3. Menyana

Naushad Bertram

☠☠☠☠

Sekarang giliran Aleno

Kalau kalian menemukan kesalahan ketik silakan tinggalkan komentar.

☠☠☠☠

Aku tidak suka mengikuti program makan sehat di kantin. Ibuku yang mendaftarkanku agar pola makanku tetap terjaga untuk makan siangnya. Ayahku bahkan menyetujuhi dengan memberikan sejumlah uang tambahan untuk biaya makan di kantin ke badan adminitrasi. Sedangkan biasanya program ini diambil oleh siswa tahun pertama. Di kelasku hanya Rudy dan aku yang masih melanjutkan.

Kantin SMA Bhakti Timur cukup luas, tempat duduknya pun sampai ke lantai dua sedangkan jumlah kiosnya hanya lima. Akses untuk masuk ke kantin hanya melalui dua pintu kaca di bagian depan, kecuali pintu khusus pegawai kantin berada di samping. Jadi, jika kamu mengikuti program makan sehat maka kamu akan melihat banyak orang berlalu-lalang melewati pintu. Sebab lantai satu adalah ekslusif untuk mereka yang terprogram. Selain dari itu akan memilih ke lantai dua karena sisa kursi di lantai satu biasanya diduduki oleh para guru dan staf sekolah.

Kali ini aku melihat Airish dengan tiga cewek di kelasku memasuki kantin. Mereka mengambil nampan di meja depan di samping pintu masuk lalu berjalan ke kios. Melihat Airish aku teringat Bertram yang menghilang. Bukan melakukan moksa seperti Gajah Mada, melainkan menghindariku dengan sengaja. Meski hanya sebuah spekulasiku saja. Waktu aku berniat mengajaknya mengambil ponselku di tempat servis dia menolak dengan alasan ada latihan basket.

Keputusannya untuk berbohong padaku mungkin kurang tepat. Aku kenal Airish, dia juga tim basket putri. Dia satu kelas denganku di kelas 11. Artinya aku tinggal bertanya padanya tentang keberadaan Bertram dan ternyata tidur di indekos. 

Apakah semua orang melalukan itu, berbohong tanpa berpikir?

Jika mengingat bagaimana tatapan menerawangnya ketika mengantarkanku pulang waktu itu. Bukan berarti aku bersikap peduli dengan apa yang dia alami, tapi aku hanya ingin memastikan apakah dia baik-baik saja. Mungkin dia merasa was-was jika sampai aku menceritakan ke orang lain tentangnya. Aku benar tidak mengingat apakah aku sempat mengatakan kata super itu, janji.

Sekarang muncul Erza di pintu. Dia tidak mengambil nampan melainkan langsung datang menghampiriku. Aku duduk tepat di tengah ruangan. Melihat rambutnya masih basah dengan wajah yang bersih, sepertinya dia dari masjid. Lokasinya berhadap-hadapan antara Masjid dan gedung kantin. Saat itu aku sedang makan salad dan ayam teriyaki serta ke kentang rebus. 

Aku tahu maksud kedatangannya pasti menanyakan keputusanku hendak masuk tim mana. Basket atau Futsal. Sebab beberapa jam yang lalu aku sempat mengatakan kalau aku berniat bergabung dengan tim basket. Hanya sepintas di benakku.

Jika aku memilih basket ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Pertama, aku tidak diterima masuk ke dalam tim untuk Porkab. Kedua, Bertram pasti akan menganggapku telah meremehkannya atas apa yang dia alami.

"Kamu jadi ikut Porkab di tim futsal kan?" tanya Erza. "Kalau iya aku bilang ke pelatih biar kita bisa atur pemain."

Jika tahun lalu kami sudah persiapkan fisik untuk ajang ini tapi nyatanya aku mulai ragu. Kendati sepak bola sudah menjadi hobiku tapi semangatku ikut turnamen kini mulai kendur. Karena alasan lain aku ingin masuk tim basket. Sebenarnya ingin menjaga atau memastikan bahwa di sekolah ini hanya aku yang tahu keadaan Bertram.

"Aku mau ikut tim basket aja," jawabku tanpa berpikir lagi. Namun, ini bukan dari hasil keputusanku. Karena kemungkinannya akan tetap terjadi.

"Apa? Gak salah dengar?" titah Erza. "Alek, loh kan yang diandelin di tim kita. Kenapa malah milih tim basket, ha?"

Aku mengerdikan bahu. "Aku bingung mau daftar yang mana. Tapi basket sepertinya seru."

"Perasaan mereka sudah cukup orang untuk Porkab. Memang mereka bakal daftarkan kamu ke pertandingan? Kan baru masuk."

Aku ragu sebenarnya untuk bilang "iya". Jadi aku mengerdikkan bahu lalu berkata, "Ini aku mau ke Zaky buat bilang. Kalau gak boleh yah aku daftar tim futsal."

Zaky nama yang aku ingat diputuskan menjadi ketua tim basket akhir semeter lalu. Aku tahu dari tempelan-tempelan foto Zaky di mana-mana memakai mahkota hasil edit bertuliskan The Royalz Captain, Ahmad Zaky. Seingatku anak itu juga ikut program makan sehat tapi aku tidak melihatnya kali ini.

"Tega kamu jadikan kami yang kedua!" Erza memalingkan wajah lalu pergi meninggalkan mejaku. "Tanggal Jumat ini hari terakhir pendaftaran, jika kau berubah pikiran segera hubungi aku," teriaknya di depan pintu. Aku cukup menyadari beberapa siswa kelas sepuluh di depan sana melihat tingkahnya.

Setelah saladku habis aku segera datang ke kelas Zaky di  kelas 11 MIA 3. Ruangannya berada di lantai satu, paling tidak masih satu arah jika aku menuju tangga untuk mengarah ke kelasku di lantai dua. Saat aku masuk ke kelas itu pandangan yang pertama aku lihat adalah Bertram yang duduk di kursi paling belakang, kebiasaannya di kelas 10 ketika di jam istirahat padahal bukan bangkunya asli. Yang aku tahu tas sekolahnya ada di samping kursi Zaky.

"Zak, aku mau gabung sama tim basket di Porkab bisa tidak?" Ketika kau mengatakan itu aku sedikit melirik ke Bertram yang sepertinya sedang berusaha mendengarkan pembicaraan.

"Ya ampun Alek." Zaky menggelenng saat aku akan duduk di kurau depannya. "Sepertinya gak bisa Lek."

"Sudah mendaftar yah?" tanyaku sedikit berharap semoga belum mendaftar.

"Belum, formulirnya masih dipegang ketua klub bola. Belum dibagikan ke masing-masing tim."

Aku menghela napas. "Kalau aku gabung ekskul basket masih bisa, kan?"

"Bisa banget," sahut Zaky antusias. "Tapi kamu kalau ikut latihan bareng sama kelas 10. Gak apa kan? Soalnya kamu masih anggota baru."

"Boleh, kapan?"

"Besok, jam empat, pulang sekolah." Zaky mengambil buku dari dalam tas berwarna hitam. "Kamu isi ini dulu untuk keperluan SK dari OSIS."

Dari buku itu tertera nama yang cukup banyak. Terpilah-pilah dari beberapa kelompok. "Kamu isi di bagian latihan rutin saja. Nanti gabung sama Bertram. Dia yang tanggung jawab soal itu."

Saat aku menulis namaku di sana Zaky kembali berkata, "Bukannya kamu ikut tim futsal?"

Aku menggeleng. "Cari suasana baru."

"Loh," seru Zaky. "Nama kamu kok mirip sama ketua tim basket tahun 2015."

"Iya dia Kakakku."

"Turut beduka yah!" kata Zaky dengan lemah dan tatapan yang menurutku terlalu berlebihan dan jatuhnya aneh. "Kakakmu yang pertama bawa The Royalz juara di Provinsi."

"Aku masih punya fotonya dengan piala waktu itu. Aku juga menonton pertandingannya." Saat itu aku sudah menulis namaku di daftar.

"Oh begini saja, kalau kamu bisa datang lagi hari Jumat, kamu bisa bertemu sama pelatih. Kami akan adakan seleksi untuk Porkab. Tapi untuk latihan khususnya masih minggu depan."

"Tapi hari Selasanya aku masih harus ikut datang juga?"

"Iya harus datang, kan itu latihan perdana bersama kelas 10."

"Baiklah aku akan pakai kesempatan ini dengan baik," kataku sambi berdiri. "Terima kasih yah."

"Kenapa baru sekarang gabung sih? Kenapa gak dulu kelas 10." Zaky menutup bukunya dan dan mengembalikan ke dalam tas.

"Hanya ingin pindah haluan saja." Aku melirik ke Bertram. Pria itu bahkan tidak mengalihakan tatapannya. Dahinya berkerut.

Aku sebenarnya ingin menghampiri Bertram tetapi lelaki itu sepertinya sedang tidak bersahabat. Jadi aku putuskan untuk pergi. "Aku duluan yah, Zak."

(BERSAMBUNG)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top