79. Lepas Kendali
Terlepas dari masa-masa stress mengerjakan skripsi, Mark kini makin sering begadang di kantor. Benar kata Teye, Mark diberi hadiah sebuah proyek besar yang imbalannya nggak kalah fantastis. Tanpa pikir panjang, Mark langsung menerimanya. Alhasil, cowok itu jadi makin jarang pulang.
Naya di rumah tidak terlalu kesepian. Suasana rumah sudah kembali hangat, walaupun belum seratus persen pulih seperti yang ia harapkan. Setidaknya kini Naya bisa bermain game bersama Rendra, menonton kartun dengan Hechan, dan diskusi sembari menyaksikan Netflix ditemani Jevin.
Masalah tempo hari ketika Naya memergoki Jeno jalan bersama cewek lain, tidak ia hiraukan sama sekali. Naya sudah tidak heran. Skenario Jeno meninggalkannya untuk cewek lain di balik punggungnya pernah terlintas di pikiran. Karena Naya tahu, Jeno punya banyak "penggemar". Hal itu juga yang membuat Mark tidak menyetujui jika adiknya dekat dengan cowok itu.
"Lagi buat apa, Naya?"
Naya yang mendengar suara Jevin menoleh. Gadis itu melepas earphone wireless yang terpasang di telinga kiri. Tak lupa Naya langsung memasukkannya ke dalam kantong hoodie.
"Bikin jus plum, Kak. Tiba-tiba laper hehe," jawab Naya malu karena tertangkap basah malam-malam begini sibuk di dapur.
"Santai aja. Gue juga mau bikin mie instan, kok," ucap Jevin menimpali sambil berjalan ke arah tempat penyimpanan makanan.
Dua orang itu sibuk dengan masakan sendiri-sendiri. Sudah lama juga Naya dan Jevin tidak berbagi dapur. Selama dua semester kemarin, Jevin lebih memilih makan di luar. Apalagi alasannya kalau bukan untuk menghindari Naya?
Sudah satu tahun, Jevin belum bisa move on. Daripada merepotkan diri sendiri dengan terus menghindar, Jevin hajar aja lah. Dia berusaha bersikap biasa, layaknya seorang kakak bagi gadis itu.
Naya menuang jus yang telah jadi ke dalam gelas. Gadis itu beralih mencuci peralatan kotor yang baru saja ia gunakan.
"Hm, lo nggak papa, Naya?"
Naya menoleh. Ia tertawa kecil melihat raut wajah khawatir Jevin.
"Nggak papa apa? Memang aku kenapa?"
"Jeno," jawab Jevin. "Lo nggak papa Jeno kayak gitu?"
Naya tertawa gugup. Ia tidak berani menatap ke dalam mata Jevin. Naya sengaja berlama-lama menggosok blender yang sebenarnya sudah bersih.
"Kak Jeno? Memang ada apaan? Haha?"
"Gue sudah tahu, kok. Lo bisa cerita sama gue kalau ada apa-apa."
"Kak Jevin tahu apa? Haha."
"Hubungan lo sama Jeno," jawab Jevin. Ia memperjelas. "Kalian backstreet, kan? Awalnya nggak ada orang-orang rumah yang tahu?"
Naya menoleh. Ia tersenyum lemah. "Kak Jevin tahu seberapa jauh?"
"Hampir semuanya, mungkin? Jeno sudah cerita," jawab Jevin. "Gue juga mau minta maaf. Dulu gue sempat bikin Jeno babak belur."
Naya mengerutkan kening. Ia menggali ingatannya. Mata Naya terbuka lebar.
"Jadi waktu itu kalian berantem?"
Jevin mengangguk. la meringis dan menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
"Gue gelap mata. Sakit aja ditikung sama orang yang sudah gue percaya dari dulu," Jevin menjelaskan. "Tenang, kita sudah baikan. Gue juga sudah terima kenyataan kalau lo punya perasaan lebih untuk Jeno."
"Maaf ya, Kak," ucap Naya menunduk.
Jevin terkekeh. "Kok malah lo minta maaf gini, sih? Santai aja. Gue nggak papa kok."
Naya mengangkat kepala. Ia tersenyum melihat Jevin yang juga tersenyum ke arahnya.
"Nah, balik ke awal. Lo nggak papa? Lihat Jeno kemarin kayak gitu?" tanya Jevin hati-hati. "Gue perhatiin kayaknya lagi ada masalah ya sama hubungan kalian? Jeno jarang balik."
Jevin mematikan kompor. Hampir saja mie instan miliknya terlalu matang.
"Aku baik-baik aja, kok. Kak Jevin jangan khawatir," senyum sendu Naya terbit di wajahnya. "Jangan pukul Kak Jeno lagi, Kak. Kasihan."
Jevin menghembuskan napas panjang. Sudah disakiti, gadis itu tetap saja perhatian. Antara terlalu baik sama bodoh itu beda tipis.
"Nggak. Gue nggak bakal adu jotos kalau dia nggak keterlaluan," ucap Jevin sambil tersenyum. "Gue cuma takut lo sakit hati aja. Kalau Jeno sih, dia sudah bisa mikir sendiri."
Naya terkekeh. "Aku juga bisa urus masalahku sendiri, Kak. Aku sudah gede."
Jevin mengacak puncak kepala Naya gemas. "Iya. Gue tahu. Kalau ada apa-apa lo bisa cerita ke gue."
Naya mengangguk. "Iya. Makasih Kak Jevin."
---
Hari-hari berlalu dengan lambat. Naya menyibukkan diri dengan kegiatan organisasi, belajar, dan menggambar komik. Ia menikmati hidup dengan caranya sendiri.
Malam itu Naya sedang fokus menggambar. Komiknya sudah lolos dan terbit resmi di Webtoon. Naya kini resmi jadi komikus yang dikejar deadline. Editornya nanyain terus.
Terdengar ketukan di pintu kamar. Bukan Mark yang jelas, karena kakaknya itu sudah mengirim pesan mau lembur dan menginap di kantor. Naya berjalan terseok menuju pintu ketika ketukannya makin memburu.
"Ada apa, Kak?" tanya Naya heran melihat Jevin tampak panik.
"Jeno," ucapnya. Ia masih mengatur napas. "Jeno pingsan. Barusan ada kabar dari orang di rumah kalau nyokapnya kecelakaan. Gue cari Rendra, tuh anak nggak tahu dimana. Cuma lo doang yang ada."
Naya bergegas menuruni tangga. Jevin mengikuti di belakang. Keduanya langsung saja menuju kamar Jeno. Di sana Hechan sudah duduk menunggui di pinggir kasur.
Dengan cepat dan terlatih Naya mengecek denyut nadi dan laju napas Jeno. Tidak ada yang aneh. Ia bisa bernapas lega.
Naya mengamati Jeno sekilas. Gadis itu mengambil bantal yang berada di bawah leher Jeno, kini cowok itu berbaring telentang tanpa ganjal kepala. Sebagai gantinya, Naya menaruh bantal di bawah kaki Jeno. Posisi kaki harus lebih tinggi dari jantung.
Tangan gadis itu bergerak melepaskan dua kancing teratas kemeja yang masih dipakai Jeno. Ia bergerak ke arah celana. Tanpa malu, Naya menyingkap kemeja Jeno ke atas dan berniat melonggarkan ikat pinggang cowok itu.
"Biar gue aja," ucap Jevin. Cowok itu melakukan hal yang tadi hampir dilakukan oleh Naya.
Naya menoleh ke arah Hechan. "Kak, aku boleh minta tolong bikinin minuman manis?"
"Teh manis?" tanya Hechan.
Naya mengangguk. "Boleh. Makasih, Kak."
Naya kembali menatap Jeno. Ia duduk di dekat perut cowok itu. Naya menepuk-nepuk bahu Jeno.
"Kak Jeno, bangun. Kak Jeno," panggilnya sedikit keras.
Sudut mata Jeno berkedut. Cowok itu membuka matanya perlahan. Hal yang pertama kali ia lihat adalah wajah Naya. Jeno sudah ingin duduk, namun Naya menahan tubuhnya untuk tetap tidur.
"Jangan langsung bangun. Tiduran aja dulu. Nanti pusing," ucap Naya.
Jevin menghela napas melihat sepupunya sudah siuman. Untung saja Jeno pingsan ketika sedang bersamanya. Jevin panik ketika Jeno tiba-tiba pingsan di teras bungalow saat sedang main ponsel. Ia langsung saja berteriak memanggil Hechan untuk bantu mengangkat tubuh besar Jeno.
Jeno menurut. Ia menutupi wajahnya dengan lengan. Ia tidak berani melihat Naya.
Hechan datang tak lama kemudian. Ia meletakkan pesanan Naya di nakas. Cowok itu lega ketika tahu Jeno sudah siuman.
"Ada yang dirasain lagi nggak, Kak?" tanya Naya lembut. Rasanya ia ingin menggenggam tangan Jeno, namun gadis itu berhasil menahan diri.
"Nggak ada," jawabnya lirih. Suaranya bergetar.
Jevin menoleh ke arah Hechan. Mereka berdua mengangguk. Kedua orang itu pergi diam-diam meninggalkan Jeno dan Naya berdua saja di dalam kamar.
Naya menoleh sekilas ketika mendengar bunyi pintu ditutup pelan. Gadis itu menghela napas panjang. Ia kembali menoleh ke arah Jeno.
"Kalau mau nangis, nggak papa, Kak," ucap Naya perhatian. Ia teringat dengan kalimat Jevin yang mengatakan bahwa ibunda Jeno mengalami kecelakaan.
"Gue nggak cengeng." Berbeda dari ucapannya, Jeno kini sudah tidak bisa menutupi isakannya.
Naya menepuk pelan punggung tangan kiri Jeno yang tergeletak di atas perutnya. Naya masih ingat bahwa cowok itu suka ditepuk-tepuk seperti itu. Cara menenangkan Jeno yang cukup ampuh.
Jeno menepis tangan Naya. Gadis itu tentu kaget. Dengan perasaan hancur, Naya menarik tangannya ke atas pangkuan. Jemarinya saling bertautan. Hal itu ia lakukan agar tidak tergelitik untuk meraih tangan Jeno.
"Gue nggak mau liat lo," ucap Jeno. "Lo itu pembawa sial. Hubungan gue dan Jevin hancur karena lo. Bahkan karena mikirin lo terus selama liburan, gue sampai nggak mau ketemu nyokap gue. Ending-nya, sekarang nyokap ada di rumah sakit."
Naya menelan ludah susah payah. Ia tidak mengerti kenapa semua masalah Jeno jadi salahnya. Naya sudah hampir menangis kalau saja ia tidak ingat ada Jevin dan Hechan di rumah.
"Kak Jeno," panggil Naya lembut. "Kakak harus kuat, jangan kayak gini. Nanti ibu Kak Jeno malah sedih."
"Keluar," ucap Jeno. "Gue nggak butuh omelan lo."
Naya menghela napas panjang. Ia teringat dengan ucapan Jeno dulu di pantai. Hari saat Naya mengutarakan perasaannya pada Jeno untuk pertama kali.
Jangan pergi. Kalau gue kelewat marah, tolong tetap bertahan di samping gue.
"Nggak. Aku kan udah janji nggak bakal ninggalin Kak Jeno," ucap Naya membangun keberanian diri. "Kak Jeno lagi emosi sekarang."
"Bacot!" hardik Jeno keras.
Cowok itu duduk sembari memegangi kepalanya. Matanya merah. Masih ada jejak air mata di pipi. Ia menatap Naya penuh kemarahan.
"Lo bukan siapa-siapa gue. Jangan sok ngatur. Gue bilang keluar ya, keluar."
Hati Naya hancur. Bukan siapa-siapa katanya. Kalau begitu, selama ini Jeno menganggap dirinya apa? Jadi itu sebabnya Jeno masih berkeliaran dengan cewek lain di luar sana.
Naya mengangkat kedua tangannya. Ia mengangguk. Untuk saat ini lebih baik dia mengalah.
"Aku keluar ya, Kak. Jangan lupa diminum teh manisnya. Nanti aku kasih aspirin kalau masih sakit kepala," ucap Naya lembut. Kalau keras dibalas dengan keras, nggak bakal ada habisnya.
"Bacot banget sih anjing!" Jeno mengamuk. Ia bahkan membanting gelas berisi teh ke lantai.
Nasib gelas itu sungguh malang. Pecah berhamburan. Untung saja Naya refleks melompat menjauh. Ia tidak terluka sedikit pun.
Pintu kamar Jeno terbuka. Jevin berusaha membaca situasi. Tangannya terkepal di sisi tubuh ketika melihat raut wajah ketakutan Naya dan gelas yang pecah berhamburan.
"Nggak, Kak. Jangan," ucap Naya cepat sambil menahan dada Jevin agar tidak meninju Jeno. "Kak Jeno cuma lagi bingung. Kak Jevin tolong temenin dulu ya. Nanti aku titip obat untuk Kak Jeno."
"Tapi lo sendiri..."
"Aku nggak papa," ucap Naya tersenyum menenangkan. Ia melirik Jeno yang kini sedang menyembunyikan wajah di lengannya. Cowok itu masih terisak kecil. "Tolong jaga Kak Jeno ya."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top