WHO ARE YOU?
Disarankan beli bukuversi terbarunya di IG @tokobuku_rexpublishing karena cerita lebih menarikdan komplit. Cerita di sini apa adanya, belum diedit, beda dengan bukunya.
***
-Lyana POV-
Kursi berjejer rapi di ruang pertemuan, podium pun sudah dihias dengan tulisan selamat datang. Hari ini adalah penyambutan ketua yayasan baru. Karena ketua yayasan yang lama pensiun. Kabar yang aku dengar, ini adalah anak dari pemilik yayasan. Jangan ditanya lagi siapa pemilik yayasan, sudah pasti bapaknya.
"Lyana!!!" Aku menoleh saat namaku dipanggil.
"Ya." Aku mendekati guru pembimbing yang sedang sibuk menyusun kotak snack.
"Masa kotak snack-nya kurang 5 sih? Coba kamu konfirmasi lagi," titahnya.
"Baik, Bu." Aku langsung mencari seksi konsumsi.
"Novita!!!" pekikku.
"Ya, Ly?" sahutnya mendekat.
"Itu gimana, masa snack-nya kurang 5? Kamu pesannya di mana sih? Konfirmasi dulu sana!" perintahku tidak langsung dia patuhi.
Aku ingin acara ini berjalan lancar dan sempurna.
"Masa sih?" Bukannya langsung mengerjakan perintahku, malah dia tidak percaya.
"Kalau nggak percaya, cek sendiri sana! Bu Dona tadi yang hitung."
"Ya sudah, aku tanyain dulu di tokonya." Novita lantas mengambil ponsel dan menelepon.
Astagaaa... bukankah kalau jadi ketua panitia itu kerjanya lebih ringan ya? Tapi kenapa aku cape banget sih? Sumpah! Panas banget, gerah! Udara di luar panas meskipun masih pagi, kausku sudah basah karena berkeringat. Rambut pun sudah tidak beraturan, acak adul dan lepek.
"Ly, acaranya dimulai pukul 8 pagi loh? Sebelum tamu datang ini semua harus sudah siap," ujar Bu Dona mar Dona yang cantik, manis, tapi sayang, badannya berisi sampai lemak di mana-mana.
"Iya, Ibu...," jawabku mengulur ucapanku.
"Ya sudah, Ibu mau siap-siap dulu," pamitnya.
"Iya," jawabku singkat.
Aku melihat jam di pergelangan tanganku pukul 7 pagi. Aku ke sekolah hari ini pukul 4 Subuh keluar rumah hanya demi mempersiapkan acara ini agar sukses.
"Masih ada waktu, aku cek lagi semuanya deh." Aku berjalan keliling gedung, melihat apakah semua sudah siap.
Setelah semua dirasa sudah cukup, aku berdiri di depan pintu masuk. Melihat hasil kerja sama kami. Alhamdulillah, semuanya sudah siap digunakan.
"Ly, aku keluar dulu ya? Ternyata yang 5 ketinggalan," pekik Novita sambil memakai helm dan buru-buru ke luar gedung.
Aku mengangguk. "Hati-hati lo!" pesanku.
"Sip!" Dia mengacungkan ibu jari padaku sambil berlari ke parkiran.
"Sudah semuanya kan?" pekikku lantang bertanya tim sukses acara ini.
"Sudah, Ly. Tinggal menunggu tamunya. Sudah bisa bersih-bersih kan kita?" sahut Rendra cowok yang aku taksir dan kebetulan kami juga sedang dekat, mungkin bisa dikatakan kami ini sedang menuju tahap mau ke pacaran, menunggu dia menyatakan cinta dulu sih.
"Iya, Dra," sahutku mengangguk.
"Oke, sip." Dia tersenyum sangat manis padaku, sampai debaran jantungku tak karuan.
Kapan sih Rendra mau nembak aku? Padahal aku sudah jauh-jauh hari mempersiapan dialog buat menerima cintanya. Jadi nggak sabar menunggu hari itu tiba. Semoga tidak hanya PHP!
Setelah semua teman-teman keluar, aku menutup pintu ruang serba guna. Aku berjalan ke kelas mengambil tasku dan akan membersihkan diri di kamar mandi sekolahan, menyingkat waktu. Namun sepertinya semua kamar mandi dipakai, aku mengantre di depan pintu masuk toilet.
Saat aku sedang menyandarkan tubuh di tembok, mataku menangkap mobil hitam beriringan masuk ke area sekolahan. Pasti itu rombongan tamunya sudah datang. Aku mengintip dari balik tembok, seorang pria turun dari mobil, terlihat masih muda, tampan, tinggi memakai setelan jas tanpa dasi, dan terkesan keren. Apakah itu calon ketua yayasan yang baru?
***
-Author POV-
Semua undangan sudah duduk di tempatnya masing-masing. Lyana selalu standby di ruangan itu bersama tim sukses yang lain. Dia dengan setia berdiri di samping podium, mengenakan seragam batik biru laut dan bawahan putih identitas sekolah itu. Dia dan Rendra selalu mencuri pandang, jarak mereka cukup jauh karena Rendra bertugas sebagai penerima tamu bersama tiga teman yang lain.
"Ly, ambilkan minum untuk Pak Wira dan keluarganya. Masa tamu spesial dianggurin," bisik Dona melirik kepala yayasan yang duduk paling depan bersama istri dan putra semata wayangnya.
"Iya, Bu." Lyana lantas pergi mengambilkan teh hangat yang tersedia di ruang itu.
Dia membawa nampan mendekati tamu spesial itu dan menunduk, menurunkan tiga gelas teh di meja depan mereka. Lyana membungkukkan tubuhnya tanda menghormati, lantas dia kembali ke tempat semula. Lyana melirik putra Wira sekilas, entah sejak kapan pria itu melihatnya. Namun seperkian menit pandangan itu beralih ke depan, Lyana juga tidak menghiraukannya.
Acara pun dimulai, sambutan pertama dari kepala sekolah dan disusul ketua OSIS yang merangkap menjadi ketua panitia acara tersebut. Lyana berdiri dengan percaya diri di atas podium dan memberikan sambutannya. Tanpa rasa grogi dia lancar berbicara tanpa menggunakan teks bacaan. Lyana termasuk siswi yang aktif, pintar, cerdas dan kreatif. Mungkin bisa dikatakan dia adalah siswi favorit di sekolahan itu.
Selesai memberi sambutan tepuk tangan memenuhi ruangan serba guna itu. Lyana turun dari podium dan kembali ke tempat semula. Saatnya acara inti, perkenalan ketua yayasan baru. Dua pria berbeda generasi berdiri di atas podium dengan senyum ramah dan menawan. Semua mata tertuju pada sosok pemuda tampan yang Wira rangkul. Usai memberikan sambutan, kini tiba waktunya Wira memperkenalkan putra semata wayangnya yang akan menggantikan dia menjadi ketua yayasan.
"Ini adalah putra tunggal saya, lulusan S2 universitas akutansi di London. Masih singel tapi sayang, sudah punya calon istri," timpal Wira ditanggapi tawa kecil dari para undangan dan orang-orang di ruangan itu.
Wira terkenal sosok yang ramah, tegas, berwibawa namun humoris. Selama memimpin yayasan, sekolahan itu selalu mendapat akreditasi A. Meluluskan bibit-bibit pemuda yang unggul, hingga tak terhitung berapa ratus alumni dari sekolahan itu yang sudah menjadi pengusaha hingga pejabat.
"Namanya...." Wira menggantungkan ucapannya, ruangan menjadi hening dan semua memerhatikan ke depan termasuk Lyana yang sudah sangat penasaran. "Alvian Radley Apresio," sambung Wira tersenyum bangga menepuk bahu Al.
Al membungkukkan tubuhnya memberi salam pada semua orang yang ada di sana. Tepuk tangan meriah menyambut hangat. Semua bergembira, tak sengaja lagi-lagi pandangan Al dan Lyana bertemu namun tidak ada perasaan apa pun di antara mereka. Tidak ada getaran cinta bahkan rasa tertarik pun tak ada. Hanya saja Lyana terkesan dan simpati dengan keberhasilannya di usia muda. Al memberikan sambutan, hingga acara berlansung sampai siang.
"Ly, makan yuk!" ajak Eni setelah mereka membereskan ruang pertemuan.
Acara sudah selesai dan para tamu membubarkan diri. Ruangan pun sudah bersih, bangku di susun rapi, lantai bersih dari sampah, hanya podium yang tidak mendapat sentuhan.
"Ayo!" sahut Lyana merangkul bahu Eni mengajaknya keluar dan menutup pintu ruangan itu.
Lyana dapat bernapas lega, acara berjalan lancar dan tanpa halangan apa pun. Ketika dia dan Eni berjalan sambil bercanda di lorong sekolah menuju kantin, tidak sengaja tubuhnya tertabrak seseorang. Lyana langsung membungkukkan tubuh dan menunduk, begitu juga Eni.
"Maaf," ucapnya.
Orang itu hanya mengangguk dengan wajah datar lantas pergi begitu saja. Perasaan Lyana tidak enak karena yang dia tabrak adalah ketua yayasan baru.
***
Hujan lebat mengguyur siang itu, para siswa dan siswi sudah berhamburan keluar dari sekolahan hingga suasana di dalam sepi. Lyana menunggu seseorang menjemputnya. Dia berdiri di depan pos satpam, di saat sedang menunggu, sebuah mobil sedan hitam berhenti di depannya. Perlahan kaca pintu mobil terbuka, ketua yayasan yang tampan, masih muda dan keren menyapa.
"Kenapa kamu belum pulang? Yang lain sudah pada pulang," tanya dia bersikap tenang, berwibawa dan peduli.
"Sedang menunggu jemputan, Pak," jawab Lyana hormat dan sopan.
"Oh begitu, ya sudah saya duluan ya," ujar Al lantas menutup kaca jendelanya dan membunyikan klakson menyapa satpam yang membukakan gerbang untuknya.
Lyana tidak memiliki pikiran dan perasaan apa pun, begitu juga Al. Karena mereka sudah memiliki pasangan masing-masing. Lyana sudah resmi menjalin hubungan dengan Rendra, sedangkan Al sudah memiliki calon istri, mungkin mereka akan segera menikah.
"Lama banget sih," gerutu Lyana melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
Setelah beberapa menit, mobil merah berhenti di depan sekolahan dan menyalakan klakson.
"Sayang!" pekiknya dari dalam mobil hanya menurunkan kaca jendela.
Lyana tersenyum dan berlari cepat masuk ke dalam mobil.
"Iiiih... Mama lama banget sih?" omel Lyana mengibaskan tangan di bahu.
"Maaf, tadi Mama mampir ke toko kue dulu. Sekalian ambil pesanan yang mau kita bawa ke rumahnya Rendra," lirik Ratna menggoda karena dia tahu jika putrinya sudah resmi berpacaran dengan anak temannya.
"Aaaah... Mama. Jangan begitu, aku malu," rengek Lyana menutup wajahnya yang bersemu merah jambu.
Ratna terkikih lalu menjalankan mobilnya ke rumah Rendra. Keadaan Rendra kurang sehat makanya mereka berencana akan menjenguk Rendra.
Setelah menempuh waktu kurang lebih 30 menit, akhirnya mobil merah itu terparkir di halaman rumah bercat biru bernuansa bangunan Eropa moderen. Hujan masih cukup deras, Ratna lebih dulu keluar dan membukakan pintu untuk Lyana. Gadis itu keluar melindungi kue buah tangan untuk Rendra. Ratna memayungi tubuh mereka agar terlindung dari hujan yang terus mengguyur sejak pagi tadi. Dia memencet bel, tak berapa lama pintu pun terbuka.
"Hai, astagaaaa... kamu jadi ke sini?" sambut bahagia wanita yang masih cantik terlihat akrab dengan Ratna.
Mereka saling memeluk dan mencium pipi kanan dan kiri.
"Jadi dong, Mon. Gimana kalau nggak jadi? Bisa-bisa dia nanti malam nggak bisa tidur." Ratna melirik Lyana.
Mona tertawa dan mengerti maksud temannya itu. Lyana menunduk tersenyum tak jelas dan malu-malu kucing.
"Ayo masuk!" Mona merangkul Lyana. "Rendra di kamarnya, panasnya sih sudah turun, cuma katanya kepalanya masih pusing," jelas Mona mengantar mereka ke kamar Rendra.
"Lagi musim ini, biasa kalau cuaca tidak menentu," timpal Ratna berjalan di belakang Mona yang berjalan di depannya merangkul Lyana.
Lyana hanya diam, debaran jantungnya menjadi tak karuan ketika melihat pintu kamar bercat coklat. Pasalnya ini adalah kali pertama baginya masuk ke kamar orang lain. Mona membuka pintu, suasana remang, sepi menyambut mereka. Sesosok pria tertidur di bawah bed cover tebal. Nuansa hitam putih membuat kamar itu terasa maskulin.
"Sayang, Rendra," seru Mona halus membangunkannya.
Tubuh itu menggeliat dan perlahan membuka mata. Mona menyalakan lampu, tangan Rendra secara spontan menghalangi matanya karena belum siap menerima cahaya terang.
"Tuh lihat siapa yang datang," timpal Mona.
Rendra mengejapkan matanya dan mengusap wajahnya pelan. Senyum terukir di bibirnya menyambut Ratna dan Lyana yang sudah berdiri di samping tempat tidur. Rendra bangun dari rebahannya dan duduk bersandar di kepala ranjang.
"Tante, Lyana," sapa Rendra setelah pandangannya jelas dan kesadarannya sempurna.
"Gimana keadaan kamu?" tanya Ratna basa-basi.
Lyana meletakkan kuenya di atas meja kecil samping tempat tidur Rendra. Mona meninggalkan mereka, sedangkan Ratna duduk di tepi ranjang.
"Alhamdulillah sudah mendingan, Tan," jawabnya tersenyum malas, karena masih merasa sedikit pusing.
"Itu Lyana bawain kue, nanti dimakan ya?" ujar Ratna menunjuk kue yang Lyana letakkan di atas meja.
"Iya Tan, terima kasih malah merepotkan Tante dan Lyana," ucap Rendra sungkan.
"Jangan sungkan begitu." Ratna tersenyum manis dan mengelus bahu Rendra.
"Rat, Ly, minumnya aku taruh di sini ya?" Mona datang membawa dua cangkir teh hangat dan stoples kue kering.
Dia letakkan di atas meja depan televisi dan di sana ada satu sofa panjang bewarna hitam.
"Makasih, Tan," ucap Lyana.
Ratna berdiri pindah duduk di sofa bersama Mona. Lyana masih berdiri mematung di depan nakas.
"Kok berdiri saja sih. Sini!" Rendra menarik tangan Lyana agar duduk di sebelahnya.
Lyana malah salah tingkah dan bingung. Dia duduk gusar memalingkan wajahnya. Rendra tersenyum tipis, pacarnya itu memang gadis lugu dan baru kali pertama pacaran. Jadi belum terbiasa memerlakukan dirinya sebagai seorang kekasih.
"Gimana tadi di sekolah tanpa aku?" tanya Rendra mengawali obrolan mereka.
"Biasa saja, cuma sedikit ada yang beda. Sepi," jawab Lyana polos.
Rendra beruntung karena dapat menaklukkan hati gadis pintar dan favorit di sekolahannya. Obrolan mereka berlanjut di bawah pengawasan Ratna dan Mona.
***
Al merasa gusar dan bosan, sudah hampir dua jam dia berkeliling mal, ketampanannya menjadi santapan wanita-wanita haus kasih sayang. Tangan Bianca melingkar posesif di lengannya.
"Kita mau ke mana lagi sih? Belanjaan kamu sudah banyak, baju sudah dapat, sepatu sudah, perhiasan sudah, terus mau cari apa lagi?" tanya Al lelah menemani calon istrinya berbelanja perlengkapan acara pernikahan mereka yang akan terselenggara satu bulan lagi.
"Sayang, aku belum dapat kebaya yang cocok untuk ijab kabul kita nanti. Kita cari butik yang bisa mendisain kebaya modern ya?" Bianca melendot manja di lengan Al seraya melangkah masuk ke butik ternama.
Al menghela napas dalam, Bianca memang wanita yang modis, dan mengutamakan penampilannya. Tak heran baginya jika shopping adalah hobi calon istrinya.
Al sangat sabar dan setia menunggu Bianca memilih kebaya yang sesuai keinginannya. Seorang desainer terkenal sedang berbincang dengan wanita lulusan S2 satu angkatan dengan Al. Dia bekerja di salah satu perusahaan minyak dan gas, jabatannya cukup tinggi dan selalu melayani publik, wajar jika dia mengutamakan penampilannya.
"Sayang, bagaimana jika seperti ini?" Bianca memamerkan hasil gambar desainer kebaya yang dia pilih.
"Boleh, bagus," jawab Al sambil menganggukkan kepalanya.
"Oke, aku jadi pesan ini." Bianca menyetujui pesanannya dan Al membayar DP kebayanya.
Setelah semua didapatkan, Bianca mengajak Al makan di salah satu restoran. Entah mengapa Al bisa mencintai wanita yang glamor dan terkesan royal seperti Bianca. Apa mungkin karena wanita itu cantik, dan pendidikannya pun tinggi? Mungkin saja. Tapi apakah perasaan yang dimiliki Al cinta sejati ataukah hanya cinta sesaat yang karena tersilau oleh kecantikan luarnya? Yang pasti Al cukup nyaman bersama Bianca dan dia tipe pria setia. Sekali berkomitmen dengan seorang gadis, Al akan berusaha setia.
########
Format pesanan
Nama :
No HP :
Alamat lengkap :
Desa / kelurahan :
*Kecamatan :
*Kota / kabupaten :
*Provinsi :
*Kode Pos :
Judul buku :
Jumlah pesanan :
Ekpedisi pilihan : J&T, Wahana, Pos, Si Cepat, Tiki, Lion Parcel, dll.
Kirim format ke 085710415323 (Kak Ebie) / 088220245296 (Rex Delmora) / 081249092360 (Rex Publishing).
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top