80. Brother-Sister Time

Akhir minggu ini Mark tidak punya jadwal apapun. Proyeknya sudah selesai, tinggal menunggu approval dari atasan. Revisi skripsi sudah beres. Benar-benar tinggal nunggu wisuda.

Hal itu dimanfaatkan Hechan untuk memaksa Mark ikut membuat cover lagu. Dia bosan karena tidak ada teman main. Rendra sibuk ambil data skripsi di rumah sakit Klaten. Jevin sedang menemani Jeno pulang ke Jakarta.

Akhirnya Hechan berhasil menyeret Naya dan Mark untuk membuat konten baru. Mark sih ikut-ikut aja, dia juga sedang longgar tidak ada pekerjaan. Naya ikut dengan setengah hati. Gadis itu ingin mengubur diri di balik selimut hangatnya. Namun, Hechan malah membuat Naya keluar dari zona nyaman dan menyetel tiga buah kamera untuk membuat music video.

"Liriknya A-N-J-A-Y banget, Chan," komentar Mark saat tahu lagu yang ingin dinyanyikan Hechan.

Hechan meringis. "Pengin coba nyanyi yang melow dikit, Mark."

"Ini mah bukan dikit lagi," ucap Mark sambil geleng-geleng. "Gue bakal mewek sih kalau ada di posisi orang ini."

"Semoga suara gue bisa dihayati ya," ucap Hechan. "Biar yang denger jadi nangis."

"Gue langsung main gitar aja nih?"

Hechan mengangguk. Ia melihat ke arah Naya yang daritadi diam. Gadis itu menunggu tanpa banyak protes. Seperti bukan seorang Naya.

"Neng, sudah siap kameranya?"

"Sudah daritadi," jawab Naya sewot. "Kelamaan ngobrol kalian."

Mark meringis. Ia memberi aba-aba untuk mulai. Cowok itu memetik senar gitarnya dengan lihai.

Naya duduk memeluk lutut. Gadis itu membenahi letak kacamatanya dan mulai memperhatikan kamera di depannya. Ia melihat aksi Mark dan Hechan melalui layar kamera.

Kau tak pernah menyadari itu
Cinta ini kuberi hanya untukmu
Tapi semudah itu kau tinggalkan semua
Melukaiku
Kau tutup kisah cinta kita
Saat 'ku sedang sayang-sayangnya
Apa ada dia yang lain?
Yang beri semua yang 'ku tak punya

Naya terhenyak mendengar suara merdu Hechan. Lagu milik Mawar Eva De Jongh berjudul Sedang Sayang Sayangnya berhasil dibawakan Hechan dengan baik. Bulu kuduk Naya meremang.

Lewat bagian reff pertama, Naya berhasil bertahan. Gadis itu mengerjap kedua matanya yang mulai mengabur oleh genangan air mata. Ia mengusap hidungnya yang basah.

Kau tepikan kisah cinta kita
Saat 'ku sedang sayang-sayangnya
Kini 'ku tak bisa memaksa
Tapi 'ku harus bilang
Hatiku terluka
Kau tak pernah menyadari itu (menyadari itu)
Cinta ini kuberi hanya untukmu
Tapi semudah itu kau tinggalkan semua
Dan lukaiku

Naya tidak mampu menahan tangisnya. Ia jadi teringat dengan ucapan Jeno kemarin malam. Padahal Naya sudah janji pada diri sendiri untuk tidak akan pernah menangis oleh perihal cowok.

Naya membekap mulutnya dengan sebelah tangan. Ia tidak boleh bersuara. Itu akan mengganggu rekaman yang sedang dilakukan.

"Nay? Kamu kenapa?" tanya Mark panik. Ia menghentikan permainan gitarnya.

Naya buru-buru mengusap air mata dengan lengan hoodie yang ia pakai. Gadis itu menggeleng. Ia berusaha tersenyum. Naya tidak mau membuat kakaknya khawatir.

"Aku nggak papa, Kak..." napas Naya tercekat. Ia tidak bisa berbohong. Tangis gadis itu makin keras.

Mark meletakkan gitarnya di sofa dan membawa Naya masuk dalam pelukannya. Hechan pun menghampiri gadis itu. Ia tidak kalah khawatir.

Tadi Hechan bilang keinginan agar para pendengar dapat menghayati suaranya. Ia tidak menyangka bahwa doanya terkabul secepat ini. Bahkan nangis secara live. Hechan kan jadi bingung.

"Ada apa?" tanya Mark sambil mengelus pelan pundak sang adik. "Cerita sama Kakak."

"Aku... aku..." Naya tak kunjung bicara. Gadis itu masih menangis dengan napas tersengal-sengal.

Hechan tahu diri. Cowok itu berdiri dan mematikan semua peralatan yang telah disetel sedemikian rupa. Ia memberi kode pada Mark untuk turun ke lantai satu. Hechan memberi ruang bagi kakak beradik itu untuk bicara.

--

Naya tahu Mark akan murka. Kakaknya itu mengumpat tanpa kontrol. Untung saja Jeno saat ini sedang pulang ke Jakarta. Kalau tidak, mungkin Mark tidak akan segan melayangkan tinjunya ke wajah tampan Jeno.

"Maaf, Kak," ucap Naya. Ia sudah lebih tenang setelah menangis hampir satu jam lamanya. "Harusnya aku nurut sama ucapan Kakak."

"Iya, harusnya gitu!" omel Mark.

Cowok itu seketika tersadar. Ia mengelus puncak kepala Naya penuh perasaan. Mark takut Naya menangis lagi karena baru dibentak olehnya.

Bagaimana Mark tidak marah? Naya melanggar dua peraturan yang diberikan olehnya. Pertama, adiknya itu berani menjalin sebuah hubungan sebelum berusia dua puluh tahun. Sudah gitu backstreet pula. Kedua, cowok yang dipilihnya adalah Jeno. Dari sekian banyak makhluk bernama laki-laki, kenapa Naya harus jatuh cinta sama dia?

Mark menarik napas panjang. Ia harus tenang.

Seketika ia ingat masalahnya dulu dengan Lia. Apa ini karma? Dulu Mark sempat bermain-main dengan hubungannya, Naya jadi kena imbas dari perbuatannya itu. Ya Tuhan, Mark makin pusing. Pikirannya jadi kemana-mana.

"Putusin dia sekarang," titah Mark tegas.

Naya mengangkat wajahnya. Ia memandang Mark takut-takut.

"Gimana mau putus kalau nggak pernah pacaran?" tanya Naya bingung. Ia tersenyum miris. "Lagian, Kak Jeno juga anggap aku bukan siapa-siapa dia. Hubungan ini cuma main-main. Aku aja yang menganggapnya terlalu serius."

Mark menghela napas panjang. Ia kembali meraih tubuh sang adik untuk masuk ke dalam pelukannya.

"Kakak sekarang jadi bingung harus gimana, Nay," ucapnya pelan. Ia menguraikan pelukannya. "Kakak harus ngapain? Biasanya kamu yang lebih bisa ambil keputusan kalau sudah kayak gini."

Melihat wajah bingung sekaligus khawatir sang kakak, Naya menjadi sedikit terhibur. Ia tertawa kecil. Matanya yang sembab jadi makin sipit.

"Bingung ya, Kak? Sama dong."

"Kok malah ketawa, sih? Kakak nggak lagi bercanda, Nay," ucap Mark kesal.

Naya nyengir. Ia membersihkan kacamatanya yang berembun dengan hoodie yang ia kenakan.

"Sudah biarin aja jalan kayak gini," ucap Naya. "Aku sama Kak Jeno sudah nggak ada hubungan apa-apa. Itu yang penting. Masalah sakit hati sih, nanti pasti bakal sembuh, Kak."

Mark menatap ke dalam mata Naya. Terdapat kesungguhan disana. Adiknya ini telah tumbuh dewasa.

"Mulai sekarang kamu harus jujur sama Kakak," ujar Mark. "Maaf ya, karena larangan Kakak kalian jadi backstreet gini. Sudah gitu nggak ada hubungan yang jelas. Kakak ikut sakit hati kalau kamu diginiin sama cowok. Siapa pun itu. Nggak cuma Jeno."

"Iya, Kakakku sayang," balas Naya meledek.

Mark mendengus geli. Ia mengacak rambut sang adik. Mark kini bisa sedikit bersantai. Ia menyandarkan punggungnya ke sofa.

"Sekarang Kakak nggak mau atur-atur kamu," ucapnya sambil melihat ke arah layar televisi yang mati. "Masalah Julian, Kakak serahin sama kalian. Kakak nggak mau maksa."

Naya terkekeh. "Makasih ya, Kak."

Mark menoleh. Ia tersenyum simpul. "Kamu jangan mau dibegoin cowok lagi ya. Harus ada hubungan yang jelas. Jangan gampang percaya sama omongan orang."

Sudut-sudut bibir Naya tertarik ke bawah. "Aku dikatain bego."

Mark mengacak rambut Naya gemas. "Dijadiin pelajaran, Nay."

Naya mengangguk. Ia tersenyum.

"Kamu mau Kakak apain si Jeno?"

Naya menggeleng. "Jangan ngapa-ngapain. Aku bakal marah kalau Kakak ringan tangan." Mark meringis mendengar ancaman adik manisnya.

"Tapi, Kak," lanjut Naya. Gadis itu memeluk bantal sofa di depan dadanya. "Aku masih dalam fase berusaha melepaskan. Ini juga pengalaman pertama aku bisa sayang banget sama cowok kayak gini. Hm, sepertinya aku butuh waktu lama untuk sembuh, deh."

Mark mengangguk paham. Dirinya sudah pernah merasakan putus cinta.

"Take your time. Time heals all wounds," ucap Mark memberi masukan. "Kakak yakin, kamu bakal dapat orang yang tepat."

Naya tersenyum. Ia mengangguk optimis.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top