06
Mel menyambut kedatangan Alexa dengan sukacita, terlebih saat tahu sahabat baiknya itu membawakannya sekeranjang buah-buahan segar. Di cuaca yang panas seperti sekarang, makan buah memang sangat bagus untuk daya tahan tubuh.
"Kok nggak ngabarin kalau mau ke sini?" seloroh Mel setelah berhasil mencium pipi kiri dan kanan Alexa. Ia sangat antusias dengan kehadiran gadis itu. Di rumah sendirian sepanjang hari membuatnya hampir mati karena bosan. Semua demi si calon jabang bayi yang kini sedang menghuni rahimnya.
"Tadi kebetulan lewat sekitar sini. Jadi, sekalian mampir. Tapi, aku nggak bisa lama, Mel. Aku harus balik kantor sejam lagi. Nggak pa pa kan?" Alexa mengurai seulas senyum manis di bibirnya yang mulai mengering. Cuaca di luar sangat tidak bersahabat dengan kondisi tubuhnya.
Mel agak kecewa mendengar ucapan Alexa. Sebenarnya ia sangat suka dengan kunjungan Alexa ke rumah kontrakannya.
"Ya udah, masuk dulu gih," suruh Mel kemudian. Ia meletakkan keranjang buah pemberian Alexa di atas meja.
"Ada es teh nggak?" tanya Alexa cepat. Gadis itu buru-buru meletakkan pantatnya di sofa ruang tamu setelah terlebih dulu meletakkan tasnya di atas meja. Duduk di atas motor terlalu lama dalam cuaca panas terik nyaris membuatnya dehidrasi.
Mel tak perlu menjawab pertanyaan Alexa dan segera bergegas melangkah ke dapur untuk membuatkan segelas es teh untuk sahabatnya. Ia sudah terlalu hafal dengan kebiasaan Alexa jika ia sedang haus. Es teh atau teh hangat. Dengan ekstra gula. Tapi, Mel sering mengurangi takaran gula yang Alexa inginkan dengan diam-diam.
Mel kembali lagi ke ruang tamu setelah berkutat di dapur selama beberapa menit untuk membuatkan pesanan Alexa. Es teh ekstra manis.
"Tugas lapangan lagi?" tegur Mel sembari meletakkan gelas es teh untuk Alexa di atas meja. Lalu ia duduk di sebelah Alexa yang sedang menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa.
"Hmm." Alexa mengangguk malas. Tanpa basa basi ia segera meneguk es teh buatan Mel. Rasa dingin merayap pelan di dalam lehernya. Habis sudah rasa haus yang menggerogoti kerongkongannya. "gimana si kecil? Sehat?" Alexa mengalihkan bahan pembicaraan. Ia mengusap perut Mel yang sedikit menggembung dengan lembut.
"Syukurlah. Kami sehat-sehat aja," balas Mel. "umm... gimana kabarmu?" tanya Mel agak hati-hati. Ia juga mengalihkan topik perbincangan dengan cepat.
Alexa meletakkan gelasnya kembali ke atas meja dan mendelik ke arah Mel.
"Kamu nggak lihat aku baik-baik aja?" balas Alexa dengan balik melempar pertanyaan. Ia mengangkat kedua tangannya dengan maksud menunjukkan keadaannya memang baik-baik saja.
"Maksudku hatimu," ralat Mel setengah kesal. "apa hatimu baik-baik aja?" tanyanya terus terang. Padahal ia sempat mengkhawatirkan kondisi mental sahabatnya.
Alexa paham apa yang sedang dicemaskan Mel. Soal perasaannya yang sedang terluka akibat pengkhianatan Alka.
"Hatiku baik-baik aja," ucap Alexa sembari menebar senyum positif. "soal Alka, aku sudah membiarkannya pergi. Toh, kenyataan yang terjadi membuktikan kalau dia bukan yang terbaik buatku," tandas gadis itu menunjukkan segenap ketegaran jiwanya.
Mel mengangguk dan mengurai senyum. Namun, ia belum sepenuhnya percaya pada ucapan Alexa. Karena bibir tak bisa berkata sejujur hati.
"Tapi, yang kudengar Alka akan menikah dalam waktu dekat ini." Kali ini Mel mengucapkan kalimatnya dengan sangat hati-hati. Ia takut jika Alexa kaget mendengar berita yang ia dengar dari suaminya kalau Alka akan menikah dengan putri seorang pemilik hotel bintang lima dalam waktu dekat ini.
Tapi, tanpa diduga Mel, Alexa memberikan anggukan ringan. Alexa sudah mengetahui berita itu bahkan sebelum Mel mengatakannya.
"Ya, mereka berjodoh meski kami sempat berpacaran lama." Alexa menelan kekecewaannya sendiri. Sorot matanya tampak berbinar redup.
"Everything's gonna be alright, Lex." Mel menepuk-nepuk pundak sahabatnya dengan gerakan teratur. Sekadar memberi energi positif pada Alexa.
"Hei, jangan terlalu dramatis gitu deh," seloroh Alexa. Ia nyengir melihat ekspresi yang ditunjukkan Mel. Harusnya ia yang bersedih, kenapa malah Mel yang tampak patah hati?
Mel tersenyum getir. Ia merasa kasihan pada Alexa. Gadis itu baik dan mencintai Alka sepenuh hati, tapi, kenyataan sungguh mengecewakan dirinya. Terkadang perbuatan baik tak selalu dibalas dengan hal yang sama.
"I'm just fine, ok?" Alexa mengedipkan sebelah matanya pada Mel untuk meyakinkan bahwa ia benar-benar baik. Hatinya memang terluka, tapi, ia tidak akan meratapi kesedihan sedemikian lama. Alexa punya batas waktu tertentu untuk bersedih dan selanjutnya ia akan kembali pada keadaan di mana hatinya sudah merasa baikan.
Mel mengangguk disertai senyum panjang kali ini. Ia percaya sepenuhnya jika Alexa adalah gadis yang kuat dan tidak mudah terpatahkan.
"Sepertinya aku harus balik ke kantor, nih." Dahi Alexa langsung berkerut tajam setelah melihat layar ponselnya. Jam yang tertera pada display ponselnya seolah mengingatkan jika ia harus kembali kekantor secepatnya.
"Mau pergi sekarang?" tanya Mel sembari menatap Alexa yang sudah mengangkat pantatnya dari atas sofa. Gadis itu bahkan sudah menyambar tas dan ponselnya, bersiap untuk pergi secepatnya dari rumah kontrakan Mel.
"Ya. Aku nggak mau dimarahi Bu Stella gara-gara kelamaan di luar."
Mel mengerti. Alexa pernah bercerita jika ia pernah kena damprat Bu Stella karena terlalu lama berkeliaran di luar.
"Aku balik dulu, Mel," pamit Alexa yang sudah berdiri di depan pintu. "jaga calon ponakanku baik-baik, ya," pesan gadis itu seraya memasang wajah serius.
"Pasti." Mel terkekeh dan melayangkan sebuah ciuman ke pipi kanan Alexa. "hati-hati di jalan. Jangan ngebut," pesannya. Ia mengantar Alexa sampai di depan pintu.
"Jalanan macet gini mana bisa ngebut?" Alexa nyengir. Siapapun juga pasti akan berpesan hal yang sama. Jangan ngebut.
Alexa bergegas menaiki motor matic merah miliknya setelah mengenakan semua perlengkapan berkendara. Helm, sarung tangan, dan masker pelindung wajah adalah benda-benda wajib yang mesti ia gunakan saat berkendara. Ia harus kembali ke kantor secepatnya sebelum Bu Stella memarahinya habis-habisan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top