7. Kakak Mark Panik
Yuk, di-vote dulu, jangan lupa komen ya 🥰💚
"Mark pulang!" teriak Mark dari pintu depan. Kebiasaannya jika sedang di rumah. Karena sekarang Naya ada di sana, tidak ada salahnya untuk melakukan hal yang sama.
Cowok itu melangkah masuk ke dalam rumah. Ia meletakkan tas ranselnya di sofa ruang tengah. Aneh, TV menyala tanpa ada yang menonton. Motor Rendra dan mobil yang tadi pagi dipakai Hechan juga sudah terparkir di depan. Kemana perginya orang-orang? pikir Mark.
Telinga tajam Mark mendengar ada keributan dari arah dapur, bergegas cowok itu menuju sana. Dirinya kaget ketika melihat sang adik sedang dikelilingi Rendra dan Hechan. Tubuh kecil Naya tenggelam di antara keduanya.
"Heh, kalian ngapain adek gue?!" tanya Mark dengan nada tinggi. Ia menarik lengan Rendra menjauh. Pandangannya langsung mendapati Naya yang sedang menunduk sambil mengusap air matanya.
"Nay, kamu kenapa? Bilang sama Kakak, mereka ngapain kamu?" tanya Mark panik.
Naya mengangkat wajahnya, melihat ke arah sang kakak. Gadis itu menggeleng pelan. Ia masih sibuk mengedipkan kedua matanya.
Mark merangkul bahu Naya, menariknya menjauh dari Hechan dan Rendra. Cowok itu memandangi mereka dengan tatapan curiga.
"Kalau sampai kalian berani..."
"Kak, ini cuma masalah softlens. Jangan dibuat ribut," potong Naya. Ia melepas rangkulan Mark dan menghadap ke arah Hechan dan Rendra lagi. "Makasih ya Kak Rendra, Kak Hechan."
Rendra mengangguk. Hechan meringis.
"Ya udah aku mau masak lagi, tanggung sebentar lagi selesai," kata Naya. "Kakak, cuci tangan cuci kaki dulu kalau habis pergi-pergi," lanjutnya mengomeli Mark.
Naya lanjut memasak. Mark, Rendra, dan Hechan masih berdiri mengamati gadis itu dari belakang. Orang yang diperhatikan hanya melengos tidak peduli.
"Jadi, tadi ada apaan sih?" bisik Mark penuh rasa ingin tahu pada Rendra dan Hechan.
--
"Ayo dimakan," ucap Hechan sambil mengambil sendok.
Rendra menyikut teman yang duduk di sebelahnya itu. "Berasa lu yang masak aja."
Mark tidak menghiraukan pertengkaran kecil yang ada di depan mata. Cowok itu sibuk mengkhawatirkan kondisi sang adik. Setelah Naya duduk di kursi samping Mark, barulah Mark punya kesempatan untuk bicara.
"Masih sakit nggak?"
Naya menggeleng. "Nggak kok. Udah biasa juga sih, cuma tadi keadaannya tangan aku lagi kotor jadi nggak bisa pakai tetes mata sendiri."
"Nggak mau ganti pakai kacamata dulu aja?" tawar Mark, masih dengan nada khawatir. "Kakak tungguin makannya."
"Berasa aku kenapaaa gitu," canda Naya sambil mendengus geli. "Gampang Kak, nanti aja. Males ambil kacamata."
Naya menyudahi percakapannya dengan Mark. Ia mengangkat wajah, mendapati Rendra dan Hechan sedang mencuri dengar pembicaraan tadi. Naya mau tak mau tersenyum menenangkan.
"Yuk makan," ajak Naya. Gadis itu menyendok tumis brokoli ke atas piringnya.
Mark, Rendra, dan Hechan mengikuti. Mereka makan dengan tenang. Jam makan siang sudah lama lewat, ini sudah pukul dua siang. Yah, itu pun karena sempat ada interupsi insiden softlens tadi.
"Belanjanya dapet apa aja tadi, Nay?" tanya Mark.
"Banyak. Hampir semuanya aku beli, Kak," jawab Naya. "Oh ya, untuk masalah bersihin kamar belakang, besok pagi aja ya Kak, panggil Go-clean-nya?"
Mark mengangguk setuju. "Kakak masih ada urusan habis ini. Mau ketemu temen."
"Temen atau temen?" tanya Hechan asal nimbrung dalam percakapan antar saudara itu. "Paling mau ngapel ke tempat Lia, kan?"
"Bener, Kak?" tanya Naya.
Mark yang awalnya sedang melotot ke arah Hechan, jadi menoleh ke arah Naya. Raut wajah sang adik tetap datar. Mark jadi tidak bisa membaca perasaan Naya ketika tahu bahwa Mark sudah punya pacar.
"Ehm, iya," jawabnya kaku. "Lia malam ini balik ke Jogja, Kakak janji mau jemput di bandara."
Naya manggut-manggut. Ia meneruskan suapannya. "Jangan pulang terlalu malam. Kasihan Kak Lia, masih capek."
Mark terperangah. Ia meletakkan sendoknya dan bergerak memeluk sang adik. Naya kesal, karenanya acara makan Naya jadi terganggu.
"Iih, lepas ah, Kak."
"Kamu nggak papa nih, Nay? Kakak udah punya pacar?" tanya Mark memastikan.
Naya mengangkat bahu. "Aku nggak pernah ngelarang, kan? Lagian bukan berarti aku ngebolehin gitu aja, Kakak tetap harus bawa Kak Lia ke aku. Kalau nggak oke, aku sih no."
"Kok serem sih, Nay?" cetus Mark kaget. Rendra dan Hechan terlihat berusaha menahan tawa.
"Ya, harus gitu," jawab Naya tak mau dilawan. "Memangnya mau, kalau aku nyuruh Kakak putus sekarang juga?"
Mark terperangah. Rendra melotot. Hechan tepuk tangan.
"Sadis! Gue suka gayanya nih!" Hechan malah mengompori.
Tawa Naya pecah. Ia menepuk tangan Mark pelan. "Tenang, Kak. Aku nggak jahat, kok. Aku juga bakal simpan rahasia ini dari Bunda."
Mark menghela napas panjang. Ia mengacak rambut Naya gemas. Cowok itu tidak ingat kapan terakhir kali ia mendengar candaan dari sang adik.
"Takut banget gitu sih, Kak," lanjut Naya.
"Hari ini Neng Naya jadi lebih sering ketawa sama senyum dibandingkan kemarin," komentar Hechan frontal.
Naya langsung berdeham dan pura-pura minum. Pipinya memanas. Ia malu.
"Dia memang gitu. Suasana hatinya berubah tergantung keadaan sekitar. Kalau rapi dan bersih, baru dia bisa ketawa," ucap Mark menjelaskan.
"Kalau gitu Kak Hechan bakal rajin mandi dan bersih-bersih, biar Neng Naya senyum terus," Naya yang mendengarnya jadi tersedak, Mark buru-buru menepuk punggung Naya pelan. Rendra mengangsurkan air minum ke depan Naya.
"Lu kalau bercanda lihat situasi, dong," omel Rendra pada Hechan.
"Maaf, kelepasan," ucap Hechan sambil terkekeh.
Naya kembali pada mode muka datar khasnya. Ia buru-buru menghabiskan isi piring. Setelah itu, tanpa banyak bicara Naya meraih tasnya yang ada di sofa ruang tengah dan berjalan menuju lantai dua.
Melihat adiknya yang sudah selesai makan, Mark pun makin terburu. Ia menumpuk piring kotornya di atas piring Naya tadi. Cowok itu bangkit berdiri untuk ambil air minum.
"Orang yang makan terakhir beresin semua ya," seru Mark sebelum menaiki tangga menuju kamar.
Hechan ikut menumpuk piring kotor. Pada dasarnya dia yang lebih dulu selesai makan di antara mereka berempat, Hechan sengaja berlama-lama di sana karena penasaran ingin menguping pembicaraan Mark-Naya. Dia nggak mau ketinggalan bahan gosip.
Beda hal dengan Rendra, cowok itu jadi sering menjeda makannya karena terpaku dengan senyuman yang ditunjukkan Naya. Ia sampai mengutuk diri sendiri dalam hati. Sejak kapan dirinya menaruh perhatian lebih pada adik Mark?
"Tolong ya, Dra," ucap Hechan sambil menepuk bahu Rendra yang belum selesai makan. "Makasih."
"Tumben lu bener," komentar Rendra dengan tangan yang bergerak mengumpulkan sisa-sisa nasi di piring.
"Harus, dong. Gue berusaha berubah untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Orang baik akan mendapatkan jodoh yang baik pula," ucapnya sok puitis.
"Neng Naya, contohnya."
Uhuk! Rendra sukses terbatuk-batuk mendengar kelanjutan kalimat Hechan. Suka bikin orang celaka memang nih anak, ucap Rendra dalam hati. Melihat reaksi temannya, Hechan hanya meringis dan kabur masuk ke dalam kamar.
"Chan, harusnya lu yang cuci piring!" teriak Rendra.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top