Chapter Nine

Dada Martha terasa sesak karena berlari di hutan, tengah malam, mengikuti sesosok arwah ternyata cukup melelahkan.

Kecepatan cahaya sang hantu itu nyaris tak sanggup Martha ikuti. Bahkan para pria yang mendampinginya juga mulai terlihat kepayahan. Namun, demi membongkar dalang di balik kekacuan itu, rasa lelah yang ada harus mereka abaikan.

Martha cukup bersyukur bahwa ilmu yang telah diajarkan ibunya mampu ia terapkan dengan baik, muncul sebuah kelegaan dalam hatinya menyadari bahwa bakat alami yang dulu pernah disangkalnya kini mampu menyelamatkan banyak jiwa. Namun, ada sedikit rasa takut di dalam dirinya bahwa malam ini takkan berakir begitu baik, bagaimana pun yang terburuk belumlah tiba. Bagaiamana jika masalah yang akan dihadapinya kini tak mampu Martha selesaikan?

Namun, keraguan itu tak menyurutkan kecepatan langkah Martha dalam berlari. Berakhir buruk atau baik, Martha takkan takut untuk tetap berusaha menyelesaikannya.

Setelah tiga mil berlari, sang cahaya hantu pun berhenti. Mereka berhenti si sebuah area lapangan luas dengan sepohon besar di tengahnya. Dan dilihat secara seklas, Martha tahu bahwa seseorang telah melakukan sesuatu yang tak benar di sini. Sebuah kain hitam lebar terhampar di dekat pohon itu, dengan beberapa barang yang Martha belum yakin itu apa.

Di sinilah pria itu melakukannya, membunuih seorang anak dan melakukan ritual pemanggilan iblis.

Tanpa aba-aba, cahaya putih yang mengantarkan mereka ke tempat itu menghilang, melesat ke atas langit malam.

“Apa maksdunya membunuh seorang anak?” tanya Fergus tak lama setelah sang hantu pergi.

“Billy,” ucap Matteo parau.

Richard memucat. Aura horor murni terpancar dari wajahnya yang tersorot cahaya bulan. “Tidak. Itu tak mungkin. Tak mungkin anakku ....” Richard segera menjelajahi seluruh area luas itu, dan berteriak lantang, “BILLY!”

Martha, Fergus dan Matteo segera menyusul Richard yang berlari ke arah pohon besar itu. Namun, langkah mereka dihentikan ketika sesosok pria berbadan besar melangkah keluar dari balik pohon.

Alangkah terkejutnya mereka mengenali siapa pria yang memakai jubah hitam berlumur darah itu.

“Ben? Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Fergus polos, belum memahami arti kehadiran pria itu di tempat ritual pemujaan iblis ini.

Matteo menggeram marah. “Kau pelakunya! Kau yang melakukan ritual sinting ini dan menyebabkan para hantu itu meneror semua orang!”

Fergus terbelalak. “Kau? Mustahil, tak mungkin kau yang melakukannya, kan?”

Senyum Ben kini tampak sinis. “Jika ya, kenapa? Mustahil kah mempercayai seseorang yang penakut seperti aku melakukan ini?”

Semua orang tampak terkejut, kaget luar biasa. Bahkan Martha pun tak menduga bahwa Ben, sang pelaku, akan memunculkan dirinya sendiri dan mengaku secara terang-terangan seperti ini. Firasat Martha mengatakan hal yang buruk sedang mendekat.

Richard-lah yang pertama kali bisa bersuara. “Apa kau yang telah menculik anakku?”

“Oh, soal itu,” Ben tampak menimbang-nimbang. Begitu santainya pria itu melihat Richard yang mulai menunjukkan amarahnya. “Kurasa, ya, aku agak melakukannya. Aku butuh seorang anak yang masih suci untuk menyelesaikan semua rencanaku.”

“Di mana Billy sekarang?” Richard kini marah luar biasa. Kedua tangannya mengepal keras. “Katakan padaku atau akan kubunuh kau!”

“Whoa, whoa, whoa, jangan terburu-buru untuk melakukannya,” ujar Ben dengan gesture rileks yang tampak mencurigakan. “Aku yakin pada tahap ini hal itu sulit untuk dilakukan.”

“Berhenti bertele-tele, sialan!” geram Matteo kesal. Baru pertama kali bagi Martha melihat sisi agresif dari pacarnya. “Katakan siapa kau sebenarnya dan apa yang kau inginkan?”

“Oh itu, ya kurasa memang ada baiknya aku memberitaku kalian siapa aku sebenarnya.” Ben berjalan mendekat, memangkas sedikit jarak di antara mereka. “Aku adalah bagian dari sebuah perkumpulan kuno yang telah lama ada, perkumpulan yang bertujuan menghapus segala system ketuhanan yang dipercaya masyarakat dunia. Dua tahun lalu, aku diutus datang ke sini untuk membangkitkan salah satu iblis terkuat yang telah lama terkubur di gunung ini.”

"Dua tahun lalu,” Martha ingat bahwa tadi pagi Ben juga mengatakan hal yang sama. Ben pindah ke sini untuk tujuan tertentu. “Jadi, peristiwa letusan gunung dua tahun lalu itu ulahmu? Apa yang telah kau lakukan hingga membuat alam murka?”

Ben menatap Martha dengan sorot kagum yang aneh. “Oh gadis pintar. Aku tak percaya, ternyata utusan dari Brocker Brotherhood memang memiliki kemampuan yang hebat, eh?”

“Ben! Berhenti membuat dan katakana sesungguhnya apa yang terjadi?” tanya Fergus mendesak, keterkejutan masih memancar dari raut wajah pria itu.

“Aku memang melakukannya, dua tahun lalu,” timpal Ben bangga pada dirinya sendiri. “Ritual pemanggilan iblis yang kulakukan itu memang memiliki resiko besar, aku bahkan nyaris tewas. Namun, berhasil. Kalian perlu tahu bahwa selagi gunung ini memuntahkan laharnya dulu, seorang iblis yang aku sembah akhirnya terlahir ke dunia ini.”

“Kau bercanda,” ujar Matteo sengit. “Tak mungkin hal itu terjadi. Jika ya, lantas apa yang kau tunggu lagi? Mengapa kau membuat para hantu meneror warga?”

Kini Fergus ikut bersuara. “Aku tak percaya ini. Kau bahkan yang memberiku ide untuk meminta pertolongan organiasi pemburu hantu ini sehingga Martha datang ke sini.”

Informasi itu membuat Martha heran. Baru tahu, ternyata Ben yang mengusulkan agar meminta pertolongan  jasa Brocker Brotherhood?

“Oh, aku yakin kalian pasti bingung,” timpal Bennedict, tetap dengan gaya kasual, seolah dirinya kini tengah bercengkrama dengan sahabat dekat. “Begini, iblis yang baru terlahir ternyata masih belum ... kuat untuk menjadi mahluk yang kami sembah. aku harus menebar rasa takut pada orang banyak, karena rasa takutlah yang membuat iblis semakin kuat. Aku melakukan ritual, membangkitkan arwah para korban letusan gunung dulu, dan mengontrol kehendak mereka untuk menjalankan rencanaku kembali. Dan kenapa aku membuat teror hantu ini hanya terjadi pada waktu tertentu? Well, jelas karena teror yang terus berulang pada interval waktu tertentu membuat rasa ketakutan ini menjadi semakin besar. Aku pintar, bukan?”

Bulu kuduk Martha meremang. Mulai memahami apa yang selanjutnya akan terjadi. Margareth pernah memberitahunya bahwa kadang, iblis yang masih lemah membutuhkan wadah, semacam tubuh manusia hidup agar bisa membuat keonaran lebih hebat lagi bagi kemanusiaan, dan Ben tadi berucap bahwa dia telah menculik Bill, seorang anak yang masih suci untuk menyelesaikan semua rencananya.

Ini takkan berakhir baik.

“Kau menculik Billy untuk dijadikan wadah bagi iblis itu,” ucap Martha lirih.

Ben menyeringai, Fergus dan Matteo terkesiap, sementara Richard memberengus murka. “KAU APAKAN ANAKKU?”

“Aku membunuhnya,” jawab Ben dengan sabar menjelaskan. “Well, tak benar-benar membunuhnya karena anakmu masih hidup. Lebih tepatnya, aku mengganti jiwa yang ada dalam tubuh anakmu dengan jiwa yang jauh lebih kuat, lebih perkasa, dan lebih ... baik.”

Martha yakin kini Richard sedang menahan diri untuk tak segera menyerang dan membunuh dengan brutal pria besar berambut merah itu. Richard masih memiliki sedikit kesabaran untuk terus mengorek info dari Ben.

“Katakan padaku, di mana Billy SEKARANG!” ancam Richard tak main-main. Kewarasan nyaris hilang dalam raut wajah pria itu.

Ben melangkah mundur beberapa langkah. Dengan mulut menyeringai kejam, dia menjawab, “Oh Billy sudah ada di antara kita sejak tadi. Kau hanya belum menyadari keberadaanya. Jika kau benar-benar ingin menemui anakmu, cobalah tengok ke atas.”

Richard, Martha, Matteo dan Fergus sontak menengadahkan wajah, empat pasang mata itu membelalak lebar melihat sosok anak kecil bergelantungan di dahan pohon paling rendah.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top