32
"Tapi, kamu hanya mencintaiku, Bian. Kamu yang bilang itu padaku."
Vanessa tengadah sembari menatap sepasang mata bening milik Bian. Pria itu sudah melepaskan pelukan Vanessa meski wanita itu enggan melakukannya.
"Dulu."
"Nggak Bian. Sekarang kamu juga masih mencintaiku," tandas Vanessa. Rupanya wanita itu masih ngotot juga. "dia bukan tipe kamu. Aku sangat tahu itu." Tangan Vanessa mengarah kepada Alexa yang masih merapatkan tubuhnya pada tembok.
"Ya, kamu benar. Dia memang bukan tipeku."
Hati Alexa bergetar hebat mendengar pengakuan jujur yang keluar dari bibir Bian. Tepat. Dugaan-dugaannya tentang Bian semuanya benar. Bian hanya sedang bercanda dengannya. Juga tentang pernikahan ini.
"Tapi, aku mencintainya."
Alexa menoleh ke arah Bian setelah kalimat itu meluncur dari bibir pria itu sedetik kemudian. Menghancurkan pemikiran negatif di dalam kepala Alexa seketika. Bohongkah ia?
"Nggak mungkin... "
Suara serak Vanessa tersendat. Sepertinya ia terlalu shock mendengar pernyataan Bian barusan. Kepala wanita itu menggeleng tak tentu.
"Ada banyak hal yang berubah setelah aku bertemu dengannya, Nes." Bian menoleh pada Alexa yang tertegun menatapnya. "dia mewarnai hari-hariku yang kosong dengan tawa dan keceriaannya. Semakin hari aku ingin semakin mengenalnya, bersama dengannya, dan sekarang aku ingin menghabiskan sisa umurku dengannya. Memang, dia nggak secantik kamu. Tapi, buatku dia tetaplah yang tercantik." Bian melempar sebuah senyum tipis ke arah Alexa yang sedang bengong seperti orang linglung.
Vanessa tertegun beberapa saat. Air mata tiba-tiba berhamburan keluar dan membuat lapisan eyeliner yang membingkai kedua matanya luntur. Wanita itu membalikkan tubuh lantas pergi meninggalkan tempatnya berdiri. Tanpa pertanyaan atau protes sekalipun. Ia terlalu malu untuk membantah ucapan Bian yang sudah menyinggung perasaannya.
Oh, Tuhan! Benarkah yang ia ucapkan barusan? Benarkah aku seistimewa itu buatnya? Ini bukan mimpi kan?
Alexa tak lagi ingin menatap punggung Vanessa yang bergerak menjauh dengan segenap kekecewaan hatinya. Ia hanya menatap Bian dengan sebuah tanda tanya terpasang di masing-masing manik matanya.
"Aktingmu bagus, Bian," celutuk Alexa kemudian. Ia ingin sekali mempercayai ucapan Bian, tapi pikirannya berkata lain. "aku hampir aja tertipu dengan ucapanmu." Gadis itu masih juga menyembunyikan gejolak di dalam dadanya dengan mengukir senyum tipis di bibirnya. Ia masih terlalu takut untuk mempercayai ucapan pria itu.
Bian terkekeh.
"Benarkah?"
"Ya," angguk Alexa dengan segenap kekecewaan yang membuncah ruah di dalam dadanya.
"Tapi, sayangnya aku nggak sedang berakting tadi." Bian melangkah ke hadapan Alexa dan menatap sepasang bulatan teduh di dalam matanya. Mimik wajahnya serius. Tak ada tanda-tanda bercanda di sana.
"Apa?" tanya Alexa terbata dan tanpa sadar.
"Apa yang kubilang barusan adalah apa yang kurasakan. Aku menyukaimu, Lex. Apapun, siapapun diri kamu. Kecantikan fisik bukanlah ukuran soal cinta, kamu paham?" Bian menyentil ujung hidung Alexa dengan gemas. "ah, sorry. Aku lupa kalau kamu masih demam."
Untuk pertama kalinya aku jatuh dalam pelukan Bian siang itu. Tangannya yang kokoh, yang biasa berkutat dengan alat-alat dapur, membuat adonan kue, kini melingkar di pinggangku. Dada bidangnya yang biasa kulihat terbungkus kemeja putih polos, di sanalah sekarang aku menyandarkan kepala sekarang. Hangat dan nyaman. Kupikir tempat paling nyaman di dunia adalah di sana, dalam rangkuman hangat dada Bian. Aku bisa menghirup dalam-dalam aroma tubuhnya yang menenangkan. Aroma cokelat. Aku juga bisa merasakan hembusan napasnya yang dalam dan hangat. Bahkan aku juga bisa menghitung setiap degup jantungnya yang berdetak seperti alunan jarum jam. Aku bahagia. Meski ini bukan cinta pertama, tapi, ini juga tetaplah disebut sebagai cinta...
Selesai
6 September 2017
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top