21
"Apa?! Aku dapat tugas mewawancarai Veronica Hwang?!"
Alexa nyaris menjerit dengan histeris saat mendapat telepon dari Bu Stella. Tapi, gadis itu masih bisa menahan suaranya agar tidak mengagetkan Bu Stella maupun Fifi yang sedang sibuk di balik kubikelnya.
"Iya, Lex. Sebenarnya itu adalah tugas Siska, tapi, mendadak ia sakit. Jadi, kamu yang bertugas menggantikan Siska."
Suara Bu Stella terdengar begitu jernih dan jelas di telinga Alexa. Membungkam mulut gadis itu seketika dari keterkejutannya. Di kantor ini, siapa yang berani melawan perintah tugas dari Bu Stella? Tidak ada!
"Kamu datang ke rumahnya jam satu ya, Lex. Habis makan siang. Jangan sampai telat. Soalnya Siska sudah bikin janji kemarin."
Alexa bersungut-sungut mendengar ucapan Bu Stella. Entah apa jadinya jika Bu Stella ada di depannya sekarang. Selain mengiyakan perintah wanita itu, apa lagi yang bisa dilakukannya?
Bruk.
Alexa meletakkan gagang telepon kantor dengan berat. Malas. Juga terpaksa.
Kenapa mesti aku? Di antara sekian banyak pegawai di kantor ini, kenapa pilihan jatuh padaku? Bukankah masih ada yang lain? Daripada mewawancarai Veronica Hwang, lebih baik aku mewawancarai penyapu jalanan, pengemis, pencopet, atau siapapun yang tidak memiliki nama belakang Hwang.
Alexa mendengus kuat-kuat. Ia menyandarkan punggungnya yang tiba-tiba lemas tak bertenaga.
Veronica Hwang adalah ibu Jessica Hwang, istri Alka mantan kekasih Alexa. Dengan hubungan yang lumayan rumit seperti itu, kenapa Bu Stella masih melibatkan Alexa ke dalamnya? Oh iya, tentu saja ia bisa melakukannya. Bu Stella tidak tahu jika menantu Veronica Hwang adalah mantan kekasih Alexa. Karena selama ini Alka tidak pernah nongol di kantor untuk menjemput Alexa. Alhasil tak ada satupun penghuni kantor yang tahu menahu soal kehidupan asmara Alexa dan Alka.
Selang beberapa menit, seorang office boy datang ke meja Alexa untuk menyerahkan beberapa lembar kertas yang memuat daftar pertanyaan yang harus ia tanyakan pada Veronica Hwang. Wanita yang sukses mendampingi suaminya membangun sebuah hotel berbintang lima dan mendirikan beberapa cabang restoran khas Asia. Huh.
"Dapat tugas dari Bu Stella, Mbak Alex?"
Teguran ramah datang dari kubikel sebelah, Fifi. Gadis itu melongok sebentar dari balik kubikelnya.
Alexa hanya memberi isyarat lewat sebuah deheman. Jawabannya 'iya'.
Jam dua belas kurang sepuluh menit saat Alexa keluar dari sebuah warteg. Gadis itu berencana akan segera meluncur ke kediaman keluarga Hwang setelah makan siang. Ia harus mengisi penuh energinya untuk tetap tegar di cuaca panas terik seperti ini. Terlebih lagi ia juga harus menyiapkan mentalnya baik-baik sebelum menginjakkan kaki di rumah keluarga Hwang. Bisa saja ia bertemu Alka atau Jessi di sana kan?
Alexa mengendarai motor matic-nya dengan santai di antara para pengguna jalan lain. Jalanan cukup padat siang itu dan Alexa tak bisa memacu kendaraannya lebih cepat lagi seperti yang biasa ia lakukan. Tetapi, yang terpenting baginya adalah tiba di rumah kediaman keluarga Hwang sebelum jam satu siang sesuai janji yang dibuat Siska kemarin.
Rumah itu berdiri dengan angkuh di depan Alexa. Bertembok putih dan berpagar besi yang tingginya sekitar dua meter. Tak sembarang orang bisa masuk ke sana karena ada seorang petugas keamanan yang bertugas menjaga pintu gerbang.
Usai menunjukkan kartu identitasnya, petugas keamanan itu baru mau membuka pintu gerbang untuk Alexa. Gadis itu dipersilakan untuk menunggu di depan pos keamanan sementara petugas keamanan itu menemui majikannya terlebih dulu.
Ribet kalau bertamu di rumah orang kaya.
Alexa mengeluh di dalam hati sembari mengibas-ibaskan tangannya di depan wajah. Ia ingin memberi sensasi sejuk ke wajahnya di tengah cuaca yang tidak bersahabat. Panas, terik, dan peluh membasahi pelipis gadis itu.
"Silakan masuk, Neng."
Akhirnya suara teguran itu menghentikan sesi menunggu yang dilakukan Alexa. Gadis itu merasa sedikit lega karena ia tidak perlu menunggu di bawah terik mentari siang. Di dalam rumah mewah itu pasti lebih sejuk ketimbang di luar.
Tapi, kejadian yang paling tidak diharapkan Alexa sepertinya akan terjadi juga. Gadis itu baru saja menginjakkan kakinya di atas teras saat pintu utama tiba-tiba terbuka dan muncullah sosok yang paling tidak ingin ditemuinya saat ini. Alka!
Ya, Tuhan! Kenapa cowok itu yang keluar? Padahal aku sudah berdoa sejak tadi agar tidak dipertemukan dengannya.
Alexa berdiri tertegun dan menarik napas dalam-dalam. Jangan sampai kemunculan Alka memicu darah tingginya. Atau paling parah ia akan melayangkan kepalan tangannya ke arah cowok yang sudah mencampakkannya itu.
"Hai."
Alexa tersenyum pahit mendengar sapaan yang keluar dari bibir Alka. Bukan sapaan wajar melainkan sebuah kata yang memuakkan di telinga gadis itu. Akan lebih baik jika Alka pura-pura tidak mengenalnya.
"Kudengar kamu ada wawancara dengan mertuaku," ucap Alka dengan pongah. Dari gaya bicaranya saja sudah tampak jika ia bukan Alka yang pernah dikenal Alexa dulu. Uang selalu bisa merubah seseorang. Dan hal itu tak bisa dipungkiri. Uang telah merubah Alka.
"Ya." Alexa menyahut dengan tegas. "lalu kenapa kamu yang malah keluar?" sindir gadis itu agak ketus.
Memangnya kamu saja yang bisa bersikap sombong?
"Kebetulan aku mau balik kantor setelah makan siang bersama istri dan ibu mertuaku."
Cih. Sombongnya selangit. Lalu apa ia sudah membersihkan sisa-sisa daging di sela gigi-giginya?
"Kalau mau balik kantor, kenapa masih berdiri di sini?" Alexa menyerang kembali dengan sinis. Rasanya ia tidak akan pernah bisa bersikap manis didepan Alka seperti yang dulu selalu dilakukannya.
Alka menyunggingkan senyum kecut di sudut bibirnya mendengar betapa sinisnya kata-kata Alexa.
"Ini rumahku, kenapa kamu yang sewot?"
Ya, Tuhan! Apa dia sudah lupa berpijak di mana? Di bumi! Kenapa sombongnya sampai ke langit?
"Oh, ya," sambung Alka cepat. Sebelum Alexa sempat mengeluarkan umpatan-umpatan tidak sopan ke hadapan Alka. "aku dengar kamu menikah dengan sepupu Jessi. Sebenarnya apa motif di balik pernikahan itu, Lex? Apa kamu sengaja ingin membayang-bayangiku?"
Alexa termangu mendengar kalimat demi kalimat yang diucapkan Alka. Sepupu Jessi? batin Alexa bingung.
"Siapa yang kamu maksud dengan sepupu Jessi?" tanya gadis itu persis orang linglung. Tampang bodohnya terpasang dengan jelas di sana.
Alka sedikit kaget melihat reaksi Alexa. Harusnya gadis itu tidak bertanya jika ia tahu yang Alka maksud bukan?
"Kamu nggak tahu kalau Bian adalah sepupu Jessi?" Alka bertanya kembali dengan dahi yang berlipat-lipat.
Bian adalah sepupu Jessi?
Alexa menggeleng tanpa sadar.
"Dan mantan pacar Bian adalah sahabat Jessi. Apa kamu paham sekarang?" Alka menambahi sebuah fakta baru yang bagi Alexa seperti sebuah hantaman keras di dadanya.
Vanessa adalah sahabat Jessi? Oh, Tuhan... Apa lagi ini? Kenapa semua tiba-tiba membingungkan seperti ini? Kenapa aku seperti terseret dalam lingkaran di mana Alka juga ada di dalamnya? Padahal aku hanya ingin hidup tenang tanpa bayang-bayang Alka. Tapi...
"Aku pergi dulu," pamit Alka menyentak lamunan kecil Alexa. "Mama sudah menunggumu di teras belakang. Pastikan kamu juga mengambil fotonya juga, ya," pesan Alka seraya mendaratkan sebuah tepukan ringan di atas pundak Alexa. Lalu ia pergi dengan meninggalkan sebuah senyum pahit di ujung bibirnya.
Alexa bengong di tempatnya beberapa detik untuk mencerna kembali ucapan Alka. Ia masih tak percaya pada kenyataan yang membentang di hadapannya. Bian adalah sepupu Jessi? Dan Vanessa adalah sahabat Jessi?
Alexa menarik napas dalam-dalam dan memukul kepalanya sendiri. Ia harus sadar dan kembali fokus pada tujuannya datang ke rumah itu. Veronica Hwang sudah menunggu untuk diwawancarai olehnya. Tak peduli ada Jessi di sana. Ia harus tetap profesional dan menahan perasaannya selama beberapa jam ini. Setelah itu, ia bebas menumpahkan perasaannya setelah wawancara berakhir.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top