Chapter One

Udara pagi di kota Tuscaloosa, Alabama saat itu terasa hangat dan manis.

Angin dingin yang berbulan-bulan lamanya menyelimuti seluruh kota perlahan menghilang, suhu udara sudah naik beberapa derajat hanya dalam hitungan menit meski posisi matahari masih berada di tepi langit.

Awal musim panas yang telah lama dinanti akhirnya tiba.

Pergantian musim kali ini berarti banyak hal, libur panjang yang membentang di hadapan mata menjanjikan kesenangan, ketenangan, dan keseruan bagi semua orang yang selama ini selalu berkutat dengan pekerjaan atau pelajaran.

Libur panjang musim panas tahun ini juga menjadi hal yang berbeda bagi Martha. Di dalam kamarnya, gadis berusia 22 tahun itu tengah berkemas, bersiap diri menempuh perjalanan panjang. Segala keperluan selama di perjalanan nanti telah dipersiapkan seorang diri. Hasilnya, sebuah koper hitam besar sudah bersandar di dinding kamar, siap untuk dibawa. Dirinya tinggal menunggu kedatangan sang pacar, Matteo, yang sesuai rencana bersama-sama mereka akan pergi menuju California.

Di dalam hati, gadis berambut merah itu selalu meyakinkan diri bahwa perjalanan yang akan ditempuhnya ini bukan sebuah liburan. Menjalani misi khusus membantu orang-orang yang mengalami teror hantu tentu tidak akan berjalan menyenangkan. Namun, Martha tak bisa membohongi diri sendiri, dirinya merasa antusias akan hal ini. Sudah sejak lama Martha berharap dapat menggunakan kemampuan istimewa yang dimilikinya untuk menolong orang banyak.

Orang lain tentu akan mengangap dirinya gila, memilih melalukan pekerjaan berbahaya ketimbang berlibur bersama teman-teman kuliahnya di pantai. Bahkan kedua orangtuanya tak bisa memahami alasan keputusan Martha untuk bergabung dengan organisasi misterius yang memberi para anggotanya misi-misi berbahaya nan gila.

Martha sesungguhnya memiliki pembelaan tersendiri, tapi dirinya yakin orang lain takkan mengerti. Orang-orang takkan paham akan rasa bersalah yang ditanggungnya karena kesalahan di masa lalu.

Kesalahan yang mengakibatkan adik lelakinya meninggal belasan tahun lalu ....

Tok! Tok! Tok!

Tubuh Martha terperanjak karena kaget mendengar pintu kamar yang sebenarnya telah terbuka diketuk seseorang. Di ambang pintu, berdiri seorang wanita yang amat mirip dirinya, tapi garis-garis di wajah wanita itu menunjukkan perbedaan usia yang cukup jauh di antara keduanya.

Well, aku tadinya hendak menawarimu bantuan untuk berkemas, tapi kurasa kau sudah tak butuh itu, Sayang,” ucapnya dengan kedua mata yang diedarkan ke koper besar di tepi kamar.

Martha tersenyum kecil. “Terima kasih, Bu, tapi aku bukan anak kecil lagi. Aku bisa melakukannya seorang diri.”

Margareth terkekeh mendengar itu. “Aku tahu, tapi kadang aku sulit menerima kenyataan itu. Dan kurasa sekarang akan sangat sulit untuk membujukmu membatalkan perjalananmu ke California?”

“Ibu ...,” keluh Martha yang sudah menyadari alasan utama Margareth mendatangi kamarnya.

“Aku tahu, aku tahu,” timpal Margareth cepat. “Aku tahu kau lebih suka menimkati liburan musim panas bersama pacarmu di Califonia, ketimbang menghabiskan waktumu bersama kami, orangtuamu di Florida. Kau lebih suka berduaan dengan pacarmu tanpa diawasi kami, kan?”

“Perkataan Ibu sangat mengada-ngada. Aku kan sudah mengatakan alasannya pada Ibu kemarin.”

“Tapi aku masih belum mengerti, Sayang. Kau menolak ajakan teman-teman kuliahmu untuk berlibur, kau juga menolak ikut ke Florida. Dan mengenai misimu itu ... entahlah. Kurasa itu terlalu berbahaya, apa kau berharap aku dan ayahmu akan membiarkanmu pergi begitu saja?”

Martha menghela napasnya dengan rasa sabar. Ia tahu bahwa takkan mudah meyakinkan ibunya hanya dengan sekali pembicaraan. Marta berjalan mendekat, diraihnya kedua tangan Margaret, dan mengajak ibunya duduk di tepi ranjang, karena Martha tahu, lebih mudah mengajak ibunya berpikir logis jika wanita itu sedang duduk.

“Ibu sudah mengajariku banyak hal,” ucap Martha memulai dengan nada lembut. “Sejak aku masih kecil, kau sudah melatihku untuk siap menjadi anggota keluarga Charbonnet. Dan Ibu sudah mengajariku dengan baik. Hanya saja, semua yang telah aku pelajari selama ini takkan berguna jika aku tak pernah mendapat kesempatan untuk menggunakannya. Dan sekarang kesempatan itu datang ... aku takkan mungkin menyia-nyiakannya, Bu.”

Bagi orang yang tinggal di luar Negara Bagian Alabama, mungkin mendengar nama keluarga Charbonnet disebut takkan memiliki pikiran khusus. Namun bagi yang mereka tinggal atau penah menetap di Alabama, nama keluarga Charbonnet benar-benar sesuatu.

Charbonnet terkenal sebagai keluarga yang secara turun-temurun mempelajari ilmu mistis. Telah dikenal di seantero kota Tuscaloosa khususnya, kedua orangtua Martha beserta para leluhurnya menawarkan jasa bantuan bagi orang-orang yang mengalami masalah dengan teror gaib, seperti mengusiran terhadap hantu, penyucian rumah, penjualan jimat dan mantra pelindung diri dan bahkan jasa untuk melakukan komunikasi dengan mereka yang telah tiada.

Keterkenalannya sudah sampai pernah diliput oleh stasiun berita TV lokal, bahkan Margareth pernah ditawari untuk memiliki acara TV-nya tersendiri yang membahas tentang segala hal perhantuan, tapi rencana itu batal karena Margreth menolak keras dengan alasan yang menurut Martha sangat idealis sekali. Mereka tak sepenuhnya menghargai bakat seni mistis keluarga kita, ucap Margareth dulu. Mereka hanya ingin memanfaatkan popularitas keluarga kita untuk meraup uang dan penonton.

Dibesarkan di keluarga yang memiliki reputasi unik, membuat Martha sejak kecil merasakan tekanan untuk mengikuti jejak leluhurnya untuk mempelajari ilmu mistis ini. Pernah Martha menolak dan mencoba mengingkari takdirnya itu, tapi sebuah tragedi terjadi dan membuat Martha akhirnya belajar untuk menerima dirinya sendiri dan mulai mencoba memenuhi apa yang diharapkan orang lain terhadap dirinya.

Martha kembali memfokuskan pandangan ke bola mata Margaret. “Aku tahu kau dan Ayah mencemaskan keselamatanku, aku memahami itu, tapi sudah saatnya aku menapaki jalanku seorang diri. Lagi pula, aku ini seorang Charbonnet, anggota keluarga kita takkan mungkin bisa dicelakai dengan mudah, bukan?”

Margareth melepaskan genggaman tangan putrinya dan meraih kotak tisu terdekat, kemudian dengan tergesa ia menyeka cairan bening di kelopak mata. “Sialan, kau sudah berhasil membuatku menangis, Nak.”

Martha tersenyum, yakin bahwa ibunya telah berhasil ia yakinkan. “Pokoknya Ibu jangan cemas, aku pasti bisa melakukan perjalanan ini dengan baik. Dan jika aku mengalami kesulitan, aku akan menghubungimu untuk meminta bantuan. Lalu soal pacarku ... well, kurasa aku sudah cukup umur untuk bisa menjalani hubungan dengan pria mana pun tanpa harus diawasi.”

Gelak tawa dari Margareth akhirnya terlontar. “Baiklah, aku mengalah. Kau benar-benar sudah bisa menolak bujukanku rupanya.” Margareth bergerak berdiri dan membuang gempalan tisu yang tadi digunakannya ke tempat sampah terdekat. “Sekarang mari kita datangi pacarmu di ruang depan.”

Tatapan Martha melebar. “Tunggu, Matteo sudah datang?”

“Ya, pacarmu sudah datang sejak tadi.”

“Kenapa Ibu baru memberitahuku sekarang?”

Protes Martha itu malah membuat ibunya nyengir. “Well, ayahmu yang melarangku memberitahumu. Kurasa dia pertama-tama ingin berbicara berdua dengan pacarmu dulu sebelum kalian berdua pergi---”

Oh tidak, batin Martha panik. Ayah sedang menginterogasi pacarku?

“Oh jangan panik begitu,” kata Margareth yang geli akan reaksi putrinya. “Ini kan tradisi keluarga kita. Di luar rumah kau bisa saja bebas, Anak Muda. Tapi ini masih di rumah, masih ada aturan yang kau harus turuti. Sekarang tolong ganti pakaianmu dulu sebelum menemui pacarmu. Ayahmu takkan suka melihatmu berpenampilan seterbuka itu saat ada pacarmu di rumah.”

Margareth kemudian melangkah keluar kamar meninggalkan Martha yang termangu seorang diri.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top