02
"What?!" Sonya menjerit dengan sangat keras. Bahkan ia nyaris memekakkan telinga sahabatnya sendiri. "Jessi dan Alka akan menikah? Yang bener aja, Lex!"
Alexa berdiri di hadapan Sonya dengan berkacak pinggang. Gadis itu menatap Sonya yang sedang duduk di atas sofa ruang tamu rumahnya dengan sangat kesal. Pasalnya ia sudah menyerahkan undangan sialan itu ke tangan Sonya dan ia masih memegangnya sampai detik ini. Kenapa masih bertanya kebenaran kabar itu?
"Jangan-jangan undangan ini hanya tipuan, Lex," ucap Sonya dua detik kemudian. Seolah baru saja menemukan ide luar biasa. Rupanya wanita itu tidak mau memberi kesempatan pada Alexa untuk bicara sebelum ia puas mengeluarkan semua unek-unek yang bersarang di dalam pikirannya.
"Tipuan apa, heh?" hardik Alexa ketus. Gadis itu beringsut ke samping Sonya. Tangan kanannya meraih sebuah bantal berbentuk hati milik Sonya kemudian mendekapnya dengan erat.
"Ya, kali aja Alka sengaja memanas-manasi kamu biar kamu mau balikan sama dia."
Analisa bodoh.
"Bukan manas-manasi supaya aku balik sama dia," tukas Alexa sewot. "tapi, dia sengaja ingin pamer soal pernikahannya dengan cewek cantik dan kaya itu." Alexa menekuk mukanya. Binar matanya meredup sejak semenit yang lalu.
Sonya mendesah.
"Kamu masih menyukai Alka?" tanya Sonya hati-hati. Wanita berusia 28 tahun itu melirik Alexa yang masih memeluk bantal hati miliknya.
Alexa menoleh dengan gerakan cepat. Sorot matanya tajam dan kalau Sonya tidak salah mengartikan, penuh kebencian.
"Menyukai pengkhianat itu?" Alexa menyunggingkan senyum sinis. "no!" seru gadis itu akhirnya.
Syukurlah, decak Sonya dalam hati. Ia sempat menduga Alexa masih menyimpan sedikit cintanya untuk Alka. Karena setahunya, dulu Alexa sangat mencintai Alka dan Sonya sempat khawatir jika gadis itu akan mengalami depresi saat putus cinta. Nyatanya Sonya salah besar. Alexa adalah gadis yang cukup tegar dan kuat. Ok, mungkin dia patah hati, tapi, tidak terlalu meratapi apa yang ia alami saat ini.
"Apa kamu udah ngasih tahu soal ini pada Mel?"
Alexa menggeleng kuat-kuat hingga ujung rambut panjangnya ikut bergoyang riang.
"Belum." Alexa menghela napas dengan tenang. "aku takut Mel shock jika mendengar soal ini. Kasihan bayi dalam perutnya, dia masih sekecil ini," imbuh Alexa sembari menunjukkan ujung jari telunjuknya. Usia kandungan Mel masih tiga minggu dan ia harus banyak istirahat jika tidak ingin terjadi sesuatu dengan bayinya. Kandungannya lemah.
"You're right." Sonya setuju dengan keputusan Alexa untuk tidak memberitahu Mel. "lalu apa rencanamu selanjutnya? Kamu nggak berencana untuk datang ke pesta pernikahan Alka bukan?"
Alexa menggeleng pelan. Ia menoleh ke arah sahabatnya.
"Aku akan datang."
Kalimat Alexa yang meluncur dengan pelan ini sanggup menghentakkan kesadaran Sonya. Wanita itu buru-buru mengangkat punggungnya dari sandaran sofa. Ia duduk tegak dan menatap Alexa dengan sorot mata menginterogasi.
"Are you kidding me?" Kedua alis Sonya terangkat dengan kasar disertai sunggingan senyum getir di sudut bibirnya yang bebas dari lipstik warna apapun. Wanita itu sedang bersantai di rumah saat Alexa datang. "kamu nggak sedang bercanda kan, Lex?"
"Apa aku kelihatan sedang bercanda?" Alexa menghadapkan wajah seriusnya pada Sonya agar sahabatnya itu meneliti rautnya.
Sonya diam sembari menatap wajah Alexa. Wajah yang sama seperti biasa. Sedih atau bahagia, ia selalu bisa menyembunyikannya dari Sonya.
"Kenapa?" tanya Sonya akhirnya. "kamu nggak punya rencana jahat kan?" delik wanita itu sedikit curiga sekaligus khawatir. Menghadiri pernikahan mantan adalah hal paling terberat dalam hidup. Bisa saja Alexa nekat dan berbuat sesuatu yang memalukan di sana. Semisal menampar pipi halus sang pengantin pria atau mengobrak-abrik meja prasmanan dan berpura-pura gila. Siapa yang bisa menjamin hal seperti itu tidak akan dilakukan oleh seorang mantan yang teraniaya seperti Alexa?
"Rencana jahat apa?" sahut Alexa ketus. Gadis itu merebahkan punggungnya kembali ke sandaran sofa. Ia lelah harus berhadapan dengan Sonya yang terus-menerus menatapnya penuh kecurigaan.
"Aku nggak tahu. Tapi, siapa yang bisa menjamin kamu nggak akan mengamuk di pesta itu." Kali ini kalimat Sonya dibuat sedatar mungkin. Jelas-jelas ingin menyindir sahabatnya.
"Memangnya aku sejahat itu?!" Sebuah protes keras dilayangkan Alexa sejurus kemudian. Ia menatap kesal pada Sonya.
Sonya mengedikkan bahu cuek. Tapi, ia sedikit lega. Protes yang diajukan Alexa menandakan jika gadis itu tidak segila yang ia takutkan. Berarti masih dalam taraf aman.
"Lalu kenapa kamu mesti datang?" tanya Sonya heran. "memangnya kamu punya hati setegar batu gunung hah? Kamu nggak sakit hati saat melihat mereka bersanding di pelaminan dan mencemooh kamu?"
Lebay.
Alexa justru menebarkan senyum kecut mendengar kalimat Sonya yang dibuat sedemikian rupa. Itu hanya perumpamaan dan tak perlu dibuat seheboh itu.
"Karena mereka mengundang aku," jawab Alexa cuek. "sayang kan kalau melewatkan acara makan-makan seperti ini? Lagian pasti menu yang bakal disuguhkan nanti sangat berkelas dan istimewa." Alexa menyeringai.
Fiuh. Sonya mendengus mendengar ucapan Alexa.
"Kamu udah gila hah?" sentak Sonya gemas melihat tingkah Alexa. Wanita itu sangat tahu bahwa hati Alexa hancur berkeping-keping saat ini, tapi, ia masih saja berpura-pura kuat. Jangan-jangan saat sendiri Alexa menangis sepanjang waktu.
"I'm fine," seru Alexa sembari mengulas senyum pahit. Gadis itu melempar bantal hati milik Sonya dari pangkuannya dan bangkit dari atas sofa. "aku haus," ucapnya sambil mengelus leher.
Sonya hanya terpaku menatap punggung Alexa yang berangsur menuju dapur. Alexa sudah terlalu hafal dengan isi rumah Sonya, bahkan ia tahu di mana letak gula, garam, kopi, dan teman-temannya. Sonya memberi kebebasan pada sahabatnya satu ini untuk meracik minumannya sendiri.
Beberapa menit kemudian Alexa kembali dengan membawa sebuah cangkir yang menguarkan aroma teh melati. Minuman favorit Alexa.
"Aku tadi nemu kismis di kulkas," cetus Alexa sembari meletakkan cangkirnya di atas meja lalu duduk kembali di sebelah Sonya.
Begitu mendengar kata 'kismis' mata Sonya langsung terbelalak.
"Kamu nggak ingin bilang kalau kamu menghabiskan stok kismisku, kan?" tanya Sonya waswas.
Alexa nyengir.
"Aku cuma makan sepuluh biji doang kok," ucapnya sembari mengangkat seluruh jari tangannya sejumlah bilangan yang ia sebut.
Sonya melenguh. Apa daya, Alexa sudah mencicipi kismis favoritnya. Mau dimarahi pun juga percuma. Makanan itu sudah tersimpan dengan baik didalam perut Alexa. Kebiasaan gadis itu tak pernah berubah, mencuri isi kulkas setiap berkunjung ke rumahnya.
Alexa menyesap teh melatinya sejurus kemudian.
"Besok temenin aku nyari gaun, ya," pinta gadis itu seraya melirik Sonya.
"Buat ke pesta pernikahan Alka?"
"Yup."
Sonya terdiam sejenak lalu mengiyakan. Terserah apa yang nanti diperbuat Alexa, toh, ia sudah dewasa dan pasti tahu batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar selama pesta itu.
"Berapa sendok kamu ngasih gulanya tadi?" tanya Sonya begitu menatap Alexa yang kembali menyesap isi cangkirnya.
"Empat?"
Sonya melenguh pelan. Berapa kali ia harus menceramahi sahabatnya itu soal penyakit diabetes. Dasar bandel!
"Nggak setiap hari juga aku bikin teh sendiri, kok," seloroh Alexa. Ia sudah bisa membaca raut wajah Sonya tanpa harus bicara sekalipun.
Tentang diabetes kan?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top