69. Hal Tak Terduga
Jeno melihat Naya sedang sibuk sendiri di ruang tengah dengan tabletnya. Cowok itu berjalan mengendap-endap ke balik punggung gadisnya. Tangan Jeno menutup kedua mata Naya dari belakang. Gadis itu terkesiap selama beberapa saat, namun Naya kemudian sadar siapa yang sedang mengerjainya. Ia bisa mencium wangi maskulin khas Jeno.
"Kak, lepasin. Di rumah banyak orang lho," ucap Naya sambil menggenggam kedua tangan Jeno yang menutupi matanya.
Jarang sekali mereka berdua bisa bersantai bersama di rumah. Gangguannya banyak. Selain harus menghindari Mark dan Jevin, masih ada dua orang lainnya. Rendra betah banget di rumah akhir-akhir ini. Mau diam-diam ketemuan di lantai dua pun tidak bisa karena Hechan suka muncul di sana untuk main keyboard.
"Kangen," ucap Jeno singkat. Cowok itu merendahkan tubuhnya dan memeluk bahu Naya dari belakang. Ia meletakkan dagu di puncak kepala Naya.
"Kak Jeno seneng bikin aku jantungan ya?"
"Biarin," jawab Jeno cuek. "Memang lo nggak bisa denger suara jantung gue gimana sekarang?"
Naya mengulum senyum. Ia meletakkan tablet ke pangkuannya dan memegangi kedua lengan Jeno yang masih melingkar. Dia gemes banget kalau Jeno sudah gini, mau manja tapi berusaha tetap cool.
"Sudah lama nggak jalan nih," ucap Jeno. Dia masih betah dengan posisinya, padahal pasti punggungnya pegel karena harus terus merunduk.
Naya mendengus geli. Susahnya punya hubungan backstreet tapi tinggal serumah ya kayak gini. Bisa lihat tapi nggak bisa ngapa-ngapain. Malah bikin kangen makin numpuk.
"Maaf ya, semester ini berat banget pelajarannya, banyak tugas juga," balas Naya.
"Nggak papa, gue ngerti kok ka..."
Clek! Pintu kamar Hechan menjeblak terbuka.
Pasangan itu panik. Naya refleks menegakkan punggung dan meraih tablet di pangkuan. Hal itu membuat Jeno jadi mengaduh kesakitan karena dagunya terantuk keras oleh kepala Naya. Cowok itu menegakkan punggung sembari mengelus bagian wajahnya yang sakit. Untung saja lidahnya tidak tergigit.
"Hoam!" Hechan menguap lebar. Matanya menangkap pemandangan aneh di depannya. "Ngapain lo berduaan?" selidik Hechan.
"Aku lagi gambar, terus Kak Jeno penasaran mau lihat," jawab Naya berhasil menyembunyikan rasa gugupnya. "Iya kan, Kak?"
Jeno hanya mengangguk. Ia masih mengelus dagunya. Cowok itu berjalan memutar dan duduk di single sofa.
"Oh gitu," sahut Hechan santai.
Dia tidak berpikir macam-macam. Setahunya, Jeno dan Naya tidak begitu dekat. Hechan hanya tahu bahwa Rendra dan Jevin saja yang suka dengan gadis itu.
Hechan mengacak rambutnya dan melangkah menuju dapur. Terdengar suara berisik dari sana.
Naya bertukar pandang dengan Jeno. Gadis itu terlihat sangat khawatir. Ia ingin melihat keadaan Jeno, namun hal itu ia urungkan. Pasti bakal jadi biru, pikir Naya.
"Gue nggak papa," bisik Jeno sambil tersenyum tipis. Ia seperti bisa membaca isi pikiran Naya.
Hechan balik tak lama kemudian. Di tangannya terdapat gelas berisi air mineral. Seperti biasa, Hechan memilih duduk di sofa panjang bersebelahan dengan Naya. Tangannya menyalakan televisi.
Ketiga orang di ruangan itu sibuk masing-masing. Hechan menonton acara kartun kesukaannya. Jeno main ponsel. Naya kembali melanjutkan sketsa yang belum selesai.
"Neng, itu gambar untuk apa?" tanya Hechan sambil berusaha mengintip ke tablet Naya.
Gadis itu otomatis memeluk tablet di dadanya. Tidak banyak orang yang tahu kalau dirinya sedang suka bikin komik untuk dimasukkan di Webtoon. Hanya Jeno dan Ghina, sahabatnya. Mark saja tidak tahu.
"Kok disembunyiin? Hayo, gambar yang aneh ya?" tanya Hechan sambil mencubit pipi kiri Naya.
Naya kaget. Ia melirik ke arah Jeno. Cowok berkacamata itu melebarkan kedua matanya. Sedari tadi Jeno hanya memperhatikan interaksi Hechan-Naya.
"Sakit, Kak," ucap Naya sambil menepis tangan Hechan. Sebenarnya nggak sakit sih, Naya hanya sedang menjaga perasaan Jeno.
"Lah, gue kan biasa aja," sahut Hechan bebal. Cowok itu malah makin jahil. Ia menarik kedua pipi Naya kuat sambil tertawa keras.
Pemandangan Hechan menjahili Naya sudah bukan hal yang aneh lagi di rumah. Bagi cowok itu belum afdol kalau belum bikin Naya kesal.
"Chan, kasihan," lerai Jeno yang sudah tidak bisa menahan diri. Namun cowok itu hanya bisa melihat keduanya dari tempat duduknya sekarang.
Naya dan Hechan menengok bersamaan ke arah Jeno. Hechan melongo. Biasanya Jeno tuh paling cuek sama hal beginian.
Bukannya berhenti, Hechan makin tergelitik untuk berbuat lebih. Ia mengacak rambut Naya dengan brutal. Gadis itu sampai mengamuk dibuatnya. Naya memukuli Hechan, namun Hechan malah tertawa lebar.
Tangan kanan Hechan diangkat dari kepala Naya oleh seseorang yang baru datang dari pintu depan. Cowok itu mendongak. Omelan Naya juga berhenti. Pertengkaran kecil itu selesai sudah.
Jevin melepaskan cekalannya pada lengan Hechan. Cowok itu tersenyum lembut membalas tatapan Naya yang terpaku. Kini tangan Jevin bergerak merapikan rambut pendek Naya yang berantakan.
Naya membatu. Gadis itu menahan napas. Senyum manis dan tatapan lembut Jevin masih terarah pada Naya seorang.
"Cantik," ucap Jevin sambil menjauhkan tangannya. Cowok itu mengelus puncak kepala Naya sebelum melanjutkan langkah menuju kamarnya.
Hechan melongo. Ia tidak percaya dengan pemandangan di depannya. Jevin berbuat manis secara terang-terangan di depan semua orang!
"Lo ada apa-apa sama Jevin ya?" tanya Hechan pada Naya.
Naya menggeleng pelan. Gadis itu masih memandangi punggung Jevin yang berjalan menjauh.
Jeno menjadi saksi mata untuk semua kejadian itu. Ia menatap nanar ke arah Naya. Jeno menghela napas berat dan berdiri dari tempat duduknya. Ia harus pergi menjauh, dirinya tidak mau merusak hubungannya dengan Naya hanya karena terbakar api cemburu.
"Kak Jeno," panggil Naya. Sedetik kemudian cewek itu sadar bahwa masih ada Hechan di sana.
Jeno menoleh. Kedua tangannya di dalam saku celana terkepal kuat. Namun ia harus bisa mengendalikan diri. Cowok itu memandangi wajah Naya dengan tatapan datarnya yang biasa.
"Ah itu," Naya tergagap. Otaknya berusaha mencari ide lain. Tidak mungkin kan ia menenangkan Jeno secara terang-terangan?
"Aku nanti kirimin link komik yang tadi aku ceritain," ucap Naya pada akhirnya.
Jeno hanya mengangguk. Ia melanjutkan langkahnya menuju dapur. Cowok itu mengambil sekaleng minuman dingin dari sana dan meminumnya.
"Mark pulang!" sapa Mark ketika memasuki rumah. Ia meletakkan kunci mobil di meja samping pintu.
Mata Mark menemukan Naya dan Hechan sedang duduk berdua saja di ruang tengah. Hal yang aneh kalau keduanya tidak ribut. Sang kakak akhirnya ikut menjatuhkan diri di armchair yang empuk.
"Nay, besok siang nggak ada acara kan?" tanya Mark pada sang adik.
Naya yang pikirannya masih berkeliaran entah kemana, ditarik kembali ke dunia nyata oleh pertanyaan Mark. Ia menoleh pada sang kakak.
"Nggak ada, Kak."
"Besok ikut Kakak ya. Kita main sama Lia juga. Sudah lama nggak jalan bareng," ujar Mark.
Naya menggeleng. "Aku nggak mau jadi nyamuk, ah. Mending hari Minggu gitu aku tidur seharian di rumah."
"Kok gitu? Kamu lupa ya besok hari apa?"
"Memang ada apaan, Kak?" tanya Naya heran.
"Ulang tahun kamu," jawab Mark sambil terkekeh. "Kamu juga nggak bakal jadi nyamuk kok. Ajak aja si itu... Siapa tuh? Senior yang pernah kamu ceritain dulu? Julian?"
"Kak Julian?" cicit Naya. Ia merutuk dalam hati. Kenapa Mark harus ingat dengan cowok itu sih?
"Lho, lo tahu Julian?!" Tanya Hechan ikut nimbrung. Dengan volume suara keras seperti itu, sudah pasti Jeno yang ada di dapur juga ikut mendengarnya.
"Tahu lah, kenal bahkan," jawab Mark bangga. "Dulu Naya pernah cerita kalau dia dideketin sama senior di kampusnya. Terus gue tanya-tanya ke Ghina, temen deket Naya. Katanya sih Julian ini oke banget. Boyfriend material. Gue minta dikenalin sama orangnya. Kalau Naya pulang malem dianter Julian, tuh cowok juga selalu ngabarin gue. Makanya gue oke-oke aja kalau adek gue jalan sama Julian."
Hechan menoleh ke arah Naya, ia melayangkan tatapan meminta penjelasan. Padahal dulu Naya sendiri yang memohon pada Hechan, Rendra, maupun Jevin untuk tidak bicara mengenai Julian pada Mark.
Naya meringis sebagai jawaban. Waktu Mark tahu kalau ada yang tidak beres dengan hubungan Naya-Jeno-Jevin di rumah, gadis itu jadi lebih terbuka dengannya. Ia menceritakan semua hal pada Mark, termasuk Julian ini. Waktu itu Naya tidak menyangka kalau dirinya justru akan berakhir bersama Jeno.
"Nah, besok kan kamu sudah dua puluh tahun tuh, Nay," ucap Mark. Cowok itu tersenyum manis. "Kakak kasih izin deh untuk ngapel sama Julian, tapi masih Kakak pantau dari jauh lho."
"Haha, apaan sih, Kak?" seru Naya gugup. Ia tidak percaya dengan pendengarannya saat ini.
"Kalau kamu malu ngomong sama dia, biar Kakak yang teleponin deh. Kakak yang undang untuk ikut acara birthday party kecil-kecilan," ucap Mark tidak menangkap kegugupan sang adik.
"Bukan.. bukan gitu, Kak," keluh Naya.
Mark berdiri. Ia mengacak rambut Naya pelan sebelum pergi.
"Nggak papa. Kakak setuju kok kalau kamu mau pacaran sama Julian. Biar Kakak yang atur semua."
Jeno yang sedari tadi menguping di dapur hanya dapat meremas kaleng kosong di tangannya. Cowok itu bahkan tidak mengindahkan sapaan Mark yang lewat di dekatnya. Jeno berlalu begitu saja ke bungalow. Terdengar bantingan pintu tak lama kemudian.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top