29
Alexa terpekur di kamarnya. Gadis itu duduk sembari menekuk lutut, sepasang mata yang menerawang, tanpa melakukan apa-apa. Tak ada jendela yang terbuka atau hujan yang turun untuk dipandanginya saat melamun. Tak ada musik atau suara rintik hujan yang menemaninya di saat gundah seperti ini. Hanya hening yang mengisi di ruang kamarnya.
Malam merambat pelan tak seperti biasa. Rasa kantuk yang ditunggunya juga belum menyapa dan sepertinya Bian belum pulang sampai detik ini. Mungkin kedai miliknya terlalu ramai atau pria itu ada urusan lain di sana. Entahlah. Alexa tak pernah berkomunikasi dengan Bian lewat telepon meski ia sudah menyimpan nomor pria itu. Bian pun sama. Ada sebuah sekat yang sama-sama mereka bangun di antara keduanya. Dan Alexa sudah menetapkan sejak awal jika masing-masing dari mereka tidak akan mencampuri urusan satu sama lain. Bian juga tampaknya memenuhi persyaratan itu.
Bagaimana jika Bian sedang bertemu dengan Vanessa sekarang?
Oh, no!
Alexa mengacak rambutnya sendiri. Kenapa ia jadi segalau ini saat membayangkan jika Bian sedang bertemu dengan Vanessa? Bagaimanapun juga sebelah hatinya tidak akan rela jika Bian jatuh ke tangan wanita itu meski ia tahu kalau mereka pernah menjadi sepasang kekasih beberapa tahun lalu. Andai Bian tahu wanita seperti apa Vanessa itu...
Ah, perut Alexa mendadak mengeluarkan bunyi. Seperti aliran air. Terlalu banyak berpikir membuatnya kelaparan.
Alexa tak mau memaksakan diri untuk menahan lapar seperti yang dilakukannya semalam. Ia harus mencari sesuatu di dapur untuk di makan, apapun itu. Mungkin ada kudapan di dalam kulkas, pikir gadis itu seraya menuruni anak tangga dengan langkah-langkah ringan.
Kosong. Tak ada kudapan di dalam kulkas seperti yang ia duga. Hanya beberapa bahan makanan, sayur dan buah yang menghuni kotak pendingin itu. Juga ada telur dan beberapa botol jus dalam kaleng yang ikut menghuni di sana. Tanpa makanan siap saji apapun.
Alexa menutup pintu kulkas dengan lesu. Apa Bian lupa untuk mengisi kulkas dengan sesuatu, donat sisa jualan misalnya? Kenapa juga ia belum pulang sampai jam segini? Apa Alexa harus menahan lapar sampai esok pagi?
"Lex."
Suara itu terdengar menyapa telinga Alexa setengah jam kemudian. Di saat gadis itu sedang termenung dan meletakkan kepalanya di atas meja makan. Posisi terbodoh yang pernah ia lakukan didepan Bian. Harusnya ia sudah mengangkat kepalanya saat mendengar suara mobil Bian, tapi, sayangnya ia terlalu asyik melamun dan tak mendengar suara apapun.
"Baru pulang?" Alexa mengangkat kepalanya dan balas menegur Bian yang bergerak ke meja makan. Di tangannya penuh dengan kantung belanjaan. Sepertinya pria itu baru saja pulang berbelanja dari supermarket. Dan Alexa merasa lega melihat Bian dan bawaannya.
"Kamu nungguin aku?" Bian meletakkan kantung-kantung belanjaannya di atas meja makan dan menatap heran ke arah Alexa.
"Aku lapar," ucap Alexa pelan. Jika ia tidak selapar ini, Alexa tidak akan duduk seperti orang bodoh di sana. "kamu nggak beli makanan?"
"Nih, aku tadi beli martabak manis," ucap Bian seraya menyodorkan sebuah kardus makanan ke hadapan Alexa. "kebetulan tadi di jalan ada yang jual," tambahnya melengkapi.
Alexa buru-buru membuka kotak di hadapannya dan mencomot sepotong martabak manis isi cokelat dari dalamnya.
Bian tersenyum melihat kelakuan Alexa dan tanpa memberikan komentar apapun ia langsung membongkar isi kantung belanjaannya untuk segera dimasukkan ke dalam kulkas. Sayur, buah, dan daging ia tata dengan rapi di dalam rak kulkas sementara Alexa sibuk mengisi perut.
"Apa kamu akan kembali pada Vanessa kalau dia bersikeras ingin kembali padamu?"
Pertanyaan Alexa seketika menghentikan gerakan tangan Bian. Pria itu tertegun selama beberapa detik lamanya lalu memutar tubuh menghadap gadis itu.
"Kenapa kamu bertanya seperti itu?" Pria itu mengerutkan dahi saat menatap Alexa. Gadis itu sudah menyelesaikan beberapa potong martabak manisnya dan sedang tertegun menunggu jawaban Bian.
Alexa menggeleng.
"Aku hanya ingin tahu," gumam Alexa pelan.
"Kamu mencemaskan soal itu?" Bian berangsur ke meja makan. Pria itu menggeser salah satu kursi dan mendudukinya. Tepat di hadapan Alexa. Pria itu menyodorkan jus dalam karton ke hadapan Alexa.
"Nggak," jawab Alexa cepat. "aku nggak mau mencampuri urusan kamu dengan Vanessa, kalau kamu balikan sama dia itu terserah kamu. Itu urusan kamu." Alexa membuat gaya bicaranya secuek mungkin. Seolah-olah tak peduli padahal dalam hati ia sangat peduli.
"Lalu kenapa kamu bertanya kalau kamu nggak mau mencampuri urusanku?" desak Bian. Sepasang matanya menangkap sebuah kecurigaan dari gelagat yang ditunjukkan gadis itu.
Alexa benar-benar merasa tersudut kali ini.
"Aku kan sudah bilang, aku hanya ingin tahu," gerutu Alexa sedikit kesal. "lagian kalian berdua cocok. Cuma... biasanya pria lebih rapuh ketimbang wanita kalau soal beginian. Mayoritas pria mau diajak balikan sama mantan pacarnya." Entah dari mana ia menyimpulkan hal semacam itu.
"Apa di majalahmu ada artikel semacam itu?" serang Bian.
Alexa mendengus mendengar pertanyaan seperti itu dari Bian. Pria itu malah senyum-senyum melihat reaksi Alexa.
"Karena aku melihat Vanessa sangat mencintaimu, Bian," ucap Alexa setelah berhasil mengembalikan ekspresi wajahnya ke bentuk normal. Kali ini ia memberikan pernyataan serius.
Bian juga sama. Ia sudah berhasil meredakan senyum yang sempat singgah di bibirnya. Pria itu menatap Alexa dengan tatapan tajam.
"Memangnya apa yang kamu tahu tentang Vanessa?" tanya Bian sembari mencondongkan tubuhnya ke depan.
Alexa terdiam. Bian sengaja memojokkannya lagi.
"Karena Vanessa adalah tipe orang yang akan melakukan apa saja untuk mendapatkan apa yang dia inginkan, dan sekarang dia menginginkanmu, Bian." Alexa sedikit menekan intonasi suaranya. Ia ingin sekali meyakinkan Bian jika Vanessa benar seperti yang Alexa ucapkan.
"Apa dia mengancammu?"
Alexa tercekat. Maksud kalimatnya sudah dicerna dengan baik oleh Bian.
"Apa Vanessa mengancammu?" Bian sampai harus mengulangi pertanyaannya untuk menyadarkan kebisuan gadis itu.
Alexa menggelengkan kepalanya dengan segenap keraguan.
"Aku hanya menebak," ucap gadis itu kemudian. Ia meneguk jus dalam kemasan karton yang disodorkan Bian beberapa saat yang lalu. "mungkin aja tebakanku salah." Gadis itu buru-buru bangkit dari tempat duduknya dan menggeliat pelan.
Bian tak memberikan komentarnya. Pria itu hanya menatap gerak gerik Alexa yang kini berangsur meninggalkan tempat duduknya. Sepertinya gadis itu sedang berusaha menghindari percakapan itu.
Langkah-langkah berat Alexa menaiki tangga hanya ditatap Bian sekilas. Pria itu sedang mencoba menebak-nebak apa gerangan yang berkecamuk di pikiran Alexa.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top