LEMBARAN BARU

Matahari mengintip dari ufuk timur. Merambat naik menyinari umat, menyongsong kehidupan. Tubuh mungil yang sudah kembali resmi menjadi istri, dua bulan lalu masih meringkuk nyenyak di bawah bed cover. Sedangkan Al kalang kabut menyiapkan diri untuk menghadiri rapat di sekolahan. Dia buru-buru memakai pakaiannya setelah membersihkan diri, merapikan diri di depan cermin dan memakai jam tangannya lantas segera memakai kaus kaki.

"Emes, bangun Sayang! Aku sudah terlambat nih. Rapat di sekolahan pukul 8." Al berucap duduk di kursi depan meja rias sambil memakai kaus kakinya.

Lyana tetap bergeming, justru memeluk gulingnya erat.

"Emes," pekik Al.

"Mmm." Lyana bergumam tersenyum dalam tidurnya.

Al menghela napas dalam lalu memakai jasnya.

"Aku berangkat dulu, nanti sebelum berangkat kuliah jangan lupa sarapan," pamit Al mencium pelipis Ilyana singkat.

Saat dia menegakkan badan, tangan Lyana mencengkeram ujung jas Al.

"Uang jajan," pinta Lyana manja membuka matanya malas.

"Kan kemarin sudah?" jawab Al namun tetap mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribuan dari dompet dan meletakkan di atas nakas.

"Kemarin aku beli buku sama ikutan amal. Nanti aku mau ikut penggalangan dana buat korban longsor ya?" izinnya bermalas-malasan di tempat tidur.

"Iya, asal pulangnya jangan kesorean. Seperti biasa, aku pulang kerja...."

"Kamu harus sudah di rumah," lanjut Lyana sudah sangat menghafal kata-kata itu. Malah sudah hafal di luar kepala.

Al tersenyum dan mengelus rambutnya sayang.

"Ya sudah, aku berangkat dulu." Al mencium kening, kedua mata dan turun ke bibirnya. Dia menegakkan tubuhnya bersiap untuk pergi.

"Om Jang!" panggil Lyana ketika Al sudah membalikkan badan.

"Apa lagi??? Aku sudah terlambat nih," sahut Al memutar tubuhnya.

"Pipinya belum dicium," ujar Lyana manja menunjuk pipinya yang sekarang chubby.

"Astagaaaaa!" Akhirnya Al pun mencium kedua pipinya.

"I love you, papanya Cinta," ucap Lyana mencium kedua pipi Al dan menggesekkan hidung mereka.

"I love you more, mamanya Cinta. Sudah ya, kamu bangun siap-siap berangkat ke kampus. Aku berangkat duluan. Hati-hati kalau nyetir, awas ketahuan ngebut aku jewer," pesan Al posesif.

"Iy, iya." Lyana bangun dan merapikan tempat tidur. Al ke luar kamar dan langsung berangkat tanpa sarapan.

Beginilah kehidupan mereka setelah rujuk. Nama Cinta tidak pernah terhapuskan dari kehidupan mereka. Justru keduanya masih selalu mengingat dan mengenang gadis mungil itu, penyatu cinta orang tuanya. Lyana ke luar kamar, tinggal di rumah minimalis, meninggalkan apartemen yang dulu, dan membuka lembar cerita yang baru, melupakan kisah menyedihkan. Itulah keputusan yang mereka ambil setelah menikah lagi.

"Mbak Tata!!!" pekik Lyana mencari ART yang baru satu bulan membantunya mengurus rumah.

"Iya, Non!" sahut wanita berpenampilan sederhana, usia sekitar 35 tahun bekerja di sana bersama suaminya sebagai sopir pribadi.

Jika Al dan Lyana membutuhkan sopir untuk mengantarnya bepergian, dia yang akan mengemudikan mobilnya. Tapi jika tidak dibutuhkan, Sapto suami Tata, akan membantu istrinya membersihkan halaman dan merapikan tanaman.

"Tadi Den Al sarapan nggak?" tanya Lyana setelah Tata berdiri di depannya.

"Nggak, Non. Padahal saya sudah bikin nasi goreng sama telur mata sapi. Tapi Den Al kayaknya buru-buru deh. Soalnya langsung berangkat," jelas Tata sedikit membungkukkan tubuhnya menyegani Lyana.

"Ooh. Ya sudah."

"Baik, Non." Tata berlalu ke belakang.

Lyana ke dapur mencari tempat yang biasa dia gunakan membawakan bekal makanan untuk Al. Dia memasukkan nasi goreng sosis dengan campuran sayur dan telur mata sapi. Setelah siap, dia masukkan ke dalam tas kecil khusus. Dia kembali ke kamar membersihkan diri bersiap berangkat kuliah sekaligus membawakan nasi goreng untuk suami tercinta.

***

Mobil merah itu terparkir di SMA Tunas Bangsa, tepatnya di depan ruang kepala yayasan. Senyum terukir di bibir manisnya yang terlapis lipstik merah mengkilap. Penampilannya selalu santai namun tetap elegan dan sopan. Dia melangkahkan kakinya masuk ke ruang kepala yayasan.

"Selamat pagi menjelang siang, Pak," sapanya tersenyum jahil.

Pria dewasa yang duduk di kursi kebesarannya mendongakkan kepala. Dua ujung bibirnya tertarik.

"Loh, kok di sini?" tanya Al bangkit dari kursi menghampiri istrinya yang sudah duduk di sofa pojok ruangan itu.

"Iya, aku tanya Mbak Tata katanya kamu nggak sarapan tadi. Kan kasihan Mbak Tata, sudah masak nggak kamu makan," ujar Lyana mengeluarkan tempat makan dari tas kecil khusus.

Al tersenyum, walaupun Lyana sering bangun siang tapi dia masih sempat memerhatikannya. Entah mengapa sejak mereka rujuk, Lyana sering bangun kesiangan. Tapi buat Al tidak masalah, karena dia masih bisa menyiapkan keperluannya sendiri.

"Ini." Lyana memberikan sendok dan tempat nasinya untuk Al.

"Kamu sudah makan?" tanya Al sembari menerimanya.

"Sudah," jawab Lyana singkat mengambilkan air mineral yang tersedia di ruangan itu.

Al memakan nasi gorengnya. "Kok belum berangkat kuliah?" tanyanya di tengah mengunyah.

"Hari ini jadwal pelajaranku cuma satu. Terus lanjut penggalangan dana." Lyana meletakkan gelas air mineral di meja depan Al.

Dia kembali duduk melihat ke luar jendela. Lyana teringat masa lalunya, saat masih sekolah di sana. Bagaimana dia dulu menjadi ketua OSIS, bermain bersama teman-temannya, mengobrol di teras kelas, menonton permainan basket di pinggir lapangan. Lyana ingin sekali mengulang masa-masa itu.

"Om Jang, siapa ketua OSIS-nya sekarang? Ada kegiatan apa saja di sekolahan ini? Kenapa nggak dicoba mengadakan sesuatu yang melibatkan kampus? Kan lumayan siswa di sini bisa mendapat bimbingan dari kakak-kakak senior," tanya Lyana beruntut.

Al tersenyum, dia tahu pasti Lyana merindukan sekolahan itu. Setiap kali datang dia menyempatkan diri berkeliling dan menyapa guru-gurunya dulu. Semua sudah tahu jika Lyana Ferda alumni sekolahan itu adalah istri dari kepala yayasan Alvian Radley Apresio. Memang berita pernikahan mereka sangat mengejutkan bagi beberapa orang, tapi jika sudah berjodoh, mereka hanya bisa mendoakan yang terbaik.

Al sudah menyelesaikan makannya, dia meminum air mineral dengan sekali tarikan napas. Perutnya sudah penuh, Lyana mesih memerhatikan ke luar.

"Kenapa? Kangen?" tanya Al mengelap bibirnya dengan tisu.

Lyana menegakkan tubuhnya dan tersenyum mengangguk. Al pindah duduk di sampingnya.

"Kamu ada usulan untuk kegiatan itu?" tanya Al sepertinya dia merespon pertanyaan-pertanyaan Lyana.

"Ada!" sahut Lyana girang. "Begini, kan di kampus ada jurusan tata boga, desainer dan lain-lain. Nah kita bikin saja event atau kegiatan kayak memperkenalkan program-program kampus kita. Kan lumayan kalau ada siswa yang berminat melanjutkan kuliah di kampus kita. Gimana?" Lyana memandang Al yang sedang mempertimbangkan usulannya. "Bagaimana???" rengek Lyana mengulang dan tak sabar menanti jawaban Al.

"Nanti dibicarakan dulu sama pihak sekolah ya?" sahut Al.

"Iya deh. Nanti kabari ya kalau fix. Aku bakalan informasikan ini ke PresMa (Presiden Mahasiswa). Biar bisa langsung dibicarakan sama anggota BEMU (Badan Eksklusif Mahasiswa Universitas) yang lain," ucap Lyana menyambut bahagia jika itu bisa benar terwujud.

"Iya, iya." Al menekan pipi Lyana pelan dan menggemas sayang.

Dari dulu Lyana memang sudah aktif di kegiatan-kegiatan sosial, bahkan acara-acara tertentu yang melibatkan banyak orang. Dia juga termasuk aktifis terbaik di kampusnya. Selama dia nyaman dan tidak mengganggu kegiatan belajar, Al tidak keberatan Lyana mengikuti kegiatan-kegiatan itu.

"Ya sudah kalau begitu aku mau berangkat dulu. Kamu nanti mau lanjut ke kantor?" tanya Lyana merapikan alat makan dan memasukkan kembali ke tas kecil.

"Iya, ada rapat sama dewan pemasaran. Sama persiapan ikut tender. Lumayan kalau dapat," jelas Al.

"Rapatnya orang berapa? Cewek cowok atau...." Lyana mengerling Al curiga.

"Cewek cowok, Emes." Al menjawab seraya menarik kedua pipi Lyana pelan tapi geregetan.

Lyana tertawa kecil. "Kirain cewek semua," timpalnya. "Aku berangkat ke kampus dulu ya? Jangan pulang malam-malam," peringatan Lyana mencolek hidung mancung Al.

"Iya, iya ibu bawel. Belajar yang bener biar nilainya bagus." Al mengantarnya sampai di depan, tempat Lyana memarkirkan mobil.

Al membukanya pintu mobil lantas Lyana masuk, dia menunduk memasukkan kepalanya ke dalam.

"Hati-hati ya?" pesan Al mencium singkat bibir Lyana.

"Iya," jawab Lyana lalu menyalakan mesin mobilnya.

Al mengeluarkan kepalanya, menegakkan tubuh, dan melambaikan tangan mengiringi kepergian Lyana. Untung keadaan di sekolah sepi karena siswa sedang mengikuti pelajaran di kelas.

***

Sudah hampir tiga semester Lyana mengikuti pendidikan di Universitas Tunas Bangsa yang bernaung di Yayasan Pelita Harapan. Yayasan itu cukup terkenal di negara ini, sebagai wadah sosial terbaik dan melahirkan tunas-tunas bangsa yang unggul.

"Ly!" pekik Winda teman satu kelas Lyana sekaligus ketua bidang sosial.

Lyana yang baru saja selesai memarkirkan mobilnya lantas keluar dan menyambut hangat teman baiknya itu.

"Gimana, gimana, gimana?" tanya Lyana mengajaknya menjauh dari tempat parkir.

"Entar lo jadi kan bantu kami menggalang donasi untuk korban banjir dan longsor?" tanya Winda.

"Iya," jawab Lyana lembut merangkul Winda berjalan di koridor menuju kelas mereka.

"Sudah izin sama suami lo kan?" imbuhnya.

"Tenang saja, sudah. Pokoknya aman, suami gue paling T-O-P B-G-T. Is the best," puji Lyana bangga.

"Iya deh yang sudah punya suami. Kasihan banget deh gue, jones! Jomblo ngenes," ujar Winda menirukan balita yang merengek seolah-olah mengucek matanya sambil mewek, menangis.

Lyana tertawa lepas. Jika dilihat sekilas mungkin orang tidak menyangka dia pernah hamil dan punya anak. Karena bentuk tubuhnya yang masih kencang dan terawat. Masa lalunya cukup menjadi rahasia. Teman-teman kampus Lyana tidak mengetahui masa lalu dia, yang mereka tahu Lyana sudah menikah.

"Makanya, cari pacar!" seloroh Lyana.

"Cari sih sudah, Ly. Tapi apesnya belum ada yang mau." Tawa mereka semakin pecah mengiringi masuk ke kelas.

Begitu banyak cerita di masa lalu, entah yang buruk ataupun yang membahagiakan. Tapi semua itu adalah proses, di mana kita mendapat pelajaran hidup yang sangat berharga yang tidak dapat dipelajari di sekolahan bahkan perguruan tinggi mana pun.

###########

Asyeeeeeek
Om Jang dan Emes, siap berkelana. Wkwkkwkwkwk lol

Terima kasih untuk vote dan komentarnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top