70. Birthday Girl
Sudah dua jam Jeno hanya bisa guling-guling di atas kasur. Ia meraih ponsel yang tergeletak di samping bantal. Tidak ada pesan balasan dari Naya. Pikiran Jeno makin kemana-mana. Cowok itu hanya bisa menghela napas panjang.
Jeno membuka Instagram yang sudah lama tidak ia mainkan. Akhir-akhir ini ia hanya akan memegang ponsel untuk menghubungi Naya atau sekadar main game. Jeno mengabaikan pesan masuk dari para cewek yang dulu pernah ia dekati.
Hal pertama yang ia lihat di feed Instagram adalah beberapa foto yang di-upload oleh Mark tiga puluh menit yang lalu. Mark, Lia, Naya, dan Julian sedang berada di sebuah kafe yang telah didesain sedemikian rupa untuk birthday party Naya. Mark merangkul Naya dan Lia di masing-masing lengannya, Julian berdiri di samping Naya sambil tersenyum lebar.
Jeno membaca caption yang tertulis di bawah. "Happy birthday to my one and only sister, Shavella Nayana." Jeno tersenyum samar.
Ibu jari cowok itu menggeser postingan Mark, masih ada foto lainnya. Kebanyakan gambar Naya. Senyum Jeno mau tak mau melebar. Rambut Naya yang sudah memanjang hingga sebatas leher tampak rapi dihiasi bando berwarna putih. Poni tirai yang dulu di-request Jeno pun telah tumbuh, membingkai wajah tirus Naya. Senyum gadis itu terlihat tulus, terpancar dari mata indahnya. Naya tambah dewasa.
Puas memandangi, Jeno kembali menggeser foto. Senyumnya hilang. Naya sedang tertawa lebar bersama Julian. Hanya ada mereka berdua di posting-an itu, tidak ada Mark maupun Lia.
Jeno menekan tombol back dengan kesal. Ia melihat komentar yang ada di bawah foto tersebut. Kebanyakan berisi ucapan selamat ulang tahun untuk Naya dari teman-teman Mark. Padahal belum tentu mereka semua mengenal gadis itu.
Hingga pandangan Jeno berhenti membaca komentar dari Hechan. "Kak Hechan ditinggal," ditambah dengan emoticon sedih, nangis, dan patah hati. Banyak reply yang ditulis di bawah komentar Hechan tersebut. Kebanyakan dari penggemar Hechan di U-Tube. Mereka berbondong-bondong memberi semangat sebagai barisan Hechan-Naya shipper. Jeno lupa kalau housemate-nya yang satu itu sudah jadi artis.
"Ah, tai!" Jeno melempar ponselnya ke atas kasur. Ia bangkit berdiri dan keluar kamar. Dirinya butuh minum air dingin untuk meredakan rasa kesal.
Bahkan, strangers pun tidak ada yang memihaknya. Jeno berasa jadi orang paling malang di muka bumi ini.
"Jeno, sini!" panggil Hechan sambil melambaikan tangannya dari arah ruang tengah.
Dengan kening berkerut, Jeno menurut. Ia pun belum jadi ambil air minum. Pandangan matanya berkeliling. Selain Hechan, Rendra dan Jevin juga ada di sana.
"Jangan bawa-bawa Jeno, dia tahun lalu juga nggak antusias sama acara beginian," ucap Rendra.
Mendengar hal itu, Jeno jadi penasaran. Ia duduk di armchair. "Apaan emang?"
"Kejutan ulang tahun Naya," jawab Jevin. Ia tersenyum simpul ke arah Jeno. Hanya Jeno satu-satunya orang di antara mereka berempat yang tahu masalahnya dengan gadis itu.
Jeno membuang muka. Ia tidak berani menatap Jevin. Perasaan bersalahnya makin besar.
"Padahal tahun lalu gue yang kasih ide untuk bikin surprise party," keluh Hechan. "Eh, Mark malah udah bikin pesta sendiri. Private lagi. Kita-kita nggak diundang. Sialan memang."
"Sudah, sudah," ucap Rendra. "Kita harus cepet bikin kejutannya. Sebelum Naya pulang."
"Rencananya apa memang?" tanya Jeno penasaran.
"Tulis wishes pakai post it, terus ditempel dari pintu depan sampai kamar dia. Nanti, di kamarnya kita kasih balon kayak dulu lagi. Terus hadiahnya ditaruh di kasur," ucap Hechan bangga. "Eh, lo udah ada hadiah belum Jen? Dari kemarin gue mau kasih tahu lo tapi nggak ada di kamar terus semalaman."
Jelas. Karena cemburu habis-habisan, Jeno memilih menghabiskan malam Minggu di luar. Ia tidak membalas semua pesan masuk, bahkan dari Naya sekali pun. Jeno ngambek.
"Nyusul aja," jawab Jeno cuek.
Padahal cowok itu sudah mempersiapkan kado dari jauh-jauh hari. Namun ia enggan menunjukkannya di depan semua orang. Jeno ingin merayakan ulang tahun Naya berdua saja.
"Ya sudah," putus Jevin. Ia mengambil tumpukan post it warna-warni dari atas meja. "Nih, tulis. Semuanya nulis ya. Habis ini gue masih harus ngambil balon dari penjualnya."
Hechan, Rendra, dan Jeno setuju. Mereka berempat akhirnya mempersiapkan acara kejutan mereka.
--
Sesuai ekspektasi, Naya sangat senang dengan kejutan yang disiapkan empat orang di rumah. Gadis itu memekik bahagia ketika melihat langit-langit kamarnya dipenuhi balon. Ia menghitung, ada dua puluh. Naya juga melihat tumpukan kado di atas kasur. Sambil tersenyum lebar, Naya bergegas menuruni tangga dan menghampiri para penghuni rumah yang ada di sana. Mark, Lia, dan Julian ikutan walaupun mereka tidak diundang oleh Hechan.
"Makasih! Makasih! Makasih!" teriak Naya senang sambil loncat-loncat. Dalam satu hari, ia mendapat dua surprise party. Siapa yang tidak senang?
"Sini, Neng. Tiup lilin dulu," panggil Hechan.
Naya melihat ke arah meja. Ia tertawa. Belajar dari pengalaman, kuenya saat ini tidak dibawa pakai tangan. Hechan meletakkannya di atas meja.
Naya mendekat. Ia memejamkan matanya sembari mengucap doa dalam hati. Gadis itu meniup lilin dan tersenyum lebar. Para hadir ikut bersorak senang.
"Makasih ya, kakak-kakak," ucap Naya tulus. Ia menoleh pada Mark. "Ini juga Kakak yang buat?"
"Sembarangan," sewot Hechan. Cowok itu merangkul bahu Naya agar melihatnya. "Kejutan di rumah, cuma kita berempat yang bikin persiapan. Mark nggak tahu apa-apa. Dia mah jahat, bikin pesta sendiri kita nggak diundang."
Naya tergelak. Ia mengangguk-angguk senang. Hari ini gadis itu selalu tersenyum.
"Tangannya woy," ucap Mark mengingatkan. Ia memukul lengan Hechan agar turun dari bahu adiknya.
"Makan kue yuk," ucap Jevin. "Tahun lalu kan nggak ada acara makan kue."
Naya mengangguk setuju. Tanpa diminta, gadis itu membagi kue berbentuk lingkaran menjadi delapan bagian. Pas satu orang satu potong.
"First cake! First cake!" ucap Hechan semangat.
Naya tanpa ragu mengangkat piring ke arah Mark. Hechan buru-buru menghalanginya.
"Inget Neng, yang bikin acara di rumah tuh gue, Rendra, Jevin, sama Jeno. Nggak boleh kasih ke Mark duluan."
Mark menoyor kepala Hechan dari belakang. Kesel juga daritadi Mark tidak dihargai sebagai kakak. Hechan mah pendendam.
"Jadi aku nggak boleh kasih ke Kakak?" tanya Naya polos. Keempat cowok housemates gadis itu mengangguk mantap.
Naya memandang ke arah Jeno sekilas. Pandangan mereka bertemu selama sepersekian detik. Namun Naya tahu, dirinya tidak bisa buka kartu saat ini. Bisa panjang urusannya. Lagipula Jeno masih ngambek.
Akhirnya Naya memilih Lia. Pacar Mark itu hanya melongo. Tangannya refleks menerima. Terdengar hembusan napas panjang di sana-sini. Namun mereka tidak bisa protes karena yang dipilih Naya adalah Lia, satu-satunya cewek lain di sana.
"Kok pada lesu, sih. Kan bener, aku nggak kasih ke Kakak," komentar Naya jahil.
"Harusnya kasih ke gue," keluh Hechan. "Kan gue kakak kedua lo, Neng."
Mark menoyor kepala Hechan. "Gue cuma punya adek satu ya. Jangan ngadi-ngadi."
"Jadiin, adek ipar aja," balas Hechan makin ngaco.
Mark dan Hechan akhirnya adu mulut. Naya hanya geleng-geleng kepala. Gadis itu sibuk mendistribusikan tiap kue ke masing-masing orang.
"Naya," panggil Jevin.
Gadis itu merespon dengan kedua alis terangkat. Mulutnya sedang mengunyah kue.
"Post-it yang tadi dibaca semua ya," ucapnya sambil tersenyum manis. Naya mengangguk sambil tersenyum membalas ucapannya.
Acara hari itu sukses besar. Siangnya main dengan keluarga, sorenya makin ramai karena kehadiran banyak orang. Naya puas tersenyum dan tertawa.
Acara kumpul-kumpul-kumpul itu berakhir pukul sembilan malam karena Mark harus mengantar Lia pulang. Julian juga ikut pamit. Naya mengantar seniornya itu hingga gerbang depan rumah.
Saat kembali ke ruang tengah, para makhluk penghuni rumah lain sudah bubar. Mereka menyisakan sampah-sampah berserakan di ruang tengah. Naya hanya menghela napas panjang. Dirinya harus membereskan kekacauan itu.
Kalau tahu gini sih, mending nggak usah ada pesta. Ujung-ujungnya Naya juga yang membersihkan rumah.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top