XXXIII. Day By Day

🍂There is no third chance 🍂
.

.

.

Happy reading guys and sorry for typo okey ☺️

.

.

.

Raga layu itu tersenyum menyaksikan butiran-butiran putih yang berjatuhan dari langit sore ini, bibir kering dan pucat miliknya merekah dengan lebar membuktikan bahwa dia begitu bahagia. Hari demi hari terlewati, dan seminggu telah berlalu sejak malam di mana insiden tumbang nya Taehyung, malam itu Taehyung harus kembali masuk ke dalam ruang operasi untuk prosedur pengangkatan ginjal kiri nya. Gagal ginjal, itulah yang Baekhyun katakan pada mereka semua kala itu. Sekarang, kondisi nya bisa di bilang stabil walau tak memungkiri bahwa keadaan Taehyung terus menurun selama seminggu terakhir.



Cklek



Jungkook masuk ke dalam ruang rawat Taehyung dengan tangan kanan yang menjinjing satu pack amplop berwarna putih permintaan dari sang kakak tersayang.

"Hyung, memang bibir mu tidak lelah? Kau terlalu lama tersenyum hyung."

Jungkook menduduki kursi kecil di sebelah ranjang pesakitan dan menyodorkan benda bawaannya pada Taehyung. "Cah, barang pesanan mu sudah datang pangeran."

Taehyung tersenyum menatap antensi Jungkook, tangan kanan berbalut infus itu terulur untuk menerima barang pemberian Jungkook. "Terima kasih." ucap nya lirih.

"Oh iya, papa, Namjoon hyung Paman Minseok dan Yoongi hyung sudah berangkat ya?" tanya nya.

Jungkook mengangguk mengiyakan bahwa Baekho dan Namjoon sudah pergi sejak tadi pagi ketika Taehyung menjalani terapi rutin nya. Mereka berdua harus kembali ke Jerman guna mengurusi perusahaan Baekho yang sudah lama terbengkalai juga mengumumkan bahwa Namjoon yang akan menjadi penerus perusahaan itu selanjutnya sebab Baekhyun tidak tertarik dengan dunia bisnis.

Sedangkan Minseok dan putra sulung nya harus kembali ke Seoul untuk menengok restoran mereka, omong-omong Sebelum Minseok pergi Taehyung sudah memaksa laki-laki paruh baya itu untuk berjanji tidak akan memberitahukan semua fakta pada keluarga nya yang ada di Seoul dan dengan terpaksa Minseok mengiyakan nya sebab Taehyung memaksa dengan isak tangis yang tak berkesudahan. Membuat semua orang kalang kabut karena setelah itu Taehyung kembali Collapse dan berujung tak sadar kan diri.

"Baekhyun hyung pergi kemana Hyung?" kini Jungkook yang bertanya.

"Baekhyun hyung ada jadwal operasi, jadi sudah pasti dia berada di ruangan itu."

Jungkook mengangguk lagi, tangan kanan nya bergerak meraih buah apel di atas meja nakas samping ranjang pesakitan Taehyung lalu memakan nya.

"Jung, bagaimana kondisi Jimin? Dia baik-baik saja kan?"

"Demam nya mulai turun, dia juga sudah mau makan."

"Benarkah? Syukurlah jika begitu keadaan nya"

Kemarin anak sipit itu ikut tumbang sebab terlalu sering menangis karena penjelasan Baekhyun seminggu yang lalu tentang perihal kondisi Taehyung secara gamblang tanpa sedikit pun di tutup-tutupi, Jimin juga sering melewatkan jam makan nya serta di tambah dengan suhu udara yang terus mendingin membuat tubuh nya tumbang setelah itu.

"Jungkook."

Taehyung kembali berujar dengan suara serak dan lemah nya membuat Jungkook seketika menghentikan kunyahan buah apel yang ada di mulut dan memandang sang kakak dengan alis bertaut bingung.

"Bisa kau menjaga Jimin untuk aku? Kau tau kan, Jimin adalah harta paling berharga yang pernah ada di kehidupan ku? Jadi tolong jaga dia ketika hyung sudah tidak mampu lagi menjaga nya. Hibur dan temani Jimin ketika dirinya menangis sebab kehilangan ku suatu saat nanti."




Deg




"Hyung! Apa maksud perkataan mu ini hah?!"

Jungkook berdiri dari posisi duduk nya menatap nyalang pada Taehyung sebab tidak terima dengan ucapan yang baru saja terlontar dari dalam mulut kakak kesayangan nya.

"Tidak ada yang akan menghilang ataupun merasa kehilangan! Aku tidak perduli dengan perkataan mu tadi, kau sendiri saja yang menjaga nya kenapa harus aku?!"



Brakk



Jungkook membanting pintu kamar rawat Taehyung dan berlalu pergi dari sana, hati nya sakit sekali setelah mendengar permintaan menyedihkan Taehyung barusan. Taehyung hanya bisa tersenyum menatap kepergian adik nya sebab dia sudah menduga Jungkook akan memberikan respon seperti ini.

"Maaf, bila hyung menyakiti mu Jungkook. Jujur hati ku juga sama sakit nya."

.

.

Jungkook terkejut ketika kedua mata bulat nya menangkap presensi Nara dan Hoseok yang berdiri tepat di samping pintu ruang rawat Taehyung dalam keadaan terisak pilu, sepertinya mereka berdua mendengar perkataan Taehyung tadi.

"Nara Mama."

Jungkook menarik tubuh wanita itu dan merengkuh nya erat, mencoba menguatkan hati Nara kendati hati nya pun butuh di kuatkan oleh seseorang.

"Jung—kook hiks hiks Tae-Taehyung-ie ku."

"Mama tidak ingin kehilangan nya Jungkook, mengapa tuhan begitu kejam pada Taehyung? Kenapa disaat dirinya sudah bahagia vonis itu datang menghancurkan harapan semua orang hiks hiks?"

Jungkook mengeratkan rengkuhan ketika bayang penjelasan Baekhyun seminggu lalu kembali masuk kedalam ingatan nya.

"Sudah tidak ada harapan lagi."

"Jantung dan paru-paru Taehyung tidak bisa bertahan lebih lama lagi, kedua organ itu rusak total. Baekhyun sudah pernah menjelaskan bahwa Endokarditis dapat memicu penggumpalan bakteri dan pembekuan darah (vegetasi) di area infeksi. Vegetasi tersebut dapat terlepas dan berpindah ke organ vital, seperti otak, paru-paru, ginjal, dan limpa. Dan kini komplikasi itu telah menuju ke tahap kompleks, limpa anak itu mulai membengkak di tambah infeksi mulai menjalar ke otak nya. Taehyung bisa mengalami stroke setelah ini hiks hiks, Beakhyun harus bagaimana?"

Jungkook menggeleng guna menghilangkan bayangkan menyakitkan itu, Jungkook tidak akan sanggup bila harus kehilangan Taehyung. Bahkan bukan hanya dia yang tak rela tetapi semua orang yang menyayangi sang kakak pun tidak akan pernah rela, terbukti dengan jimin yang tumbang atau Nara dan Chaerin yang terus menangis setiap keluar dari dalam ruang rawat Taehyung. Yang pasti mereka semua tidak ingin kemungkinan terburuk itu terwujud.







Pyarrrr





Deg!








Mereka bertiga terhenyak ketika suara pecahan kaca terdengar dari dalam ruang rawat Taehyung, tanpa aba-aba Jungkook langsung membuka pintu dan masuk bersama dua orang itu.

"Hyung!"

"Ya Tuhan!"

"Tae?!"

Mereka bertiga mendapati sang pemilik ruangan terjatuh dari atas ranjang sembari meremat kuat dada nya, di samping tubuh Taehyung pecahan gelas kaca telah berserakan ke segala arah bahkan ada yang sampai menggores pipi kanan nya.

"Hoseok Panggil Baekhyun atau Chanyeol cepat." titah Nara panik.

Jungkook mendekat, membawa tubuh Taehyung ke pangkuan nya dia usap lembut darah yang ada pipi sang kakak menggunakan tangan bergetar milik nya. Derai air mata bahkan mengalir deras dari kedua pelupuk mata bulat nya, entahlah Jungkook mulai takut sekarang.

"Hyung? Kau bisa mendengar ku?!"

"Taehyung-ie hyung, kumohon jawab aku hiks hiks"

"Jung--kook Sak—kit, Sakit se-kali hh Eugh."

Cairan asin itu semakin mengalir deras di pipi Jungkook, hati nya pedih sekali mendengar suara rintihan sakit dari kakak kesayangan nya. Kalau bisa Jungkook ingin menggantikan posisi Taehyung saja.

"Hyung kau kuat aku percaya itu, jadi bertahan ya."

Nara mendekat, setelah menginstruksi Hoseok untuk memanggil Baekhyun ataupun Chanyeol bertepatan dengan itu kedua mata Taehyung akhirnya terpejam membuat kedua nya terpekik tak terima.

"Andwe hyung, jangan tutup mata mu hiks hiks."

"Jangan seperti ini sayang, Mama mohon."

Di lain tempat seorang wanita paruh baya tiba-tiba secara tak sadar menjatuhkan gelas teh yang sedang dia pegang hingga hancur berkeping-keping.



Pyarrrr



"Kenapa perasan ku mendadak gelisah begini? Ada apa dengan ku?"

"Aku berdoa agar semua keluarga ku baik-baik saja."

Malam semakin larut tetapi isakan itu masih menggema pedih memecah kesunyian yang ada di sekeliling nya, Nara terus saja terisak dengan tangan yang menggenggam erat telapak tangan dingin itu.

Kedua matanya sembab dengan hidung bersemu merah sebab terus menerus menangis dari tadi sore, kondisi Taehyung kembali menurun bahkan lebih parah. Selang paru-paru kembali menancap di dada nya di temani begitu banyak kabel beserta selang selang kecil lainnya.

Nara menatap masker oksigen yang Taehyung kenakan, Mulut anak itu terus saja merintih menandakan bahwa rasa sakit yang dia rasakan begitu besar. Taehyung sudah sadar sejak tiga puluh menit yang lalu dan dia terus saja mengeluh bahwa seluruh tubuh nya terlampau sakit dan berdeyut nyeri.

Mereka semua menangis mendengar rintihan bocah Malang itu, mereka merasa sangat egois sekarang sebab terus saja memaksa nya bertahan dan tetap berjuang hingga kini.

"Sayang?" Nara mengusap keringat di dahi Taehyung perlahan.

"Eugh?"

"Masih sakit hm?"

Taehyung mengangguk, dada nya bagai di remat kuat dari dalam hingga ia begitu sulit untuk menarik napas. Kaki dan tangan nya begitu ngilu di tambah rasa panas dan tidak nyaman di area perut atas bagian kiri nya.

Taehyung balas menggenggam lemah tangan Nara ketika rasa sakit itu datang lebih besar lagi, Taehyung menangis sebagai bentuk dari pelampiasan kesakitan nya.

"Ma, Sa—kit hiks hiks."

"Sakit seka--li hh ughh."

"Anak Mama itu kuat, Tae pasti bisa melawan rasa sakit nya sayang. Mama akan mengusap dada Taehyung ya?"



Cklek



"Chanyeol? Jimin?"

"Jimin ingin bertemu Taehyung Ma."

Chanyeol datang sembari menuntun langkah kaki sang adik—Jimin. Chanyeol mendudukan Jimin di kursi samping ranjang Taehyung tepat di hadapan Nara. Setelah memposisikan tempat duduk sang adik Chanyeol kini beralih kepada si pasien kesayangan.

" Tae? Masih sakit hm?" tanya nya.

Taehyung tidak menjawab dia hanya bisa mengangguk sebagai jawaban untuk pertanyaan Chanyeol.

"Tahan ya sayang, hyung tidak bisa memberikan mu obat penghilang rasa sakit lagi sebab obat itu perpotensi besar mengakibatkan serangan jantung dan tentu saja hyung tidak ingin hal itu terjadi. Jadi maaf kan Hyung Tae."

Chanyeol mengusap surai lepek Taehyung, Menatap mata anak itu yang kembali berair sebab menangis menahan sakit nya.

"Tae?" Jimin meraba ranjang pesakitan Taehyung guna mencari di mana letak tangan sang sahabat berada, Jimin menggenggam erat tangan berbalut infus itu lembut bermaksud menguatkan Taehyung.

"Aku di samping mu Tae, kita lawan rasa sakit itu bersama ya? Kau bisa meremat tangan ku jika itu terlalu sakit, bagi kesakitan mu pada ku. Jangan menyerah Hiks hiks aku tidak ingin kehilangan mu."

Jimin menunduk, air mata pun langsung jatuh dari pelupuk nya. Jimin merasa gagal sebagai seorang sahabat, dia bahkan tidak bisa berbuat apapun untuk sang sahabat selain menangis dan terus meminta agar Taehyung tetap berjuang.

"Ul-jima."

Taehyung mengusap air mata di pipi Jimin dengan gerakan teramat lemah dan itu sukses membuat tangisan bocah sipit itu semakin kencang dan tak tertahan kan. Namun Taehyung tak kehabisan akal, dia mengarahkan jari jemari nya menuju hidung milik Jimin dan menekan lemah hidung itu.

"Kenapa kau melakukan ini Tae?"

"Selain, menghentikan seseorang tertawa menekan hidung juga bisa menghentikan tangisan."

Suara itu begitu lirih bahkan Jimin nyaris tak mendengar nya, tapi Jimin ingat bahwa salah satu kebiasaan Taehyung adalah menekan Hidung nya ketika dirinya tertawa. Saat itu Taehyung menekan nya sangat kuat hingga dia tidak bisa bernapas tetapi kini yang bisa Jimin rasakan hanyalah sebuah sentuhan lemah dari Taehyung.

"Apakah aku terlalu egois? sebab terus saja memaksa dia untuk bertahan di tengah kesakitan nya? Sungguh Aku ingin dia bahagia, namun hati ku terlalu tak rela bila kehilangan nya. Maafkan aku Tae."


Hello selamat hari kemerdekaan 🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩yuhuuuuu 😁😁😁😁😁😁


Lampung, 17 agustus 2020
Lampung, 10 maret 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top