50. Kembali ke Yogyakarta
Mark dan Naya tiba di rumah Jogja sore hari. Kereta bandara sedang penuh. Sepertinya banyak mahasiswa seperti mereka juga yang kembali ke kota pelajar tersebut. Jadi, Mark memutuskan untuk menunggu kereta berikutnya agar tidak terlalu berdempetan.
"Kak Hechan!" Teriak Naya. Gadis itu segera balik badan dan menutup mata.
Mark yang sedang menggerendel pagar segera menyusul sang adik. Ternyata Hechan sudah ada di rumah. Cowok itu sedang menonton TV hanya menggunakan kolornya saja. Tak salah jika Naya berteriak seperti tadi.
Hechan langsung berderap masuk ke dalam kamar. Naya masih mengomel, namun Mark segera mengajaknya masuk dan melangkah ke lantai dua.
"Kok deja vu ya, Kak?" tanya Naya begitu sampai di depan kamar.
Mark hanya tertawa. Ia mengacak rambut sang adik dan berlalu ke kamarnya sendiri.
--
Naya turun ke lantai satu. Gadis itu kelaparan karena memang sekarang sudah waktunya makan malam. Namun karena ia sudah kelelahan membersihkan rumah karena ditinggal lama, Naya jadi malas memasak. Yah, lagi pula di rumah hanya ada mie instan.
Naya melihat Hechan sedang tiduran santai di ruang keluarga bermain ponsel. Ia tersenyum lebar dan menghampiri cowok itu.
"Kak Hechan!"
Terkejut, ponsel Hechan sukses jatuh mengenai wajah sang pemilik. Hechan misuh-misuh. Segala jenis umpatan keluar dari mulutnya.
Naya tertawa puas. Ia terduduk di karpet sambil menyeka air matanya yang lolos keluar. Sudah lama tidak bertemu dengan Hechan, Naya jadi rindu bertengkar tidak penting dengan cowok itu.
"Neng, ih!" kesal Hechan sambil mengusap hidungnya yang sakit. Cowok itu duduk. "Untung gue nggak latah mukul muka lo."
"Maaf, maaf," ucap Naya disela-sela tawanya.
"Kesel nih, Kak Hechan," keluh Hechan pura-pura ngambek.
Tawa Naya berhenti. Gadis itu duduk bersila di lantai. Ia jadi harus mendongak untuk balas menatap wajah Hechan.
"Makan yuk, Kak," ajak Naya sambil tersenyum lebar.
"Males keluar," tolak Hechan.
Naya menggeleng. "Pesen go-food aja. Apaan gitu. Aku kangen makanan mahasiswa nih."
Hechan mendengus geli. "Makanan mahasiswa... Makanan rakyat jelata yang ada."
Naya berdiri, ia mendorong Hechan agar memberinya tempat duduk. "Iya terserah Kak Hechan, deh. Mau nggak? Aku pesenin sekalian."
"Bingung mau makan apa," jawab Hechan sekenanya. "Coba tanya Mark. Dia mau makan apa."
Naya menoleh. Bibirnya mengerucut. "Kakak daritadi sore udah ngapelin mbak pacar. Pulang malam katanya."
"Jiah... ditinggal pacaran lagi," ledek Hechan.
Naya mendengus kesal. Gadis itu mulai membuka aplikasi go-food. Hechan duduk mendekat, ikut melihat layar ponsel.
"Enaknya makan apa, Kak?" tanya Naya meminta pendapat.
"Mau tora-tora nggak, Neng?"
"Apaan tuh?" tanya Naya sambil menoleh. Gadis itu mendorong pipi Hechan dengan jari telunjuknya agar tidak terlalu dekat.
Hechan meringis. "Masakan Jepang ala kaki lima gitu. Jualannya di Jakal," Hechan mengedikkan dagunya ke arah ponsel Naya. "Coba deh cari."
Naya menuruti perintah Hechan. Tangannya sibuk men-scroll. Gadis itu manggut-manggut.
"Iya, coba ini aja deh. Aku mau chicken katsu. Kak Hechan apa?"
"Chicken teriyaki," jawab Hechan cepat. "Jangan lupa nasi. Terpisah soalnya."
"Okay, udah," seru Naya. Gadis itu menyodorkan ponselnya agar Hechan meneliti kembali pesanan mereka.
"Iya, udah bener," jawab Hechan.
"Aku pesen ya." Hechan hanya mengangguk sebagai jawaban. Cowok itu kembali sibuk dengan ponselnya.
Naya meraih remote TV. Gadis itu menyalakan channel berita. Kebiasaan sang ayah di rumah terbawa sampai Jogja. Nonton berita malam.
"Neng, Mark itu masih sama Kak Lia? Bukannya putus ya?" tanya Hechan. Tangannya sibuk bergerak melihat Instagram story Mark yang malam ini sedang pacaran di bukit bintang bersama Lia.
"Break doang mereka," jawab Naya tanpa mengalihkan pandangannya dari televisi. "Sebelum pulang ke Jakarta udah balikan lagi. Aku yang suruh sih. Kakak soalnya kayak zombie gitu."
Hechan tertawa kecil mendengar perumpamaan Naya. "Gue ketinggalan gosip apa aja? Pulang duluan nih, jadi nggak tahu apa-apa."
Naya mencebikkan bibirnya. "Aku bukan lambe turah. Jangan tanya-tanya."
Hechan mengacak rambut Naya. Ia mengalungkan lengannya pada leher Naya main-main. Cowok itu mengancam agar diberikan gosip terkini. Naya hanya tertawa karena berhasil membuat Hechan kesal.
Naya mencubit perut buncit Hechan. Cowok itu mengaduh dan terpaksa melepaskan tangannya. Naya tersenyum penuh kemenangan.
"Kak Hechan gimana? Sudah move on belum?" tanya Naya balik.
Hechan meringis. "Masih dalam tahap penyembuhan. Doain biar cepet move on ya."
"Jangan cepet-cepet, biar makin tersiksa aja Kak Hechan. Katanya orang patah hati itu cepet kurus. Kak Hechan kok nggak kurus sih?" Naya mengamati Hechan. "Kurang patah hati berarti nih."
"Sembarangan banget kalau ngomong, Neng," desis Hechan sambil mencubit pipi Naya gemas. "Kalau gue kurus, nggak ada yang gendut di rumah ini."
"Apa hubungannya?"
"Menjaga keseimbangan ekosistem," balas Hechan sekenanya.
Hechan kembali fokus pada ponselnya. Ia asyik melihat seluruh hal yang ada di media sosial.
"Kalau Jevin gimana?" tanya Hechan lagi. "Selama liburan, isi Instagram dia galau terus. Dia kenapa sih?"
Naya menelan ludah kuat-kuat. Pupil matanya bergetar. Semoga Hechan tidak melihat kegugupan yang ia tunjukkan.
"Tanya sendiri lah, Kak. Temennya kan," sahut Naya asal.
"Nanti aja deh. Hari Sabtu ini dia balik kok," balas Haechan.
Jantung Naya dag-dig-dug tak karuan. Ia masih belum siap harus bertemu dengan Jevin lagi. Walaupun dirinya sendiri yang minta agar mereka kembali biasa saja seperti tidak ada apa-apa, jujur, Naya masih belum siap untuk bertemu cowok itu.
"Kak Hechan sampai disini hari apa?" tanya Naya mengalihkan topik.
"Hari Senin. Memang Mark nggak kasih tau?"
Naya menggeleng. "Kenapa mau balik ke sini cepet, Kak? Nggak mau main dulu di rumah gitu?"
Hechan menggeleng. "Gue selalu gini kok. Selesai ujian langsung pulang ke Jakarta. Seminggu sebelum masuk, santai-santai dulu di Jogja. Biar adaptasinya mudah. Nggak mager lagi."
"Lo sendiri kenapa udah balik? Kan masih hari Kamis nih," balas Hechan.
"Mau bersih-bersih rumah dulu. Sudah lama ditinggal soalnya," ucap Naya. "Lagian di rumah Jakarta, semua orang pada sibuk. Kakak pengin balik cepet karena kangen Kak Lia. Daripada ditinggal sendiri, mending aku ikut kesini deh."
"Ujung-ujungnya juga sendirian, kan?"
Hechan memang tidak ada lelahnya untuk menggoda gadis itu. Mau Naya ngambek selama apa pun, tetap saja dirinya menjadi sasaran empuk ejekan Hechan. Sudah terlahir sebagai tukang bully memang.
"Ada Kak Hechan. Aku nggak sendirian," balas Naya sambil mengerucutkan bibirnya.
Hechan melirik Naya sekilas. Mata gadis itu tetap fokus pada tayangan di TV, namun pikirannya tidak ada disana. Hechan tertawa. Ia mengelus puncak kepala Naya.
"Iya, ada Kak Hechan, kok. Neng Naya jangan sedih lagi," ucap Hechan dengan nada lembut.
Naya menoleh cepat. Ia memukul lengan Hechan agar menjauh dari dirinya. Bibirnya mencebik tak suka.
"Kak Hechan kesurupan apaan? Kok nadanya lembut gitu sih?" Pekik Naya. "Serem!"
"Yee, dibaikin malah melunjak nih anak," maki Hechan. "Bodo ah, gue nggak mau nemenin."
"Ngambekan ih," ejek Naya balik. Hechan yang awalnya mau masuk ke kamar jadi urung. Dia gengsi.
Terdengar bunyi bel dari pintu gerbang. Naya menendang paha Hechan pelan agar cowok itu yang keluar mengambil makanan. Dengan hati gondok, Hechan menurut. Nggak di rumah, nggak di kontrakan, dia tetap saja jadi pesuruh.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top