harry mendapatkan sebuah ide.
"Apa aku harus mengantarmu ke kamar hotel?" tanyanya.
Refleks, aku menggelengkan kepala. "Harry, aku tak mau tidur sekarang. Bagaimana jika kita ke Starbucks dan meminum kopi di sana? Udara cukup dingin." Aku menggosok-gosokkan telapak tanganku. Harry menganggukkan kepala setuju sebelum melepaskan sabuk pengaman yang melilit di tubuhnya, begitupun aku.
Setelah melepaskan sabuk pengaman, aku hendak membuka pintu mobil namun, Harry malah menahan tanganku. Aku kembali duduk dan menatapnya bingung. Aku hanya dapat diam saat dia melepaskan jas hitam yang dia kenakan dan tiba-tiba saja menyelampirkan jas itu di tubuhku. Belum sempat aku berkomentar, dia sudah berkata, "di luar dingin. Tubuhmu harus tetap hangat."
Kemudian, kami berdua berjalan ke luar dari mobil menuju ke Starbucks untukt meminum kopi.
Tuhan, kurasa, aku sudah benar-benar luluh oleh pria berambut curly ini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top