09

Pria itu baru melepaskan tangan Alexa dengan sukarela saat mereka berdua sampai di lobi hotel.

Alexa menghembuskan napas lega setelah berhasil keluar dari tempat yang lebih mengerikan dari Wonderland itu. Ia menatap pria yang kini berdiri tegak di sebelahnya dengan tatapan takjub.

"Kamu... "

Ah. Alexa menelan ludah. Kenapa begitu sulit untuk menyusun sebuah kalimat?

Pria itu balas menatap Alexa dengan tenang. Bola matanya bergeming di tengah, tanpa pergerakan sama sekali. Hanya sesekali mengerjap untuk membasahi permukaaan matanya agar tak kering.

"Bagaimana bisa kamu melakukan semua itu?" tanya Alexa beberapa detik kemudian. Setelah ia berhasil menemukan padanan kata yang cocok. "but, thanks a lot. Kamu sudah menyelamatkan hidupku," ucapnya buru-buru saat ia ingat seluruh detail kejadian tadi. Jika saja pria itu tidak muncul, mungkin ia sudah menangis karena dipermalukan oleh Kayla.
"Bagaimana kalau kita ke cafetaria?" tawar pria itu sembari menunjuk ke sebuah cafetaria yang tampak dari tempat mereka berdiri sekarang.
Alexa tak menolak. Gara-gara si ratu ular, Kayla, ia belum sempat minum setelah melahap makanannya. Sekarang tenggorokannya kering.

Mereka bergegas menuju ke tempat yang ditunjuk pria itu dan mencari tempat duduk di bagian pojok cafetaria yang kebetulan masih kosong. Pria itu memesan dua gelas jus jambu dan seporsi kentang goreng mayonaise sebagai kudapan teman mengobrol.

"Kenapa tiba-tiba kamu datang dan menyelamatkanku tadi?" tanya Alexa penasaran sekaligus tak sabar. Gadis itu duduk dengan kaku di depan pria yang sudah berjasa besar menyelamatkan harga dirinya. Ia menautkan jari jemarinya di atas pangkuan dengan canggung.

Pria itu tersenyum.

"Aku hanya nggak suka melihat seseorang dipermalukan di tempat umum," tandasnya.

"Apa kamu sering melakukan hal seperti itu?" Alexa menaikkan kedua alisnya penuh dengan kecurigaan.

Tak disangka pria itu melepaskan sebuah tawa renyah sampai bahunya terguncang.

Apa pertanyaanku lucu?

"Nggak. Ini baru pertama kali." Pria itu mendehem sejurus kemudian. "oh ya, aku Fabian. Panggil aku Bian. Kita beberapa kali bertemu, tapi, belum sempat bertukar nama," ucapnya.

Alexa menarik napas panjang.

"Alexa," ucap gadis itu balas memperkenalkan diri.

Pelayan datang dan menghentikan percakapan kecil di antara mereka. Dua buah gelas jus jambu dan seporsi kentang goreng mayonaise ia letakkan di atas meja sesuai pesanan Bian.

Alexa buru-buru menyeruput jus jambu miliknya sesaat setelah sang pelayan membalikkan tubuh dan pergi dari hadapan meja mereka. Rasa haus yang menggerogoti kerongkongannya tak bisa menunggu lagi. Gara-gara gadis sialan itu ia urung menyantap makanannya, juga membuatnya tak sempat minum setetespun.

"Kenapa kamu datang ke pernikahan mantan pacarmu? Apa kamu nggak sakit hati melihatnya menikahi orang lain?"

Alexa nyaris tersedak jika saja ia tidak segera menghentikan aksinya menyeruput jus jambu. Pertanyaan Bian yang agak menyinggung membuatnya bertambah kesal.

Gadis itu melenguh sedikit keras untuk menunjukkan kekesalannya pada Bian.

"Aku hanya ingin menunjukkan padanya kalau aku baik-baik aja," tandas Alexa beberapa saat kemudian. Justru ucapannya membuat Bian tersenyum pahit.

"Kenapa aku malah melihat sebaliknya?"

"Maksudmu?" tanya Alexa cepat dan dengan mengerutkan dahi.

"Aku melihat sebuah kesedihan terlukis di matamu. Sorry. Aku nggak bermaksud menyinggung... "

Alexa tertegun mendengar penuturan yang baru saja keluar dari bibir Bian.

Benarkah?

Alexa mendehem dan mengatur napasnya. Separuh hatinya membenarkan ucapan Bian, sedang separuhnya menolak mati-matian. Ia tak menyangkal jika luka yang digoreskan Alka teramat dalam dan mungkin ia tak akan memaafkan cowok itu selamanya. Kemunculannya di pernikahan Alka hanyalah sebuah kedok belaka. Hanya untuk membuktikan pada Alka dan semua orang jika ia baik-baik saja dan kuat menerima semua yang terjadi.

"Ya, mungkin kamu benar," ucap Alexa tak begitu tertangkap oleh telinga Bian. Namun pria itu bisa membaca dari gerak bibir gadis itu. "aku seperti sedang menipu diri sendiri. Tapi, hanya ini cara untuk menguatkan hatiku. Kamu tahu, aku nggak biasa menangis dan meratapi sesuatu. Aku lebih suka menutupi perasaanku sendiri dengan bersikap sebaliknya. Dan... itulah sisi burukku." Alexa mengurai sebuah senyum kecil pada akhir kalimatnya.

"Apa senyum itu juga bagian dari menutupi perasaanmu sendiri?" tanya Bian mengejutkan.

"Apa?" tanya Alexa spontan. Lalu gadis itu lebih melebarkan senyumnya. "no. Aku hanya sedang menertawakan diriku sendiri. Kenapa aku sesial ini. Dikhianati dan ditinggalkan lalu dipermalukan seperti yang kamu lihat. Aku bukan aktris drama, kamu tahu?"

Bian tersenyum sembari mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Terkadang hidup seperti drama, Lex."

Alexa hanya mengangguk pelan.

Aku pasti sudah gila bisa berbicara begitu serius dengan pria asing yang baru saja ku tahu namanya.

Gadis itu tak menyambung pembicaraan. Ia mulai mencicipi kentang goreng mayonaise yang berangsur dingin karena terlalu lama diabaikan. Makanan itu selalu cepat berubah menjadi dingin manakala sudah diangkat dari penggorengan.

"Menikahlah denganku."

Uhuk.

Kali ini Alexa sukses tersedak. Untung saja tangannya bertindak dengan cepat menutupi mulutnya. Jika tidak, kentang goreng yang masih dalam proses pengunyahan itu akan tersembur keluar, mungkin mengenai meja atau yang paling parah akan mengotori wajah Bian yang baginya lumayan tampan itu.

Alexa terbatuk selama beberapa saat. Gadis itu meneguk jus jambunya pelan-pelan dengan mengabaikan sedotan plastik yang separuh badannya tenggelam dalam cairan kental berwarna merah muda itu.

"Me-menikah?" tanya Alexa setelah pernapasannya sudah normal kembali. Sepasang matanya terbelalak menatap Bian.

Ini gila! Bagaimana bisa seseorang yang baru beberapa menit kuketahui namanya mengajak untuk menikah? Apa ia seorang penipu? Penjahat? Atau ia seorang playboy, bandar narkoba, tukang kawin? Arrhhh!

"I'm serious." Bian menatap gadis di depannya dengan tajam. Memang sulit meyakinkan seseorang untuk diajak menikah terlebih lagi ia baru saja mengenalnya.

"Are you crazy?" Wajah Alexa merah padam. Pipinya memanas. "kita baru aja kenal dan kamu mau mengajakku menikah? Yang benar aja, Tuan. Memangnya aku cewek apaan?" geram gadis itu sembari menahan gemelutuk giginya.

"Aku nggak menilaimu sebagai cewek gampangan atau apalah... Aku nggak tahu apa yang sedang kamu pikirkan. Memang kita baru aja kenal, tapi, demi Tuhan aku serius dan nggak pernah main-main dengan ucapanku," tandas Bian berusaha keras meyakinkan Alexa. Meski itu rasanya tidak akan pernah bisa.

"Terima kasih atas penawarannya, kupikir aku nggak bisa menerimanya." Alexa bangkit dari kursinya dan bersiap meninggalkan tempat itu. "selamat malam."

Alexa melangkah pergi dengan kecepatan sedang. Sial, ia sedang memakai high heels sekarang, padahal ia ingin berlari sejauh-jauhnya dari tempat itu. Dan berharap tidak akan pernah nertemu dengan pria bernama Bian itu. Selamanya!

Menikah? Memangnya menikah itu perkara gampang? Tanda tangan di atas buku nikah lantas hidup di bawah atap yang sama, lalu jika merasa tidak cocok tinggal mengajukan gugatan cerai? Begitukah?

Alexa memanggil taxi yang mangkal di depan hotel sembari mengomel dalam hati. Kenapa malam ini begitu banyak hal yang terjadi? Dan tidak ada satupun yang menggembirakan. Seharusnya ia tidak pernah datang ke pernikahan Alka! Seharusnya Alka tidak pernah menikah. Seharusnya Alka tidak pernah mengkhianatinya. Semua salah Alka!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top