DIA KEMBALI HADIR
Lihat jawaban Al mengenai hubungannya dengan Prilly. Apakah itu??? Langsung buka multi media di atas 👆👆👆. Jangan lupa like!!!!
Yang gampang baper, saya sarankan jangan nonton. Hehehehe.
***
Saiful! Ya, itulah namanya. Pria yang ditolong Lyana tempo lalu. Beberapa tahun tidak bertemu, berkat ketidaksengajaan mereka dipertemukan lagi dan saling bertukar kontak . Lyana seperti mendapatkan teman baru yang asyik diajak ngobrol mengenai tugas kampus dan mengenai pelajarannya. Saiful hadir saat Lyana kesepian, tidak ada Al di sampingnya. Itu yang membuat Lyana terlena dan menyambut hangat kehadiran Saiful.
"Masuk, Kak!" ajak Lyana membukakan pintu lebar.
Saiful masuk ke dalam rumah, sedangkan Lyana ke dapur membuatkan minum. Pulang dari kampus, Saiful sengaja menjemput Lyana. Dia akan membantu Lyana mencari seponsor untuk acara di SMA Tunas Bangsa.
"Diminum, Kak." Lyana menurunkan segelas es jeruk dan stoples kacang bawang ke meja.
"Makasih, Ly," ucap Saiful mengambil segelas es jeruknya lalu diminum. "Gimana? Apa yang bisa aku bantu?" tanya Saiful setelah meletakkan kembali gelasnya ke meja.
"Oh iya, sebentar." Lyana mengambil proposal di tas, lantas memberikan pada Saiful yang duduk di sofa depannya.
Saiful membuka-buka proposal itu, dia membaca dan mengernyitkan dahi seperti sedang berpikir sesuatu.
"Kenapa, Kak? Ada yang keliru? Atau bagaimana?" tanya Lyana menghampiri Saiful dan duduk di sampingnya.
"Kamu yakin anggarannya segini? Nggak kurang nih?" tanya Saiful memastikan anggaran yang tercatat di dalam proposal.
Lyana mendekat dan melihat proposal yang masih di tangan Saiful. Ketika posisi mereka sangat dekat, sosok yang dinanti-nanti kehadirannya oleh Lyana berdiri di ambang pintu. Matanya memerah, dadanya kembang kempis menahan amarah. Tangannya menggenggam gagang koper sangat erat.
"Ehem!!!" Dia berdehem menyadarkan Lyana dan Saiful.
Mereka mendongakkan kepala, terkejut melihat Al berdiri gagah dengan wajah masam.
"Om Jang." Lyana bergegas menghampirinya dan langsung memeluk Al. "Kok nggak bilang kalau ...." Al melepas pelukan Lyana.
Tanpa berucap bahkan mendengarkan lanjutan kata-kata Lyana, ia berjalan masuk tak memedulikan Saiful yang bengong memerhatikannya duduk di sofa. Lyana heran dengan perubahan sikap Al yang dingin dan baginya aneh tak seperti biasa. Kecurigaan pun muncul dan menjalar memenuhi otaknya.
"Ly, suami kamu sudah pulang. Kamu urus dulu, besok kita bahas lagi. Proposalnya aku bawa ya? Besok aku bantu mengajukan ke kantor," ujar Saiful tak enak hati melihat sikap Al yang tak ramah padanya.
"Iya, Kak. Maaf ya, biasanya Al nggak begitu. Mungkin dia cape habis perjalanan jauh," ucap Lyana sungkan mengantar Saiful sampai teras.
Saiful tersenyum tipis. "Bukankah dari dulu memang dia seperti itu kalau melihatku? Jutek dan nggak suka," sangkal Saiful lalu terkikih kecil.
Lyana ikut tertawa kecil, dari jendela kamar Al melihat keakraban Lyana dan Saiful. Hatinya panas dan cemburu menggelayut dalam pikirannya.
"Iya sih," sahut Lyana.
"Nggak apa-apa, wajar kok. Dia kan suami kamu, mungkin takut kalau aku menggodamu. Tapi sumpah, demi Tuhan aku nggak ada maksud apa pun dan nggak ada niat jahat sama kamu, Ly. Aku cuma mau membalas kebaikan kamu tempo lalu yang sudah membantuku," terang Saiful tulus tidak ingin membuat Lyana salah paham dengan kebaikannya.
"Iya, ya, Kak. Makasih banget loh ... Kak Saiful sudah mau aku repotin. Semoga saja kantor Kakak meng-ACC proposal kami. Jadi nanti Kakak bisa bantu kami menjelaskan pentingnya pendidikan dan siapa tahu kantor Kakak kasih beasiswa buat siswa SMA Tugas Bangga yang berprestasi," ungkap Lyana besar harapan agar proposal acaranya diterima di kantor dinas pendidikan tempat Saiful bekerja.
"Aamiin, Aamiin, Aamiin. Ya sudah, kalau begitu aku pulang dulu. Salam ya buat suamimu. Sampaikan sama dia, jangan cemburu buta. Sebentar lagi aku juga akan menikah," lanjut Saiful sembari masuk ke mobil.
"Iya, Kak. Jangan lupa undangan buat aku ya? Pasti akan aku usahakan datang."
"Iya. Assalamualaikum," pamit Saiful menyalakan mesin mobil.
"Waalaikumsalam," balas Lyana dengan senyum ramah dan melambaikan tangan mengiringi kepergian Saiful dari pelataran rumah.
Al yang sedari tadi mengintip dari kamar lalu menutup gorden jendela. Ia menghela napas panjang, hatinya sakit melihat Lyana menebar senyum pada pria lain. Dia duduk di tepi ranjang melepas kancing bajunya kasar. Amarah bergemuruh dalam dada, sekujur tubuhnya pun terasa panas. Lyana masuk kamar.
"Om Jang, kamu sudah makan?" tanya Lyana mendekati Al.
Namun Al menghindar masuk ke kamar mandi tanpa menjawab pertanyaannya. Dada Lyana nyeri dan sakit diperlakukan Al seperti itu. Setelah rujuk, baru kali ini Al bersikap acuh tak acuh dan dingin padanya. Lyana berdiri di samping tempat tidur menunggu Al ke luar kamar mandi.
Setelah beberapa menit, Al keluar hanya dengan lilitan handuk putih di pinggangnya. Lyana diam memerhatikan gerak-gerik Al. Dia mengenakan pakaian dan menggantung handuk di hanger. Tanpa melihat Lyana, Al membaringkan badan di tempat tidur. Lyana geram dan merasa tak dianggap keberadaannya.
"Mau kamu apa sih?!!!" tanya Lyana meninggikan suaranya sudah tak tahan didiamkan Al.
Al hanya menatapnya sekilas lalu dia menutup mata dengan lengan. Lyana marah, dia menghampiri Al dan menyingkirkan lengannya kasar.
"Apa salahku?!!!" sentak Lyana. Air matanya menggantung dan bibirnya bergetar.
"Ck." Al hanya berdecak lalu memunggungi Lyana.
Lyana memaksa membalikkan badan Al agar menghadapnya, tapi Al tetap kokoh bertahan memunggungi Lyana.
"Bicaralah," pinta Lyana menangis.
"Ck, aku cape. Mau istirahat," gumam Al pelan.
Lyana pun melepaskan sentuhannya di bahu Al. Dia pun berdiri meninggalkan Al. Selepas kepergian Lyana, Al duduk bersandar di tempat tidur. Dia terus menatap pintu putih yang tertutup rapat.
"Maaf, aku nggak suka melihat kamu dekat dengan pria lain. Apalagi pria itu bisa membuatmu bahagia, anggap saja aku egois. Tapi yang aku mau, biarkanpah cuma aku yang boleh membuatmu bahagia dan yang akan selalu membahagiakanmu," ucap Al pelan.
***
Sendiri di kegelapan. Sejak pertikaian kecil siang tadi, Lyana tidur terpisah dengan Al. Dia berbaring memeluk dirinya sendiri di kamar lain. Tanpa penerangan, sengaja semua lampu dia matikan. Gelap gulita, sunyi, hanya hembusan napasnya yang terdengar.
"Emes." Al mengetuk pintu, tapi Lyana tak menghiraukan. "Sayang, makan malam yuk! Kamu nggak lapar?" bujuk Al.
Lyana menahan tangis menutup seluruh tubuhnya dengan bed cover. Al terus mengetuk pintu.
"Emes, kamu belum makan loh? Ini sudah pukul 9." Al masih terus membujuk tapi Lyana tak menjawab apalagi membukakan pintu. "Emes!!!" sentak Al tak lagi bisa sabar. "Ya sudah! Terserah kamu! Mau makan atau nggak, kalau ada apa-apa sama kamu, kamu sendiri yang nanggung!! Awas saja kalau kamu sakit, aku nggak mau ngurusin kamu!" ancam Al lantas meninggalkan kamar itu.
Lyana menahan suara tangisannya, hatinya sakit dan perih.
"Mamaaaa, apa aku salah kalau mendiamkan Al? Dia berubah, apakah yang aku pikirkan selama ini benar? Al dan Bianca kembali bersama, dan Al berusaha mencari kesalahan agar kami berpisah lagi?" lirih Lyana menerka-nerka dan otaknya sudah dikuasai kecurigaan yang belum tentu terjadi.
Al mondar-mandir di samping tempat tidur, berkacak pinggang, dan meremas rambutnya frustrasi.
"Ya Allah, apa yang sedang istriku pikirkan? Semoga besok amarahnya sudah reda dan tidak berpikir yang bukan-bukan terhadapku. Apakah aku salah jika cemburu dengan istriku sendiri?" Al frustrasi dan kini malah justru bingung dengan sikap istrinya yang ngambek.
Harusnya dia yang marah karena memergoki istrinya sedang bersama pria lain di rumah mereka. Tapi yang terjadi, malah sebaliknya. Lyana yang marah dan mendiamkan Al, seolah-olah yang bersalah Al.
Al mencari kunci serep kamar yang Lyana tempati. Setelah dapat, ia berjalan lebar ke kamar itu. Tapi pintu kamar sudah terbuka, Al bingung, lalu mencari keberadaan Lyana.
"Emes! Sayang!" teriak Al mencari-cari Lyana di dalam kamar.
Kamar itu gelap, Al menyalakan lampu, tidak ada orang di sana. Al pun turun ke lantai bawah.
"Mbak Tata! Mbak!" teriak Al memanggil ART.
"Iya, Den." Tata mendekat, menunduk sopan menghadap Al.
"Lihat Non Lyana nggak?" tanya Al kebingungan.
"Bukannya keluar ya? Tadi saya pikir keluarnya sama Den Al." Tata mengerutkan dahi ikut bingung.
"Nggak! Saya dari tadi di kamar," sangkal Al panik. "Keluar bawa mobil yang mana dia?" gerutu Al melangkah lebar ke garasi.
Tata mengikuti Al ke garasi. Mobil yang biasa Lyana kendarai masih di sana. Tapi mobil Al tidak ada. Apakah Lyana pergi mengendarai mobil Al?
"Loh, Non Lyana bawa mobilnya, Den Al???" Tata menunjuk ke ruang kosong tempat biasa Al memarkirkan mobilnya.
"Iya," jawab Al sembari berpikir, berkacak pinggang dan membasahi bibirnya yang kering dengan lidah. Dia mengacak rambutnya asal. 'Pergi ke mana sih anak ini? Kenapa bawa mobilku?' batin Al. "Apa mobilnya rusak?" tanya Al menoleh Tata.
"Kurang tahu, Den. Tapi tadi pagi berangkat ke kampus mengendarai mobil yang biasa Non Lyana pakai," jawab Tata semakin membuat Al bingung dan cemas.
Kenapa Lyana pergi tidak berpamitan dengan Al dan membawa mobilnya? Apa ada sesuatu yang dia ingin lakukan? Tapi apa? Banyak pertanyaan yang terngiang di otak Al.
"Ya sudah, biar saya cari dia." Al berlari kecil ke kamar, mengambil kunci mobil Lyana serta dompetnya. Lantas ia keluar mencari sang istri.
########
😂😂😂😂😂😂
Nah loooooh!!!!!
Apa yang akan Lyana lakukan??? Semoga nggak lama ngambeknya ya? Nikah sama bocah ya begini risikonya. Hehehehe
Terima kasih vote dan komentarnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top