14
Waktu berlalu begitu cepat dan singkat. Bahkan untuk flashback-pun, rasanya semua itu mengalir begitu saja seperti mimpi. Saat Alexa tertegun dan mengulang kembali semua yang telah terjadi di dalam pikirannya, rasanya ia seperti baru terjaga dari tidur. Mimpi-mimpi yang masih segar dalam ingatannya. Bahkan ia belum lupa lengkungan senyum sumringah di bibir Donna saat ia mengenakan baju pengantinnya. Ia sangat cantik dan memukau di hari pernikahannya tepat sehari setelah Alexa menikah. Berkali-kali gadis itu tertawa bahagia saat melakukan selfie dengan teman-temannya meski pesta pernikahannya cukup sederhana. Tapi, kebahagiaan tidak diukur dari seberapa mahal pesta pernikahan bukan?
Alexa melenguh pelan. Ia tidak boleh terlalu lama larut dalam lamunan. Ia harus secepatnya menghalau lamunannya jauh-jauh dan kembali ke dunia nyata. Ia harus bergegas mandi dan berangkat kerja.
Kamar mandi di lantai atas rumah Bian lumayan luas ketimbang kamar mandi di rumah Alexa. Ada bathtube-nya juga meski gadis itu sama sekali tak berminat untuk memakainya. Ia tidak suka berendam seperti kebanyakan gadis-gadis lain. Ia lebih suka shower dan tidak menghabiskan waktu lama di kamar mandi.
Berdandanpun ia juga tak membutuhkan waktu yang lama. Ia lebih suka menggunakan riasan tipis untuk wajahnya karena Alexa tidak terlalu suka berdandan. Karena memang pada dasarnya ia tidak pandai berdandan seperti Donna ataupun Mami.
Alexa menapaki tangga turun setelah selesai dengan persiapan kerjanya. Sebenarnya ia tidak suka harus naik turun tangga seperti itu, tapi, ia terpaksa harus melakukannya. Karena rumah Bian hanya memiliki dua kamar. Satu di bawah dan satu di lantai atas. Bian sudah menempati kamar bawah dan mau tidak mau Alexa harus mengambil kamar di lantai atas.
"Mau berangkat kerja?"
Alexa tertegun mendapat sambutan dari Bian. Mulai hari ini dan seterusnya ia harus terbiasa nelihat sosok Bian, kapanpun. Padahal biasanya pagi hari seperti ini selalu ada keributan kecil di ruang makan rumahnya. Carlos yang selalu berteriak meminta jatah sarapan paling pertama, Donna yang selalu menebarkan semerbak aroma parfum saat hadir di meja makan dan mengacaukan aroma nasi goreng, Mami yang selalu menjadi penengah saat terjadi perdebatan ringan di antara anak-anaknya. Dan Alexa harus kehilangan semua itu mulai sekarang.
"Makanlah. Aku tadi bikin cheese spaghetti."
Alexa tersenyum samar. Ya, ia bisa mencium aroma keju di sekitar ruang makan. Celemek putih yang menempel di tubuh Bian juga sudah bercerita tentang kegiatannya pagi ini. Momen-momen seperti ini akan terus terjadi setiap pagi dalam hidupnya sampai waktu yang belum ditentukan.
Alexa menurut. Gadis itu melangkah ke meja makan tanpa sepatah kata. Sedang Bian melepaskan celemek dari tubuhnya dan ikut bergabung di meja makan bersama Alexa.
"Bagaimana tidurmu semalam?" Bian mencoba membuka obrolan di sela-sela sarapan pagi mereka.
"Lumayan," sahut Alexa pelan sambil menikmati masakan Bian. "kamu pernah belajar masak?" tanya gadis itu curiga.
Bian tersenyum kecil.
"Otodidak." Ia setengah menggumam. Pria itu meletakkan garpunya dan bersandar pada kursinya. "Papaku adalah seorang koki kapal pesiar. Setiap ia pulang ke rumah, Papa selalu membuatkan kami masakan yang enak. Dari situlah aku banyak belajar cara memasak." Bian bertutur sekelumit kisah hidupnya.
Dahi Alexa berkerut mendengar penuturan Bian. Setahu Alexa, hanya ada Om dan Tante Bian yang datang saat mereka menikah.
"Lalu di mana Papamu sekarang? Mamamu?" Alexa mencoba melontarkan pertanyaan yang mengganjal di dalam kepalanya dengan hati-hati. Ia tidak mau menyinggung siapapun untuk hal sensitif seperti ini.
Bian mendesah. Tapi, tampaknya ia bukan orang yang keberatan menceritakan perihal orang tuanya.
"Aku nggak pernah tahu di mana Papa sekarang," ucap Bian pelan. Ada secuil luka yang ingin ia tunjukkan lewat nada suaranya. "sedangkan Mama sudah meninggal sepuluh tahun yang lalu."
Oh.
Alexa mengangguk pelan. Ia bisa merasakan apa yang Bian rasakan. Setidaknya ia juga kehilangan kasih sayang Papa sejak kecil. Tapi, Bian memiliki om dan tante yang baik.
"Kamu bisa masak?" sentak Bian yang sudah kembali menyantap masakannya. Menyadarkan Alexa dari keterpakuannya.
"Hanya nasi goreng."
Bian tertawa renyah mendengar jawaban gadis itu.
Silakan menertawakanku sepuasnya!
"Kalau kamu mau aku bisa mengajarimu masak," tawar Bian usai melepaskan tawanya. Namun ditanggapi dengan gelengan kepala Alexa. Bian sudah menjatuhkan harga dirinya.
"Nggak, makasih. Aku nggak punya banyak waktu untuk memasak," sahut Alexa akhirnya. Dengan senyum pahit menghias di bibirnya.
"Benarkah?" Bian seperti tak percaya jika Alexa sesibuk itu sampai tak punya banyak waktu bahkan hanya untuk sekadar belajar memasak. "biasanya kamu pulang kerja jam berapa?"
"Sore. Kalau ada banyak kerjaan numpuk, ya malam. Kenapa?" Alexa meneguk air putih yang sudah disediakan Bian di dekat piringnya.
"Mungkin aku bisa membuatkan makan malam," ucap Bian.
Jadi, pria itu mau pamer kepandaiannya memasak?
"Tapi, aku jarang makan malam di rumah," timpal Alexa sengaja ingin membuat pria itu kecewa.
Pria itu hanya menganggukkan kepala mendengar jawaban Alexa.
"Aku berangkat dulu." Alexa bangkit dari tempat duduknya dan bergegas melangkah pergi dari hadapan Bian yang masih bergeming di kursinya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top