05

"Kamu sudah menemukan pengganti Alka?"

Alexa menelan ludah mendapat 'serangan mematikan' dari Maminya. Ia sudah lama mewanti-wanti jika Mami pasti akan menyinggung soal itu suatu saat nanti. Dan akhirnya, pagi ini, Mami melontarkan pertanyaan itu juga. Untung saja Donna dan Carlos tidak ikut mendengarnya. Jika mereka berdua tahu, pasti suasana dapur akan seheboh pasar pagi ini.

"Belum, Mi." Gadis itu hanya melirik Mami yang berdiri di sampingnya dan sedang sibuk menggoreng telur mata sapi. Sementara ia sendiri bertugas menggoreng nasi untuk sarapan mereka berempat.

Sebagai anak pertama, Alexa sadar jika ia yang paling berkewajiban menikah duluan. Meski keharusan itu tidak tertulis secara langsung, tetap saja tradisi seperti itu berlaku di dalam masyarakat. Sedang Donna, adiknya yang seorang PNS, sudah bertunangan dengan kekasihnya dua bulan yang lalu dan tinggal mencari hari baik untuk melangsungkan pernikahan. Sementara Carlos masih terbebas dari kewajiban mencari pasangan karena ia masih kuliah.

Tapi, menikah itu bukan soal siapa yang duluan, kan? Menikah itu sama seperti kematian, sama-sama berdiri di bawah garis takdir. Tidak ada yang bisa memastikan kapan akan menikah atau kapan meninggal, bukan? Manusia hanya berencana dan Tuhan yang menentukan. Jadi, percayalah setiap manusia punya jodohnya masing-masing.

Dan persoalannya sekarang, apa Mami bisa mengerti posisi Alexa? Jika saja Alka bukan seorang pengkhianat, keadaan tidak akan serumit sekarang. Mengingat Alka dan Mami sudah saling mengenal dengan sangat baik. Ditambah lagi Mami juga menyukai kesopanan Alka, dengan catatan jauh sebelum dia berselingkuh tentunya.

"Sudah mateng belum sarapannya?!"

Alexa berdecak dalam hati mendengar teriakan Carlos yang nyaris sanggup mengguncang seisi dapur. Bukannya ia kesal melainkan senang mendengar suara teriakan adik laki-lakinya. Pasalnya Carlos telah berjasa menghentikan percakapan Alexa dengan Mami dan ia benar-benar terselamatkan. Hanya untuk kali ini.

"Iya!" Alexa balas berteriak dan bergegas mematikan kompor karena ia sudah terlalu lama mengaduk nasi goreng di atas wajan. Gadis itu buru-buru mengambil piring dan segera mengisinya dengan nasi goreng yang masih panas. Jatah Carlos yang pertama. Karena ia bisa berkicau seperti beo jika tidak mendapat jatah sarapan pertama. Anak itu benar-benar tidak bisa menahan lapar dan akan diam begitu perutnya kenyang. Ibaratnya ia jadi resek kalau sedang lapar. Seperti dalam iklan.

Empat buah piring nasi goreng plus telur mata sapi telah siap di atas meja makan. Tinggal menunggu Donna keluar dari kamarnya. Gadis itu memang butuh waktu ekstra untuk melukis alisnya, juga membingkai sepasang matanya dengan berbagai alat make up. Berbeda dengan Alexa yang lebih suka memakai riasan natural.

"Mau nambah kecap?" tawar Alexa pada Carlos yang mulai menyenduk nasi goreng di atas piringnya. Kebetulan gadis itu baru saja menambahkan kecap ke atas nasi gorengnya. Mereka tidak akan sanggup menunggu Donna hanya untuk sarapan bersama.

"Nggak."

Donna keluar dari kamarnya beberapa detik kemudian di saat mereka bertiga sudah berhasil mencicipi nasi goreng masing-masing. Gadis itu tampak cantik dengan seragam cokelat khas PNS-nya. Semerbak harum parfum menebar ke seluruh ruang makan saat ia muncul dengan tiba-tiba.

"Pagi semua," sapa Donna manis. Gadis itu terbiasa dengan salam semacam itu saat bergabung dengan keluarganya terutama saat sarapan atau makan malam. Ia menempati kursi yang kosong di samping Alexa. "nggak kerja?" tegurnya tanpa menoleh pada kakaknya. Gadis itu mengambil botol kecap dan menuangkan isinya ke atas piring.

"Kerja. Sebentar lagi." Alexa mengunyah nasi gorengnya dengan antusias dan tak terlalu menggubris adik perempuannya.

"Kok nyantai amat," timpal Donna sembari melirik saudarinya yang tampak masih belum bersiap-siap. Bahkan ia masih menjepit rambutnya ke atas, memakai piyama tidur, dan parahnya lagi, Alexa belum mandi.

"Tugas lapangan," jelas Alexa sesingkat mungkin.

"Enak ya, tugas lapangan. Bisa ke mana-mana, berangkat semaunya," seloroh Donna seraya mengiris telur mata sapi miliknya dengan sendok. Ia bermaksud menyindir saudarinya.

Alexa merengut.

"Enak apanya? Kepanasan, kehujanan, kena debu, macet... "

"Meliput apa memangnya?" tanya Donna melanjutkan percakapan di sela-sela mengunyah makanannya.

"Profil seorang pengusaha kecil."

"Kapan ada liputan seorang PNS muda dan cantik? Aku juga mau," kekeh Donna.

"Jangan harap," desis Alexa seraya mencibir ke arah adiknya.

Giliran Carlos cekikikan mendengar jawaban kakak sulungnya. Cowok itu tak terlalu suka mengobrol saat makan, tapi, telinganya terpasang dengan sangat baik.

"Kalian ini." Tiba-tiba Mami yang sedari tadi diam, ikut menimpali perbincangan kedua putrinya. "sudah, jangan ngobrol terus. Dilanjutin makannya," suruhnya kemudian sembari menatap kedua putri kesayangannya secara bergantian.

Donna dan Alexa saling melirik lalu melempar senyum. Meski mereka tahu Mami tidak menyukai perdebatan macam apapun di meja makan, mereka masih saja melakukannya. Sama seperti saat mereka berdua masih kecil.

"Mami nggak ke salon?" tegur Alexa setelah menghabiskan isi piringnya. Seporsi nasi goreng telah tandas dan ia tinggal meneguk air putih dalam gelas yang sudah disediakan Maminya.

"Ke salon dong," sahut Mami. Wanita itu juga telah menyelesaikan makannya. Sebagai catatan, Mami Alexa memiliki usaha salon sebagai mata pencahariannya. Dari usaha itu juga ia bisa membiayai pendidikan putra putrinya. Kedua orang tua Alexa telah bercerai sejak gadis itu berusia sepuluh tahun dan ia tidak tahu di mana keberadaan ayahnya sampai sekarang ini.

"Donna berangkat dulu, Mi," pamit Donna setelah berhasil menyelesaikan sarapan paginya. Berbarengan dengan Carlos.

"Carlos juga, Mi."

"Iya, hati-hati."

Alexa bangkit dari tempat duduknya dan bergegas menuju ke dapur. Ia harus mencuci peralatan makan sebelum bersiap-siap.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top