01 : Photoshoot
Terkadang, aku ingin hidup normal seperti gadis-gadis lain yang berada di luar sana. Aku ingin tahu bagaimana rasanya pergi ke kampus. Aku ingin tahu bagaimana rasanya mempunyai banyak teman. Aku ingin tahu rasanya berkumpul bersama teman-temanku, membicarakan tentang senior yang masing-masing dari kami sukai. Aku ingin tahu rasanya datang ke acara prom night dan berdansa dengan teman-temanku yang juga berdansa di dekatku bersama pasangan mereka masing-masing.
Andai saja aku bisa merasakan semua hal itu. Andai saja aku bisa merasakan bagaimana menjadi seorang mahasiswi. Pasti akan menyenangkan. Daripada melakukan pekerjaan melelahkan seperti yang aku lakukan tiap hari, sebagai rutinitas.
Namaku Taylor Swift. Mendengar namaku, pasti tak akan ada yang asing. Namaku memang cukup terkenal di Amerika―atau bahkan di seluruh dunia―sebagai seorang penyanyi pop-country. Selain itu, mereka juga mengenalku karena karya-karyaku yang dapat dikatakan terlalu 'jujur'. Tapi, itulah aku. Aku menulis lagu tentang sesuatu yang mau aku tulis. Di antaranya, tentang seorang pemuda tampan yang berselingkuh dariku di saat aku sangat mencintainya dan rela melakukan apapun untuknya.
Pemuda yang aku maksud itu bernama Joe Jonas. Dia juga seorang penyanyi, lebih tepatnya personil dari band terkenal asal Amerika, The Jonas Brothers. Banyak orang yang mengatakan jika dia sangat tampan. Sayangnya, penilaian itu tidak berlaku lagi untukku. Sejak dia berselingkuh dengan seorang aktris bernama Camila Belle, aku membencinya. Penilaian positifku tentangnya berubah menjadi negatif. Sampai sekarang, mungkin aku belum bisa memaafkan pemuda itu walaupun, berulang kali dia meminta maaf padaku.
Bagaimana aku bisa memaafkan orang yang sudah mengkhianati dan mengabaikan kesungguhanku untuk mencintainya? Tidak akan, Joe. You're not sorry anymore.
Sejak aku mengakhiri hubunganku dengan Joe, aku belum memulai hubungan baru dengan pria lainnya. Sebenarnya, sudah sangat banyak pria yang mendekatiku. Hanya saja, belum ada yang bisa benar-benar membuka kunci hatiku. Walaupun begitu, bukan berarti aku tidak bisa melupakan Joe. Aku sudah melupakannya, sungguh. Tapi, ya, aku belum menemukan orang lain untuk mengisi hatiku.
"Taylor!"
Teriakan khas yang sudah pasti adalah teriakan Mom-ku adalah suara yang selalu kudengar tiap pagi. Aku menoleh ke arah jam berbentuk hati yang terpaut di dinding kamarku. Sudah pukul sembilan pagi. Hari ini, aku bangun jauh lebih awal daripada sebelumnya. Biasanya, aku selalu bangun pukul sepuluh ataupun sebelas. Insomniaku sudah sangat akut sepertinya.
"Taylor!"
Teriakan Mom yang kali ini di sertai dengan ketukan keras di depan pintu kamarku benar-benar membuatku jengkel. Aku bangkit dari ranjang tidurku dan mengenakan sandal berbentuk kuda milikku. Aku mengikat rambutku ke belakang terlebih dahulu dan suara Mom kembali menggema.
"Taylor! Sudah jam berapa sekarang? Kau harus bersiap!"
Aku menarik nafas dan berjalan menuju ke pintu kamar. Aku membuka pintu dan mendapati Mom tengah berdiri di sana dengan wajah cerianya. Dia sangat ceria, berbanding terbalik denganku.
"Aku masih mengantuk, Mom. Aku tidur pukul empat hari ini."
"Salahmu sendiri, terjaga di malam hari. Cepat siap-siap. Bukankah kau ada pemotretan untuk majalah Vogue siang ini?" Mom mengingatkan. Aku menganggukkan kepala lemas. Sepertinya, baru kemarin aku melakukan pemotretan dengan sebuah majalah. Sekarang aku harus melakukan pemotretan lagi.
Kapan aku bisa bebas, walau hanya sehari saja?
****
Mobil yang dikendarai Tom―nama supir pribadiku―berhenti di sebuah studio foto. Di sana tampak sangat ramai oleh beberapa gadis remaja. Apa yang mereka lakukan di sana? Apa mereka akan mengikuti sebuah sesi pemotretan juga? Tapi, mana mungkin sebanyak itu. Apa dia penggemarku? Bisa jadi. Tapi, tak pernah ada penggemar sebanyak ini di saat aku melakukan sesi pemotretan. Biasanya hanya ada belasan karena pasti adalah salah satu kru yang meminta mereka untuk pergi. Sedangkan sekarang? Puluhan atau bahkan ratusan.
Aku ke luar dari mobil dan beberapa gadis itu tampak melihatku dalam diam sebelum berteriak memanggil namaku.
"Taylor! Taylor Swift!"
"Oh my God, kau sangat cantik!"
"Taylor, I love you!"
Mereka berteriak seperti itu dan membuatku tersenyum tipis. Aku meneruskan langkah kakiku, dengan beberapa petugas keamanan yang melindungiku dari para gadis itu. Aku melangkah menuju ke pintu masuk studio. Di saat aku baru saja masuk, aku berpapasan dengan beberapa orang pemuda tampan yang sepertinya baru saja melakukan pemotretan.
"Hei, bukankah kau Taylor Swift?"
Langkah kakiku terhenti saat salah seorang pemuda itu menyebut namaku. Aku menoleh ke arah pemuda berambut pirang yang menyebut namaku itu. Aku tersenyum kepadanya.
"Hello," sapaku.
Pemuda itu berjalan ke arahku. Dia tampak sangat ceria dan menyenangkan. Dia mengulurkan tangannya di hadapanku. "Hai, Taylor. Kau sangat cantik. Well, perkenalkan, namaku Niall Horan. Aku salah satu personil dari One Direction. Kau adalah salah satu penyanyi dan penulis lagu favorite-ku!"
Aku tersenyum manis. Jadi, lima pemuda tampan ini adalah personil dari One Direction, band yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan publik? Band fenomenal yang terbentuk karena sebuah ajang pencarian bakat di Inggris? Aku baru kali ini melihat mereka secara langsung. Ternyata, mereka semua benar-benar tampan.
"Hai, Niall. Senang berkenalan denganmu. Terima kasih telah mendengarkan karya-karyaku. Aku juga suka beberapa lagumu." Aku berkata tulus, sesekali melirik ke empat personil lainnya yang juga tampak menatap ke arahku sambil tersenyum. Kecuali, personil dengan rambut curly yang tengah asyik bertelepon itu.
"Wah, aku tak percaya kau mendengarkan lagu bandku. Terima kasih banyak. Hei, apa kau akan melakukan pemotretan juga?" tanya Niall ramah. Aku menganggukkan kepalaku dan segera melihat jam yang melingkar di tanganku. Sudah jam satu siang. Aku harus masuk ke dalam studio sekarang.
"Maaf, Niall. Kita bisa bicara lagi nanti. Aku harus melakukan pemotretan sekarang. Senang bertemu denganmu." Aku berpamitan kepada Niall sambil melemparkan senyuman kepada ketiga personil One Direction lainnya yang memperhatikanku. Si rambut curly itu masih asyik dengan ponselnya.
"See you again, Taylor."
Niall melambaikan tangan kepadaku ketika aku mulai melangkahkan kaki masuk ke dalam studio, tempat diadakannya pemotretan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top