17

Alexa berjalan limbung menuruni tangga. Detak sepatunya terdengar tak berirama saat menyentuh permukaan anak tangga. Entah mengapa pagi ini kedua mata gadis itu masih berat karena kantuk. Padahal ia harus masuk kantor pagi ini dan tidak ada toleransi untuk kata terlambat. Untung saja jam wekernya masih berfungsi dengan baik dan membangunkan gadis itu tepat waktu.

Alexa melangkah perlahan ke arah ruang makan yang berhubungan langsung dengan dapur. Dari tempatnya berdiri sekarang ia bisa menatap punggung Bian dengan jelas. Sosok itu sedang memunggunginya karena sibuk berkutat di depan kompor. Entah masakan apa yang sedang dipersiapkannya pagi ini sebagai menu sarapan.

Ia jadi teringat percakapannya dengan Bian semalam di dapur. Ya, Bian tidak sepenuhnya salah dalam perihal asmaranya. Pria itu memiliki sebuah prinsip sendiri dan Vanessa juga punya impian lain.

"Sudah mau berangkat?"

Teguran Bian menyentak kepala Alexa dan membuat gadis itu kelabakan. Ia buru-buru beringsut ke kursi dan meletakkan tasnya di atas meja.

"Masak apa hari ini?" tanya Alexa datar. Ia mencoba bersikap biasa seolah tak pernah merasa 'sok tahu' semalam.

"Nasi goreng udang. Kamu suka udang nggak?" Bian menoleh sebentar pada Alexa yang sedang mengetuk-ngetuk meja dengan jari telunjuknya tanpa suara.

"Nggak terlalu suka," sahut Alexa datar. "tapi, kalau masakanmu enak, aku pasti suka," imbuhnya dengan terkekeh.

"Dasar," gerutu Bian sambil tersenyum kecil. Ia menoleh lagi ke arah Alexa dan gadis itu tampak menyandarkan bahunya ke sandaran kursi. 

Alexa melenguh.

Ah. Kenapa tiba-tiba saat melihat punggung Bian, aku seperti melihat Alka? Padahal punggung mereka berbeda. Dan aku pernah punya mimpi ingin memeluk punggung Alka saat ia sedang memasak. Iya, pada saat posisi ini. Aku ingin sekali melakukannya, tapi, sayangnya ia bukan Alka.

"Hei, ngapain?"

Alexa tercekat. Gadis itu sudah berdiri di belakang punggung Bian dan sedang mematung di sana. Seperti orang bodoh yang sedang membayangkan sosok Bian adalah Alka. Dan untung saja ia tidak sampai memeluk punggung Bian. Jika itu sampai terjadi, Alexa pasti akan malu setengah mati.

"Nggak. Cuma pingin lihat kamu masak," sahut Alexa kikuk.

Oh, Tuhan. Ada apa denganku?

Bian tak terlalu menggubris gadis itu dan kembali mengupas kulit udang.

"Masih lama?" tegur Alexa kemudian. Gadis itu melangkah maju dan menjajari tubuh Bian. Ekor matanya menatap ke arah udang-udang yang telah dikupas kulitnya.

"Nggak. Ini sudah selesai," sahut Bian. "tinggal nyuci udangnya terus goreng deh."

Alexa tak menyahut. Biasanya ia yang kebagian tugas memasak nasi goreng saat di rumah. Sekarang, ia hanya perlu menunggu Bian memasak.

Alexa pernah memimpikan momen-momen seperti ini bersama Alka. Memasak, mencuci piring, belanja, membersihkan rumah... Alexa ingin melakukan semua aktifitas itu bersama Alka. Berdua. Tapi, semua mimpi itu sudah lenyap tak berbekas.

"Kamu sudah lapar?" tegur Bian seraya melirik Alexa yang tertegun menatapnya. Pria itu meletakkan penggorengan di atas kompor dan mulai menumis bumbu-bumbu.

"Nggak juga."

Alexa mengerjapkan matanya. Ia baru sadar jika sedari tadi fokus matanya mengarah kepada Bian. Pria itu lebih suka mengenakan kemeja putih yang digulung pada bagian lengannya, ketimbang pakaian lain. Tidak seperti Alka yang suka mengenakan tshirt ketat yang memamerkan bentuk tubuhnya, Bian cenderung menampilkan sisi kemapanan pria dewasa dalam dirinya. Ya, dalam beberapa hal mereka sangat berbeda dan harus diakui Alexa, ia mulai terbiasa menyaksikan style seorang Bian.

Kenapa tiba-tiba pikiranku dipenuhi dengan Bian?

Alexa mendengus dan buru-buru kembali ke meja makan. Harusnya ia tidak boleh sedekat itu dengan pria bernama Bian. Ia harus tetap pada komitmen awalnya dan menjaga jarak dengan pria itu. Kenapa? Karena Alexa takut jatuh hati pada pria tampan itu!

Pada intinya Alexa tidak mau jatuh cinta secepat itu. That's it!

"Sarapan sudah siap!"

Sepiring nasi goreng spesial plus udang disajikan Bian di depan Alexa. Menebarkan aroma harum paduan beberapa bumbu ke hidung gadis itu.

Bian melepaskan celemek putih yang membalut tubuhnya dan ikut bergabung di meja makan.

"Gimana rasanya?" tegur pria itu seraya menatap Alexa sekilas. Gadis itu sudah melahap sarapannya terlebih dulu tanpa berkomentar apapun.

"Enak," sahut Alexa dengan mulut penuh dan nyaris tersedak.

"Pelan-pelan makannya," celutuk Bian.

"Abisnya kamu ngajak ngobrol sih." Alexa meneguk air minumnya.

Bian tersenyum simpul.

"Oh, ya." Bian menghentikan makannya seketika saat teringat sesuatu. Pria itu merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah dompet berbahan kulit. "pegang ini. Kalau kamu butuh sesuatu pakai aja."

Alexa tertegun menatap selembar kartu kredit terulur di atas meja ke dekat piringnya. Lalu menatap Bian dengan penuh pertanyaan.

"Kenapa memberiku kartu kredit?" tanya gadis itu dengan dahi yang sudah berkerut.

"Bagaimanapun juga kamu istriku, Lex. Aku wajib menafkahimu," tandas Bian seketika membuat gadis di depannya membeku. Diam.

Bian benar dan ia sudah memperingatkan Alexa tentang hubungan status mereka berdua.
"Tapi... "

"Simpan aja. Siapa tahu kamu butuh."

"Baiklah." Alexa meraih benda itu. Siapa juga yang akan menolak diberi kartu kredit? Alexa bukan ingin memanfaatkan keadaan, hanya saja Bian berkata benar. Lumayan untuk membeli pakaian kan? batinnya sembari mengulum senyum.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top