Letter To Dad

"There is no painful word other than the word Regret and the most severe regret when you're not even given the chance to improve it"
—Taehyung.

.

.

.


Satu tahun telah berlalu dan sejak saat itu semua nya tidak akan pernah baik-baik saja ataupun bisa kembali seperti semula. Kepergian Taehyung, malaikat manis yang begitu polos itu benar-benar memberikan pukulan telak kepada mereka semua yang menyayangi nya.

Seperti Jungkook yang memutuskan untuk tinggal bersama Nara dan Baekho di busan, putra bungsu Jaejun itu beralasan bahwa dirinya terlampau tak mampu untuk kembali tinggal di rumah yang menjadi saksi bisu atas semua penderita sang kakak. Alasan lain yang Jungkook utarakan adalah dirinya ingin mengabulkan permintaan Taehyung untuk menjaga harta terpenting yang sang Kakak titipkan pada nya, Jimin.

Ya, Jimin. Dialah Harta paling penting dan teramat berharga bagi seorang Kim Taehyung, dan kini jungkook lah yang berkewajiban menjaga serta melindungi nya.

Jimin, si bungsu Park itu benar-benar terpuruk selama satu tahun terakhir. Pemuda itu bahkan sempat menolak melakukan operasi cangkok mata satu tahun lalu, Jimin mengamuk dan terus merancau bahwa dirinya akan menjadi seorang sahabat terburuk jika menerima kornea mata milik Taehyung—sahabat nya.

Dan tak hanya itu, Jimin bahkan hampir menyayat nadi nya menggunakan pecahan gelas kaca tepat setelah sadar dari pengaruh obat bius sehabis operasi. Namun berkat usaha Jungkook selama satu tahun terakhir, Jimin perlahan-lahan mulai mengerti dan kembali menjadi Jimin yang dulu.

Baekho dan Nara memutuskan untuk menetap di busan melanjutkan kehidupan mereka, Baekho bahkan mengadopsi Jungkook menjadi putra mereka.

Sedang Baekhyun dan Namjun memilih tinggal di Jerman, Baekhyun kembali bekerja di rumah sakit terbesar Berlin dan Namjun mengambil alih perusahaan baekho yang ada disana.

Untuk keluarga Jung, mereka tetap berada Seoul melanjutkan kehidupan mereka bertiga yang dulu sempat hancur karena sebuah kesalahan pahaman.

Dan terakhir,

Jaejun, Seokjin dan Taehee. Mereka bertiga lah yang menanggung beban berat atas semua penyesalan di masa lalu. Mungkin inilah cara Tuhan menegur mereka untuk semua kesalahan yang telah mereka lakukan dulu.

Jaejun, laki-laki itu hanya selalu berdiam diri di kamar putra tengah nya. Jaejun kadang tersenyum, lalu berubah marah dan selalu diakhiri dengan tangisan menyayat hati. Dan kondisi Taehee tidak jauh berbeda dengan Jaejun.

Untuk Seokjin, putra sulung keluarga Kim itu berhenti dari pekerjaan nya dan memilih mengambil alih perusahaan sang Ayah yang terbengkalai. Seokjin memilih pilihan ini sebab dia merasa sangat bersalah dan teramat tidak berguna menjadi seorang dokter karena tidak berhasil menyelamatkan adik nya, karena kesalahan yang dia perbuat Taehyung nya pergi dan tak akan pernah mungkin kembali.

Jungkook menghela napas sejenak, berniat menguatkan dirinya sebelum mengetuk pintu rumah megah yang satu tahun terakhir enggan untuk dia pijaki.

"Huh! Kuatkan diri mu Jung, kau harus menyampaikan surat itu pada Ayah, Ibu dan juga Seokjin hyung!"



Tok

Tok

Tok



Jungkook mengetuk pintu kayu itu pelan, sekitar lima menit barulah pintu besar itu terbuka menampilkan seorang pelayan yang tidak Jungkook kenal. Sepertinya dia pelayan baru.

"Maaf ada perlu apa ya?" ujar pelayan itu.

"Saya ingin bertemu dengan Tuan Kim Jaejun."

Pelayan itu nampak memindai pelan Tubuh Jungkook dari ujung kepala hingga ujung kaki nya. "Maaf anda siapa ya?"

Jungkook tersenyum dan menunjukkan sebuah foto yang ada di dalam Ponsel nya. Pelayan itu nampak terkejut sebab di foto itu tergambar jelas wajah sang majikan bersama pemuda yang ada di hadapan nya.

"Jadi apakah aku boleh masuk dan bertemu ayah ku?"

"Ah maafkan saya Tuan muda, maaf karena saya tidak mengenali anda." Pelayan itu menunduk penuh sesal.

"Tidak apa bibi, Yasudah aku masuk ya. Oh iya Ayah ada di mana?"

Wajah pelayan itu nampak berubah menyendu, mata nya menyiratkan kesedihan entah karena apa.

"Tuan Jaejun sedang berada di lantai dua........ Kamar mendiang Tuan muda Taehyung."

Jungkook tersenyum miris, ada sebuah pukulan telak yang tiba-tiba dia rasakan di ulu hati ketika mendengar nama si sosok tersayang yang kini telah pergi begitu jauh dari kehidupan nya.

"Uhm, baiklah. Terima kasih informasi nya dan bibi boleh pergi."

Jungkook kembali menghela kasar napas berat nya, kedua tangan itu terlihat mengepal kuat juga detak jantung yang kini bergemuruh hebat. Dia begitu takut hati nya kembali lemah ketika datang ke tempat itu lagi.

Di sisi lain Jaejun terlihat duduk di kursi belajar milik Taehyung. Iya, semua barang-barang milik Taehyung yang tadinya berada di dalam gudang telah di tata kembali seperti sedia kala atas perintah Seokjin. Walaupun si pemilik kamar tak akan pernah kembali lagi namun setidaknya mereka masih bisa mengingat sosok itu ketika datang ke kamar ini.

Jaejun memandang ke arah ranjang besar yang terlihat begitu dingin itu. Ingatan demi ingatan kembali singgah di dalam kepala nya. Dulu pernah tanpa sengaja Jaejun mendengar pembicaraan Taehyung bersama Bibi Shin, mantan kepala pelayan di rumah nya yang kini telah berhenti sejak putra kedua nya itu meninggal.

"Bibi, kira-kira bagaimana ya rasanya berada di gendongan Ayah? Apakah menyenangkan seperti yang kookie ceritakan? Uwa Taetae membayangkan nya saja sudah sangat senang."

Taehyung kecil berbicara dengan suara yang begitu riang di hadapan wanita paruh baya itu.

"Tuan muda juga ingin seperti itu hm?" Bibi Shin membelai surai tuan muda nya di akhir dengan usapan lembut di pipi tembam yang nampak sedikit memerah akibat tamparan Jaejun itu.

"Eh, tidak kok. Taetae tidak berani meminta Ayah melakukan itu bibi, Nanti Ayah marah lalu memukul atau menampar Taetae lagi. Taetae sudah senang kok walau hanya mendengarkan kookie bercerita, hehehe. Oh iya bibi kaki Taetae sakit, bisa berikan obat merah tidak? Taetae tidak bisa melakukan nya sendiri."

Bibi Shin tersenyum walau sedikit miris, dia tidak habis pikir bagaimana bisa kedua majikan nya begitu kejam terhadap anak kecil polos yang berada di hadapan nya ini.

"Tentu Tuan muda tampan, Coba kita lihat di mana yang sakit?"

"Di betis bibi."

Taehyung menunjuk betis nya yang masih tertutupi oleh celah panjang kebesaran yang dia kenakan. Sebenarnya celana ini adalah celana bekas milik Seokjin jadiah masih terlalu besar untuk Taehyung, dan bukan hanya celana saja bahkan hampir seluruh pakaian milik Taehyung adalah pakaian bekas milik si sulung keluarga Kim sebab Taehee selalu berkata dia tidak ada waktu untuk membelikan Taehyung sebuah pakaian.

"Astaga, Kenapa bisa seperti ini Tuan muda?! Ini seperti luka cambukan, bilang pada bibi siapa yang melakukan ini hm?" Bibi Shin memekik terkejut ketika mendapati luka panjang di betis Taehyung, bahkan luka itu nampak masih segar dengan darah yang merembes keluar sebab belum sakali pun di obati.

"A--yah... Eh tapi bibi jangan sedih begitu, ini tidak sakit kok! Lagian Taetae pantas mendapatkan nya karena Taetae nakal, bibi jangan menangis."

"Hiks hiks hiks."

Sungguh, Bibi Shin begitu sakit sekali mendengaran perkataan Taehyung.

"Bibi Sudah jangan menangis. Eh bibi, bibi Shin... Itu Taetae mau minta tolong,"

"Tas sekolah Taetae sobek, bisa bibi jahitkan tidak?"

"Hiks hiks hiks."

"Kenapa bibi lebih keras menangis nya? Taetae jadi ingin menangis nih hiks hiks."

Sesak sekali! Jaejun meremat kuat dada nya, bayangkan betapa kejam perilaku yang ia lakukan dulu kembali menyiksa batin nya tanpa ampun.

"Taetae... Ayah ingin bertemu dengan mu sekali lagi nak."

Dari balik pintu itu Jungkook bisa mendengar jelas rintihan pilu sang Ayah yang begitu menyedihkan untuk dia dengar. Jungkook menyadarkan punggung nya pada dinding samping pintu, kristal bening terlihat menetes di pipi putih itu bersama gigitan kuat pada bibir nya guna menahan isakan yang siap menerobos keluar.

"Hyung sudah setahun berlalu tapi mengapa rasa nya masih begitu menyakitkan."

Lima menit berlalu Jungkook mulai memantapkan hati nya untuk masuk kedalam kamar itu menemui sosok yang dulu begitu dia kasihi juga hormati.





Cklekk





Jaejun menatap pintu kamar yang perlahan terbuka, mata nya berubah mengembun ketika sosok itu melangkah mendekati nya. Dia Jungkook, putra bungsu nya yang sudah satu tahun ini pergi untuk menata kembali kehidupan nya.

"Jungkook-ie."

"A-yah,"

"Maafkan aku karena pergi dan melimpahkan semua kesalahan pada kalian hiks hiks." Jungkook mendekap tubuh Jaejun dan terisak di sana.

Setelah puas menumpahkan semua air mata pada sosok itu, perlahan tapi pasti Jungkook mulai mengeluarkan sesuatu dari dalam saku jaket nya.


Sebuah buku bersampul coklat.

Dan,

Sebuah amplop berwarna putih.


"Ayah, Ini buka catatan milik Taehyung hyung dan ini surat terakhir yang dia tulis untuk Ayah,"

"Ayah bisa membaca nya, dan Jungkook akan pergi menemui Ibu dulu."

Jaejun menerima dua benda yang Jungkook ulurkan pada nya dengan tangan bergetar. Setelah memberikan itu Jungkook berlalu pergi meninggalkan Jaejun yang masih terdiam menatap lekat kedua benda itu.

Hal yang ingin aku lakukan.
(Kim Jaejun, Ayah)

Itulah kalimat pertama yang Jaejun baca dari buku bersampul coklat milik mendiang putra keduanya.

1. Bersepeda bersama sambil menikmati matahari terbenam di dekat sungai han.

2. Meminum coklat panas bersama ketika musim dingin tiba.

3. Bisa berbicara layaknya seorang Ayah dan putra nya.

4. Belajar berkendara bersama Ayah.

5. Bisa Berkeluh kesah pada Ayah ketika aku memiliki sebuah masalah.

6. Memeluk tubuh Ayah dan berkata 'Aku menyayangi nya setiap hari.

7. Menggendong tubuh Ayah ketika Ayah sudah tidak mampu lagi berjalan sendiri.




Cukup!




Jaejun tak lagi mampu melanjutkan membaca buku catatan itu. Hati nya sakit sekali ketika membayangkan tidak ada satu pun dari hal itu yang sudah pernah dia lakukan bersama Taehyung.

"Bagaimana bisa Taetae pergi tanpa melakukan satu hal pun bersama Ayah hm? Taetae marah sekali pada Ayah ya nak? Hiks hiks."

Jaejun beralih pada amplop putih itu, jantung nya semakin berpacu lebih kencang di banding sebelumnya.

Ayah, Ini Taehyung.

"Tae, Putra ku hiks hiks."

Ayah apa kabar? Apakah baik? Tae selalu berdoa pada Tuhan agar Ayah baik-baik saja dan selalu sehat. Sebelum nya, Taehyung ingin meminta maaf kepada Ayah.

Maaf, karena Taehyung belum bisa menjadi seorang anak yang bisa Ayah banggakan. Maafkan Tae bila selama ini Taehyung begitu nakal dan selalu membuat Ayah marah, dan sekali lagi maafkan Taehyung Ayah. Maaf karena Taehyung sudah terlahir sebagai seorang anak yang memalukan bagi Ayah.

Ayah, Dulu ketika Taehyung tinggal bersama Kakek dan Nenek Taehyung selalu bermimpi untuk bertemu dan memeluk tubuh Ayah. Tapi sepertinya Taehyung tidak akan pernah bisa melakukan nya. Jadi Ayah, ketika jantung Taehyung tidak lagi berdetak juga napas Taehyung yang sudah tidak dapat lagi berhembus dan Tubuh Taehyung yang tak lagi mampu memeluk Ayah bisakah sekali saja Ayah yang memeluk tubuh Taehyung? Taehyung tidak memaksa, Tidak apa bila Ayah tidak sudi untuk melakukan nya, hehehe.

"Tidak nak, Ayah sudah memeluk tubuh mu ketika Taehyung tertidur hari itu. Bahkan Ayah sendiri yang meletakkan tubuh Taetae di tempat peristirahatan terakhir mu Hiks hiks."

Ayah tahu tidak? Dulu jika Taehyung sudah besar Tae selalu ingin menjadi seperti Ayah. Seorang laki-laki keren dan seorang Ayah yang begitu menyayangi keluarga nya, Tae juga ingin menjadi seorang Anak yang selalu berbakti kepada Ayah dan Ibu hingga Taehyung tua nanti. Namun sepertinya, Tuhan hanya memberikan Taehyung umur yang begitu sedikit juga tidak mengijinkan Taehyung menemani Ayah dan ibu di hari tua kalian nanti.

Taehyung tidak apa, Taehyung tetap bahagia dan bersyukur sudah di beri kesempatan hidup menjadi anak seorang laki-laki bernama Kim Jaejun.

Taehyung sudah bahagia, jadi bukankan Ayah harus nya hidup dengan penuh kebahagiaan juga? Taehyung akan selalu berdoa untuk kebahagiaan Ayah dan yang lainnya, Jangan bersedih terlalu lama bila seandainya ada sesuatu yang buruk telah terjadi di kehidupan kalian.

Belajarlah untuk menerima bukan meratapi atau menghindari kepedihan yang hadir dalam hidup kalian. Terima itu dan perbaiki apa yang seumpama masih bisa kalian perbaiki.

Ayah Tangan Taehyung sudah gemetaran sekarang, jadi hanya ini yang mampu Taehyung tulis dalam surat tak berguna ini. Sebagai penutup—"

Jaejun menghentikan bacaan pada buku itu lalu menatap ke depan, air mata nya kembali tumpah tak terkendali ketika sosok manis itu duduk tepat di hadapan nya.

"Taehyung-ie."

Sosok putih itu mengusap perlahan air mata di pipi Jaejun seraya merekahkan senyum dengan begitu manis.

"Syutt,"

"Taehyung disini Ayah, di hati Ayah selama nya. Taehyung tidak pergi terlalu jauh, jadi Jangan menangis lagi hm?"

Sosok itu--Taehyung-- Mendekat dan mendekap tubuh sang Ayah dengan begitu lembut. Dia cium kening itu dengan penuh kasih sayang lalu menghilang setelah sempat membisikan satu kalimat pada telinga kanan Jaejun.





































































"Sebagai penutup, Taehyung sayang Ayah selama nya."

Yg nungguin lama epilog nya siapa hayo?

Maap ya lama bngt ini keluar nya astaga 🙏🙄🤧

Aku ga tau lagi mau ngomong apa...

Cerita ini beneran menguras keringat, darah dan air mata...

Mau tanya, kalian tau cerita ini dari mana? Rekomendasi teman kah? Atau ga sengaja scroll2 dan nemuin ini atau gmna nih?

Trs2 gmna sih kesan kalian pas pertama baca work ini?

Ad ekspektasi ga kalo cerita ini bakalan seru atau biasa aj pas pertama baca?

Ada bagian yang menguras air mata? Coba aku mau tau yang man?

Atau ad scene paling menguji iman untuk tidak mengumpat?

Scene favorit kalian yang mana? Atau udah lupa ya smaa cerita ini?

Hehehe yaudah deh itu aj,...

Silahkan yg ingin berkeluh kesah pada pemain ff ini

Taehyung,

Jaejun & Taehee

Seokjin,

Jungkook,

Jimin,

Hoseok & Yoongi

Namjun & Minseok

Nara & Baekho

Chanyeol & Baekhyun

Chaerin & Jisang (Eomma & Appa Jimin and Chanyeol)

Atau

Ke author ga jelas ini silahkan 😂

Yaudah bye bye ☺️

Ifa ❤️💜

Lampung, 05 Januari 2021
Lampung, 14 maret 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top