ALASAN TUHAN MEMBERIKAN CELAH DI JARI
Lyana tengkurap di atas tempat tidur fokus menatap laptop tanpa memedulikan Al yang membaca buku bersandar di kepala ranjang sambil memijat kecil betisnya. Karena matanya lelah membaca, Al menutup buku dan melepas kacamata bacanya. Lantas ia letakkan di atas meja kecil samping tempat tidur.
"Emes, bobo yuk! Sudah malam nih," ajak Al menata bantal yang tadinya ia gunakan sebagai ganjalan punggung.
"Sebentar, nanggung nih," tolak Lyana mengetik sesuatu tanpa berpaling dari laptopnya.
Al menghela napas dalam, jika sudah mengerjakan tugas pasti Lyana susah diajak tidur.
"Dilanjutkan besok emangnya nggak bisa?" tanya Al memijat-mijat telapak kaki Lyana.
Nyaman dan enak, pegal-pegal yang Lyana rasakan berangsur hilang berkat pijatan lembut Al.
"Tapi tanggung, Om Jang. Mumpung masih on semangatnya. Kalau ditunda-tunda entar takutnya si males menghinggapiku," elak Lyana.
Al tertawa renyah lalu menimpali, "Emang lalat menghinggap? Ada-ada saja kamu!" cela Al.
Lyana justru terkikih kecil, ia melanjutkan mengerjakan tugas dari dosennya. Dengan sabar sambil memanjakan istrinya, Al menunggu dan menemaninya bergadang sembari memijat kaki sampai punggung Lyana.
"Om Jang," panggil Lyana tanpa menoleh.
"Hmm, apa?" sahut Al pelan meski matanya sudah berat, demi menemani istrinya ia rela menahan kantuk.
"Gimana soal proposal itu? Sudah kamu pelajari?" tanya Lyana menoleh sekilas lalu kembali membaca buku tebal mencari jawaban tugasnya.
Al menghela napas dalam menyandarkan punggungnya ke belakang.
"Bukannya kamu sudah minta bantuan sama si Saiful itu?" jawab Al sinis terdengar tak suka.
Lyana pun tersenyum geli, masih saja Al cemburu. Padahal Lyana sudah menjelaskan semuanya mengenai Saiful. Dia menutup buku tebalnya, menyimpan tugas di file komputer, lantas membereskan alat serta buku yang berserakan di atas tempat tidur dan dipindahkan ke bufet depan ranjang.
Ia menyusul Al berbaring di sampingnya. Mereka sama-sama terlentang menatap langit-langit kamar yang dicat putih bersih. Lyana mengangkat tangan Al dan menpelkan telapak tangannya di telapak tangan Al.
"Om Jang, cemburu itu memang menyebalkan! Aku juga sering merasakannya. Tapi setelah aku pikir-pikir, buat apa aku cemburu sama kamu, karena kamu mencintaiku dan secara tidak langsung kesetiaan itu akan tercipta dengan sendirinya. Kalau aku selalu cemburu sama kamu dan mencurigaimu, aku takut malah apa yang aku pikirkan benar terjadi. Karena semua yang terjadi dalam diri kita, biangnya ada dua, otak dan hati. Tinggal siapa yang lebih kuat menguasai diri kita, pikiran atau perasaan. Kadang kata hati memang meyakinkan, tapi banyak nggak tepatnya. Kalau pikiran, kita dituntut untuk mencerna segala sesuatu dengan logika. Jalan tengahnya hanyalah berpikir secara rasional dan selalu penuhi otak kita dengan pikiran yang positif," ujar Lyana panjang.
Al melempar senyum terbaiknya lalu memuji, "Kamu sekarang sudah sedikit lebih dewasa daripada kemarin-kemarin."
Lyana tersipu, pipinya berwarna merah jambu.
"Ah! Jadi malu." Lyana menyembunyikan wajahnya di bahu Al.
Al tertawa lepas dan gemas melihat wajah malu Lyana.
"Jangan diketawain! Aku makin malu!" Lyana memukul-mukul lengan Al.
"Iya, yaaaa." Al berusaha menghentikan tawanya.
Setelah Al puas tertawa, Lyana menegakkan kepalanya bersandar di bahu Al. Beberapa menit tak ada obrolan. Mereka sama-sama diam, tapi Al memainkan jari-jemari lentik Lyana. Dia melihat kuku Lyana yang dikutek warna-warni.
"Kamu tahu nggak kenapa Allah menciptakan sela di jari-jari kita?" tanya Al mengangkat telapak tangan Lyana ke udara mengarah ke langit-langit kamar.
Lyana menoleh dan menggeleng. "Nggak tahu. Emang kenapa?"
Tanpa membalas pandangan Lyana, Al menjawab, "Karena ...." Dia menyelipkan jarinya ke sela-sela jari Lyana. "Dia mau kita saling melengkapi dengan cara menggenggam seperti ini. Biar tidak ada celah di antara kita dan kita akan selalu bersatu sampai ajal menjemput."
Mata Lyana memerah, terharu dan menitipkan air mata
"Om Jang," lirih Lyana lantas memeluknya bahagia.
Al tersenyum membalas pelukan Lyana dan mengusap-usap punggungnya sayang.
"Kamu selalu bisa membuatku speechless dan bahagia sampai kehabisan kata-kata," ucap Lyana di sela-sela leher Al.
Al melepas pelukan Lyana, dia mengelus pucuk kepala Lyana, menyingkirkan rambut yang menutupi keningnya. Lantas Al mengecup kening Lyana cukup lama menyalurkan cinta dan sayangnya.
"Karena memang aku ingin selalu membuatmu bahagia. Dan aku berharap, hanya aku pria satu-satunya yang bisa membuatmu bahagia." Al mengelus pipi Lyana dengan punggung tangan.
Lyana tersanjung, kedua sudut bibir tipisnya tertarik terukir senyum tulus dan pancaran matanya berbinar bahagia.
"Terima kasih." Lyana tanpa sungkan dan tanpa malu mengucapkannya. Ia memeluk Al dan dibalas dekapan hangat nan nyaman olehnya.
"Tidak perlu berterima kasih karena ini pantas kamu terima dariku. Aku ngantuk, bobo yuk!" ajak Al menarik selimut tebal menutupi tubuh mereka sebatas pinggang.
Al mendekap Lyana, sedangkan Lyana memeluk pinggang Al menelungkupkan kepalanya di dada bidang suaminya.
"Selamat malam, Om Jang," ucap Lyana pelan.
"Selamat malam, Emes. Love you." Al mencium pucuk kepala Lyana.
"Love you too," sahut Lyana samar-samar karena ia sudah kantuk berat.
Al tersenyum dan menggelengkan kepala. Tak butuh waktu lama, akhirnya mereka pun sama-sama terlelap saling berpelukan.
Tidak perlu over protektif terhadap pasangan. Karena setiap individu memiliki dunianya sendiri. Mereka juga berhak bahagia dengan hobinya dan ada kalanya ia butuh ruang untuk sejenak sendiri. Jangan selalu mengekangnya, karena ia manusia biasa yang butuh bersosial bersama teman dan keluarga.
Bukan mengada-ada, tapi memang cinta butuh jeda untuk pasangan tetap punya ruang gerak pribadi. Me-refresh hubungan dari rutinitas yang membosankan dan merenungkan ke mana selanjutnya arah hubungan dan akan dibawa ke mana selanjutnya hubungan itu.
***
Tata menyiapkan alat makan dan sarapan di meja makan. Lyana menghampiri dan langsung duduk di salah satu kursi. Dia baru saja bangun, masih mengenakan piyama, dan rambut pun masih acak-acakan. Tak heran lagi bagi Tata melihat Lyana seperti itu.
"Mbak, lihat Den Al?" tanya Lyana menuang air mineral di gelas.
"Ada di garasi, Non. Biasa manasin mesin mobil," jawab Tata tersenyum ramah.
Tak berapa lama Al datang, mencium pelipis Lyana dan dibalas Lyana mencium kedua sisi pipi Al.
"Baru bangun kamu?" tanya Al. Lyana mengangguk manja.
Al duduk di samping Lyana. Wajahnya sudah segar, walaupun dia masih memakai kaus oblong putih dan celana kolor pendek. Al mengelus kepala Lyana sayang, dengan manja Lyana menjatuhkan kepalanya di bahu Al.
"Kamu hari ini langsung berangkat ke kantor atau mau ke sekolahan dulu?" tanya Lyana.
"Langsung ke kantor, kenapa?" Al mencentongkan nasi merah untuk Lyana.
"Cukup! Dikit saja," tahan Lyana saat Al ingin menambahkan nasi ke piringnya. "Aku males nyetir," lanjut Lyana menegakkan tubuhnya lalu mengambil sendok dan sebagai lauknya dia mengambil telur mata sapi.
"Ya, nanti aku antar kamu dulu ke kampus. Apa mau diantar Pak Sapto?" tawar Al mengolesi roti untuknya sarapan dengan selai.
"Sama kamu aja," jawab Lyana. Al mengangguk.
Di tengah sarapan, bel rumah berdenting. Tata menghampiri membukakan pintu. Selang beberapa menit dia datang ke ruang makan.
"Siapa, Mbak?" tanya Al meletakkan rotinya di piring dan mengelap tangannya dengan tisu.
"Itu Den, kakaknya Non Lyana," jawab Tata sopan.
"Bang Andra???" tanya Lyana menghentikan kunyahannya.
"Iya, sama istri dan anaknya," lanjut Tata.
Tanpa menghabiskan sarapannya Lyana pun langsung berlari menghampiri mereka ke ruang tamu. Al menggelengkan kepala lalu mengikutinya.
"Brandeeeeed!!!" pekik Lyana girang berjingkrak langsung mengambil balita itu dari gendongan Rani.
Dia mencium gemas dan mengayunkan hingga balita tampan itu merengek.
"Ly, jangan digituin mewek entar," tegur Rani menampar lengan Lyana pelan.
"Biarin! Aku kangeeeeeeen." Lyana mencium gemas pipi gembul Branded.
Al menyambut Andra dan Rani ramah. Mereka saling bersalaman dan menanyakan kabar.
"Duduk Bang, Kak," titah Al. "Kapan pulang dari Surabaya, Bang?" timpal Al menghempaskan pantatnya di sofa.
Lyana mengajak Branded ke taman belakang rumah melihat ikan di kolam.
"Kemarin sore, nanti siang juga sudah balik ke sana. Entar Lyana ngambek kalau tahu kami pulang tapi nggak mampir ke sini," jawab Andra ditimpali kikihan Rani.
Al terkikik kecil dan menyahut, "Kenapa sebentar? Nggak kasihan Branded diajak wira-wiri?"
"Ya mau gimana lagi Al, mumpung ada waktu senggang nengok Mama sama Papa. Kalau Andra sudah sibuk, susah cari waktu ke Jakarta. Maklumlah, kerja ikut orang ya begini. Beda sama lo, yang usaha sendiri nggak terlalu berat tanggung jawabnya," sahut Rani menyandarkan punggung ke sofa.
"Bagaimana bisnis Lo, Al?" tanya Andra mematik korek api dan membakar ujung rokok yang sudah ia kulum.
"Alhamdulillah semakin maju dan kemarin juga habis nambah pegawai," cerita Al mengambil sebatang rokok. "Oh iya, mau minum apa?" tawar Al bersiap berdiri tapi dicegah Rani.
"Nggak usah repot-repot, entar kalau haus ambil sendiri," tolak Rani halus agar tidak menyinggung perasaan Al. "Tadi juga kami habis sarapan di rumah Mama, langsung ke sini," lanjutnya.
Al mengangguk-angguk paham.
"Gimana keadaan Mama sama Papa? Sehat kan?" tanya Al kembali duduk lalu membakar ujung rokoknya. "Sudah satu mingguan kami nggak ke sana. Lyana sibuk mempersiapkan event, gue baru pulang dari luar kota dan langsung ngurus pembangunan panti jompo," jelas Al.
"Panti jompo? Bukannya yayasan sudah punya?" sahut Rani.
"Kalau panti jompo belum ada, tapi kalau panti asuhan memang sudah ada. Panti jompo usulan dari Lyana, dia kasihan melihat orang tua kesepian di rumah sendiri, mungkin ada yang ditinggal anaknya kerja dan mungkin juga ada yang tinggal di rumah sendiri. Dari situlah dia pengin punya panti jompo, berharap sih dengan adanya itu bisa membantu orang tua-orang tua yang kesepian," terang Al lantas menghisap rokoknya dalam.
"Bagus itu, Al. Gue setuju! Ya nggak jauh beda sama Papa, Mama. Gue sampai kepikiran, gimana kalau mereka entar sudah tua. Gue di luar kota, jauh sama mereka. Kalian yang satu kota saja juga sama-sama sibuk dan jarang nengokin. Semoga adanya panti jompo itu bisa menghibur para orang tua yang kesepian ditinggal anak-anaknya sibuk kerja dan sibuk dengan urusan pribadi mereka. Apalagi yang sudah berumah tangga, sudah pasti dia akan lebih menghabiskan banyak waktu bersama keluarganya," timpal Andra menyetujui panti jompo yang kini sedang proses pembangunan bernaung di bawah yayasan milik keluarga Al.
"Oh iya, kalau soal dana untuk panti asuhan dan panti jompo dapat dari mana, Al?" tanya Rani menegakkan tubuhnya.
"Biasanya sih dapat dari donatur, kadang juga gue mengadakan penggalangan dana dari rekan-rekan bisnis, Lyana juga mengadakan acara sosial di kampus. Alhamdulillah, selama ini banyak sih yang membantu kami. Keuangan yang masuk per bulan pun selalu ada laporan. Kami transparan, jadi menekan kecurigaan dari pihak lain juga kan?" jelas Al.
"Bagus!" puji Andra. "Itu amanah dari banyak orang, Al. Jadi sebisa mungkin lo harus menjaga kepercayaan mereka. Insya Allah, entar kalau panti jomponya sudah jadi, gue akan jadi donatur tetap," tambah Andra.
"Wah, serius nih?" tanya Al sumringah.
Andra mengangguk, disetujui Rani.
"Iyalah, Al. Kami serius. Makanya ayo kita bicarakan sekalian soal ini. Mumpung gue di sini, ada Rani juga. Jadi kami bisa saling terbuka, biar dia tahu ke mana larinya sebagian gaji gue," ajak Andra disambut Al suka hati.
"Baiklah, sebentar gue ambil laptop sama berkas-berkasnya dulu. Gue jelaskan semuanya." Dengan semangat Al berjalan ke kamar.
Andra dan Rani saling melempar senyum tulus.
"Banyak perubahan yang terjadi sama mereka," ujar Rani.
"Asal itu perubahan yang positif kita dukung," sahut Andra mengelus bahu Rani.
"Iya." Rani mengangguk.
Dalam hati mereka bangga melihat kehidupan Al dan Lyana sekarang. Perubahan positif dibadingkan masa lalu mereka, dapat bermanfaat untuk orang lain. Al memiliki payung yang kuat secara hukum didukung Lyana yang pintar bersosialisasi. Mereka saling mengisi dan melengkapi. Yayasan yang sekarang dipasrahkan Al sudah berkembang, tidak lagi hanya menaungi sekolah dan universitas.
Hidup yang berguna adalah ketika kita sudah melakukan hal yang bermanfaat untuk orang lain.
###########
I Miss you so much all. Hahahaha
Lama ya nunggunya? Maaf ya? Mungkin kalian sampai bosen menunggu.😂😅😆
Bukannya aku malas ngetik sekarang, tapi karena sering ke luar kota dan ketemu banyak orang, jadi sedikit punya waktu buat ngetik. Ini saja 1 part aku cicil. Wkwkwkwkwk 😅
Sebenarnya sudah gatel pengin segera menyelesaikan cerita ini, tapi sabar ya? Aku masih banyak urusan dan bagiku itu lebih penting sih. Hahahaha (Biarkan kali ini aku egois)😂.
Terima kasih untuk yang sudah mau sabar menanti. Terima kasih juga untuk vote dan komentarnya. Love you dear. 😘😘😘😚
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top