03
"Kalau yang ini gimana?"
Sonya mendengus melihat tingkah Alexa yang sedang mengangkat tinggi-tinggi sebuah dress berwarna hitam. Mereka sudah berkeliling di dalam butik selama satu jam dan belum menemukan gaun yang cocok untuk Alexa.
"Memangnya kamu pikir mau datang ke pemakaman?" desis Sonya seraya menjitak kepala Alexa saking geramnya. Gadis itu terlalu bodoh atau memang selera berpakaiannya buruk? Memang dress yang ditunjukkan Alexa bagus, simple dan potongan lehernya tidak terlalu rendah sehingga masih dalam taraf wajar. Tapi, masalahnya ia harus menghadiri pernikahan mantan kekasihnya. Apa ia ingin menarik perhatian Alka dengan pakaian berduka macam itu?
Alexa mencibir mendapat sindiran pedas dari bibir merah Sonya. Gadis itu menggantungkan kembali dress hitam yang baru saja ia tunjukkan pada Sonya dan ditolaknya mentah-mentah.
Alexa kembali berkeliling mencari gaun yang diinginkannya tanpa menghiraukan sekitar. Bahkan pada Sonya sekalipun. Karena terlalu bersemangat, gadis itu nyaris menubruk pundak seseorang yang kebetulan lewat di sebelahnya.
"Sorry." Alexa mendesis pelan.
Seorang pria bertubuh tinggi tegap berkemeja putih tampak melengkungkan sebuah senyum di ujung bibirnya mendapat permintaan maaf gadis itu. Ditangannya terdapat sehelai kemeja putih yang sekilas mirip dengan yang sedang dikenakannya. Mungkin ia sudah selesai berbelanja dan hendak bergerak ke meja kasir. Dan sebuah kesialan kecil menimpanya. Bertemu gadis ceroboh yang hendak merusak keasyikannya berbelanja.
Pria itu mengangguk dengan penuh sopan santun dan berlalu dari hadapan Alexa tanpa mengeluarkan suara.
"Siapa, Lex?"
Entah dari mana datangnya, tiba-tiba Sonya muncul dan bertanya tentang pria yang baru saja meninggalkan tempatnya berdiri sekarang.
Alexa mengangkat bahunya.
"Nggak kenal," cetusnya cuek. "aku nyaris menabraknya tadi. Itu aja," sambungnya seolah tak peduli dan kembali sibuk memilih-milih gaun yang tergantung rapi di hadapannya.
"Kenapa nggak ditabrak sekalian?" bisik Sonya sembari mencari sosok pria itu dengan ekor matanya. Dan usahanya tak mengecewakan. Pria itu masih berdiri di depan meja kasir dan sedang melakukan transaksi di sana.
"Memangnya ini sinetron?" Alexa menggerutu kesal. Ia menatap Sonya yang masih juga memelototi pria itu dari kejauhan. "tabrakan nggak sengaja, terus kenalan, pacaran, nikah deh. Gitu maksudnya? Hidup nggak se-simple cerita sinetron, Nyonya Sonya yang terhormat," imbuh Alexa dengan mimik yang dibuat-buat.
Pria itu berangsur menghilang dari meja kasir dan dari pandangan mata Sonya. Ia telah keluar dari butik dan sudah kembali ke dunianya sendiri.
Sonya tersenyum pahit.
"Hidup memang terlalu rumit."
Alexa terkikik mendengar kalimat datar Sonya. Wanita itu pasti sedang merutuki dirinya sendiri. Hidup Sonya tak seberuntung Alexa. Wanita itu pernah menikah. Tapi, usia pernikahannya hanya bertahan sampai dua tahun saja. Penyebabnya karena orang ketiga. Dan trauma mendalam itu membuatnya betah sendiri sampai sekarang. Bahkan tak pernah terlintas di pikirannya untuk menjalin hubungan dengan pria manapun apalagi menikah. Mungkin suatu saat nanti ia akan menemukan pria baik-baik yang datang dalam hidupnya dan berjanji tidak akan pergi. Setidaknya begitulah harapan Alexa.
"Bagaimana kalau yang ini?"
Lamunan Sonya tersentak manakala Alexa menunjukkan sebuah dress tanpa lengan berwarna putih ke hadapannya. Desainnya sederhana dan tertutup pada bagian atasnya. Sementara pada bagian ujung gaun dihiasi renda bunga-bunga berwarna perak yang melingkar selebar roknya. Kebetulan Alexa memiliki koleksi high heels berwarna putih juga. Sebuah clutch bling-bling dirasa akan cukup melengkapi penampilannya.
"Not bad."
Alexa tak begitu mempedulikan tanggapan Sonya setelah ia mengatakan rencananya akan memadupadankan dress itu dengan koleksi miliknya dengan panjang lebar. Pasti suasana hati Sonya masih buruk sekarang ini.
Setelah menentukan pilihannya, meski Sonya tak menanggapinya dengan antusias, Alexa segera menyeret sahabatnya itu ke meja kasir. Mereka harus segera bertransaksi dan keluar dari butik secepatnya. Perut Alexa sudah tidak bisa diajak kompromi lagi. Ia lapar!
"Mau makan apa?" tanya Sonya sembari memasang sabuk pengaman beberapa menit kemudian. Ia sudah kapok naik motor matic milik Alexa dan merelakan mobilnya sebagai kendaraan mereka kali ini. Gadis itu pasti memiliki cita-cita menjadi seorang pembalap. "aku dengar di dekat sini ada kedai es krim. Gimana kalau kita ke sana?" Sonya terlebih dulu mengutak-atik gadget-nya untuk mencari keberadaan tempat yang ia maksud lewat internet. Tak butuh waktu lama dan ia sudah berhasil menemukan kedai es krim yang dimaksud.
"Boleh." Alexa menyetujui usul Sonya tanpa keluhan. Makanan atau minuman apa saja yang penting bercita rasa manis, bagi Alexa sudah cukup untuk mengisi perutnya.
Sonya segera menyalakan mesin mobilnya dan segera meluncur ke tempat yang mereka ingin kunjungi. Tak lama. Hanya lima menit dan mereka sudah sampai di kedai yang ditunjukkan dalam mesin pencari internet.
ROYAL ICE CREAM & DOUGHNUT
Sebuah papan besar terbentang sepanjang dua meter di atas bangunan berbentuk persegi panjang. Tempat itu adalah lokasi sesuai yang ditunjukkan mesin pencari di ponsel pintar milik Sonya. Kebetulan tempat itu berada di tepi jalan besar dan huruf-huruf yang tercetak di papan nama itu cukup jelas terbaca dari jauh. Beberapa kendaraan yang terparkir di pelatarannya cukup membuktikan jika tempat itu sudah memiliki pelanggan tetap.
Bangunan itu tampak masih baru dan berjajar rapi diantara toko-toko lain. Pada bagian depan hanya ada selembar kaca bening tanpa dinding sehingga pengunjung bisa menikmati pemandangan di luar kedai. Beberapa orang suka menikmati pemandangan jalan atau rintik hujan. Sementara pada bagian lainnya dibatasi dinding yang masih terlihat tatanan batu batanya.
Sonya dan Alexa bergegas masuk ke dalam kedai karena tak sabar ingin mencicipi menu yang ditawarkan tempat itu. Mereka mencari tempat duduk paling pojok yang kebetulan masih kosong. Di antara sembilan meja hanya dua meja yang masih belum berpenghuni. Mereka beruntung kali ini karena masih ada meja yang tersisa.
Tak banyak yang bisa diceritakan dari tempat itu karena sang pemilik lebih suka membiarkan dinding kedainya kosong. Ia hanya membalurkan cat berwarna cokelat muda pada seluruh bagian dindingnya. Pada bagian meja kasir didominasi warna cokelat gelap. Sementara itu di sebelahnya terdapat sebuah etalase kaca yang menyuguhkan kue donat dalam berbagai varian rasa. Dan di belakang meja kasir terdapat mesin pembuat es krim. Selebihnya hanya lampu-lampu hias menggantung di bagian atas ruangan. Empat buah meja diletakkan di dekat sekat kaca sebagai pengganti dinding, lengkap dengan dua buah kursi pada masing-masing meja. Sedang lima buah meja lagi diletakkan pada bagian yang lain dari ruangan itu, dengan kursi empuk panjang yang merapat pada dinding. Semua perabot itu berwarna putih kecuali kursi empuk panjang bermotif garis. Selebihnya tempat itu bisa dikatakan cukup nyaman dan tak terlalu banyak design.
Seorang pelayan datang begitu mereka duduk dan menawarkan menu andalan kedai itu. Berbagai macam gambar es krim dalam variasi warna dan rasa terpampang dalam daftar menu. Semua tampak menggiurkan bagi siapa saja yang melihatnya. Termasuk Alexa. Gadis itu sedikit mengalami kesulitan menentukan pilihannya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top