Chapter Seven

Malam datang dengan cepat, seakan hal yang mengerikan tak bisa ditunggu-tunggun lagi kedatangannya. Dengan mata kepalanya sendiri, Martha melihat bagaiamana para penduduk di Shastallation Village mempersiapkan segalanya. Semua aktifitas di luar rumah dihentikan dengan cepat, Fergus menyuruh mereka untuk masuk ke dalam rumah.

Demi keamanan mereka masing-masing, pintu harus terkunci dan jendela tertutup rapat, dan para orangtua harus terjaga sepanjang malam untuk menghindari kejadian seorang anak menghilang terjadi lagi.

Pada pukul tujuh malam, kondisi di pemukiman sudah layaknya kota berhantu. Martha bahkan bisa mendengar dengan jeleas embusan angin malam di hutan terdekat. Suara telapak kaki menapaki tanah di luar tedengar begitu nyaring. Hal ini sudah cukup bagus, sesuai dengan rencana yang telah Martha persiapkan dengan matang.

Sepanjang siang tadi, Martha telah memperkirakan segalanya. Mengumpulkan sebanyak mungkin pengetahuan yang mungkin dapat membantu, mengingat-ingat apa yang diajarkan ibunya jika menghadapi masalah seperti ini, dan hal macam apa yang diperlukan untuk menghentikan teror hantu yang terus berulang.

Salah satu orang yang akhirnya membantu memberi informasi berguna adalah pria tua bungkuk yang dipanggil Mr. Oddery. Mr. Oderry bersaksi bahwa dia pernah melihat secara langsung bagaimana para hantu itu menghilang saat cahaya matahari pertama muncul.

Dikatakan, kulit para hantu yang tampak seperti zombie di film itu terbakar habis hingga menjadi abu, kemudian debu hitam tersebut beterbangan secara serempak ke arah hutan di tepi gunung, menuju satu titik yang sama.

Hal ini semakin menguatkan dugaan bahwa ada yang mengendalikan amarah para hantu, dan Martha yakin bahwa siapa pun dia, akan muncul di hutan nanti malam. Dengan kata lain, orang itu bisa saja menculik seorang anak lagi demi ritual apa pun yang mereka jalankan.

Dengan begitu, kenyataan bahwa Martha akan ditemani dirasa cukup melegakan. Richard sendiri memiliki tubuh yang tak kalah besar dengan pemain rugby profesional. Melumpuhkan satu atau dua orang pasti takkan sulit baginya. Matteo juga akan ikut menemani, pria itu jelas tak mau membiarkan Martha mengarungi kegiatan berbahaya tanpa dijaga olehnya.

Selain Martha, Richard juga sudah memperhitungkan segalanya. Grace istrinya untuk sementara menetap di rumah orangtuanya, dia sudah diantar tadi sore. Richard tak mau sisi emosional Grace mengganggu proses penyelidikan nanti malam. Martha setuju dengan itu. Aspek kejiwaan Grace begitu terguncang akibat kehilangan anaknya, sehingga bahkan ketika Martha mencoba menanyainya, wanita itu tak dapat banyak membantu.

Fergus pun ketika diberitahu rencana itu, dia mendukung dengan penuh Dia bahkan ---seperti Richard---mengajukan diri untuk ikut. “Kurasa langkah ini memang tepat untuk dilakukan, mengingat teror para hantu sudah mulai menimbulkan korban. Kalau bisa, kita harus akhiri malam ini juga. Hanya saja, jujur, gagasan bahwa ada seseorang yang menjadi penyebab semua masalah ini terjadi membuatku ... takut. Siapa dia? Dan apa yang dia mau?”

“Aku tahu,” timpal Martha mengaminkan. “Kita masih mencoba untuk memecahkan persoalan ini. Kuharap malam ini juga kita bisa tahu kebenarannya. Untuk sekarang kita hanya dapat melakukan tindak pencegahan. Tutup semua akses keluar masuk, dan meminta semua orang untuk terjaga sepanjang malam.”

Pada pukul dua belas malam, Martha, Matteo, Richard dan Fergus mulai bergerak. Mereka berjalan menuju tepi hutan terdekat. Segala pemandangann yang Martha lihat tadi siang kini hilang sudah, gunung Shasta menjelma lagi sebagai bayangan hitam besar berlatar belakang langit malam, mengeluarkan aura horor yang baru Martha rasakan.

“Apa kalian merasakannya?” tanya Martha. Segala indra spesialnya masuk dalam mode waspada.

Richard dan Fergus saling menatap. Sementara Matteo mendekati pacarnya dengan gesture protektif. “Aku tak merasakan-apa-apa. Memangnya apa?”

“Sesuatu tengah terjadi di hutan, di gunung itu. Aku tak menyukai perasaan ini.”

Matteo berusaha menenangkan Martha. “Kurasa hanya kau yang merasakannya, Sayang. Itu kemampuanmu sebagai Charbonnet. Tapi, apa itu buruk? Kau kira kita harus membatalkan perjalanan ini?”

Bola Martha menatap was-was pada gunung Shasta yang menjulang. Untuk sesaat, dia merasa melihat sepasang mata merah besar dari puncak gunung. Ini bukan pertanda baik. “Tidak. Kita harus melanjutkan rencana ini. Ayo, sebaiknya kita berjalan lebih cepat.”

Senter yang dibawa-bawa untuk membantu penerangan segera dinyalakan. Kilauan sinar putih menjadi pemandu mereka untuk berlari cepat. Angin dingin makin malam terasa semakin tajam menusuk kulit, pakaian tebal yang telah dikenakan tak cukup mampu menahan serangan hawa dingin itu.

Selepas sampai di tepi hutan, Martha berhenti. Aksinya diikuti oleh ketiga pria lain.

“Apa kita akan masuk ke hutan?” tanya Richard dengan napas ngos-ngosan.

“Tidak,” ungkap Martha. Wanita itu tetap awas menatap segela hal di sekelilingnya.”Kita tunggu di sini. Menunggu para hantu itu datang ... meskipun sebenarnya sudah banyak yang hadir di sini.”

Fergus dengan raut wajah panik mulai mengedarkan pandangan ke sekeliling. “Aku tak melihat siapa pun, kecuali kita.”

“Tapi aku melihat mereka ....” Martha menatap keramaian di sekelilingnya, kemudian duduk beralaskan tanah. Salah satu kemampuan keluarga Charbonnet kini mulai bekerja. Ketika sesuatu yang berbahaya telah datang, dan puluhan mahluk halus berkumpul di satu tempat, sisi indera sensitif yang ada pada diri Martha segera aktif dengan sendirinya. Mata batinnya telah terbuku, dan ditahap ini, Martha bahkan bisa mencoba untuk berkomunikasi dengan mereka.

“Tolong bantu aku,” ucap Martha memohon pada sosok arwah wanita yang berjarak selemparan batu. Martha menduga bahwa wanita itu seorang pendaki yang tewas saat mencoba mendaki hingga ke puncak gunung. Pakaiannya lusuh, wajahnya sesungguhnya cantik jika tak terlumuri lumpur dan luka menganga di pipi yang mengucurkan darah seperti itu. “Bantu aku menyelesaikan semua hal yang salah di tanah ini.”

Siapa kau?

Suara sang hantu yang membalas dan terdengar di dalam kepala Martha.

“Eh, Martha kau sedang berbicara dengan siapa?” tanya Fergus gugup.

Untungnya, Matteo yang membantu menjawab sehingga Martha tak perlu kehilangan konsentrasi. “Kurasa dia sekarang sedang berkomunikasih dengan salah satu hantu yang menghuni hutan ini, kita harus memberikannya waktu, mungkin dengan begini kita bisa tahu lebih banyak apa yang terjadi di sini.”

“Aku Martha, dan aku di sini mencoba untuk membantu,” ujar Martha menjawab pertanyaan sang hantu pendaki. “Aku juga membutuhkan pertolonganmu sekarang, bantu aku memahami apa yang sedang terjadi di sini?”

Banyak. Jauh lebih banyak dari yang kau duga. Aku mengetahui segelanya, seseorang tengah berusaha meracuni tanah ini ... dengan melakukan ritual pemanggilan iblis .....

Martha terkesiap. “Siapa yang melakukannya? Tolong tunjukkan padaku.”

Namun, dengan cepat sang hantu menghilang, visualnya terbuyarkan bersamaan dengan suara jeritan yang berasal jauh dari kedalaman hutan. Tanah yang diduduki Martha kini terasa bergetar.

Dengan cepat Martha berdiri, terlalu cepat hingga hampir terjatuh. Untung saja Matteo siaga, dengan cepat menarik tubuh Martha kembali aga bisa berdiri dengan mantap. “Apa yang terjadi? Kau tampak pucat!”

Segala kepingan informasi yang Martha dapatkan kini akhirnya memberi satu bagian utuh. Sebuah fakta mengerikan yang telah Martha antisipasi sejak tadi. “Seseorang tengah melakukan ritual pemanggilan iblis di dalam hutan sana,” ucap Marta membuat ketiga lelaki yang ada terkesiap. “Itulah inti permasalahannya, Matt. Seseorang yang memiliki ilmu sesat mengontrol kendali para hantu korban letusan gunung itu, itu diperlukan sebagai salah satu usaha untuk membuat seorang iblis terlahir di dunia. Dia, orang itu, sudah merencanakan ini sejak awal. Aku bahkan yakin peristiwa letusan gunung berapi yang mendadak itu disebabkan oleh ini.”

Sebelum salah satu dari ketiga pria yang ada sempat bereaksi, suara jeritan puluhan orang di dalam hutan kini terdengar semakin jelas.

Fergus terkesiap dan dengan cepat telunjuknya menunjuk pada sesuatu yang muncul bergerombol dari lebatnya pepohonan. “Astaga, itu mereka! Para hantu, mereka datang!

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top