4. Makan Malam Bersama
Yuk, di-vote dulu, jangan lupa komen ya 🥰💚
Hechan masuk dengan baju setengah basah. Ia menyibak rambutnya ke belakang. Dengan asal, dirinya meletakkan kunci di atas meja dekat pintu.
"Oeooo!"
Rendra muncul dari pintu kamar Jevin dengan membawa sebuah kotak di tangan. Ia meletakkannya di dekat pintu belakang. Hujan deras turun sekitar lima belas menit yang lalu, kegiatan bersih-bersih kakak beradik Mark-Naya terpaksa berhenti. Rendra pun hanya bisa mengumpulkan barang Jeno Jevin dan menumpuknya di satu ruangan hingga siap angkut ke kamar belakang jika hujan reda nanti.
"Gaya lu mirip tarzan," komentar Rendra. Ia sudah biasa dengan tingkah temannya yang satu itu.
"Biarin," jawab Hechan. Cowok itu sudah bersiap akan melempar dirinya ke atas sofa dan bersantai ketika sebuah tangan dengan cepat mencegahnya.
"Baru gue beresin, jangan bikin berantakan lagi," ucap Mark mengingatkan. Ia mengernyitkan dahinya melihat penampilan Hechan yang makin kusut akibat tersiram guyuran air hujan saat membuka pagar tadi. "Mandi gih. Bukannya langsung bersih-bersih, malah mau tiduran."
"Oh ya, Naya kemana?"
"Ngapain cari adek gue?" tanya Mark. Ia kembali masuk ke dalam garasi, kali ini sambil membawa kemoceng.
Hechan mengikuti langkah Mark. "Adek lu cantik, Mark. Buat gue boleh nggak?"
Kegiatan Mark berhenti saat mendengar pertanyaan Hechan. Ia balik badan dan menyapukan kemoceng ke wajah Hechan tanpa ampun.
"Benerin dulu tuh tabiat," seloroh Mark kesal. "Coba panggil gue pake Kak, Bang, atau sederajatnya kayak yang lain. Belagu amat lo minta izin ke gue masalah begituan."
Hechan hanya meringis. "Iya deh, Kak Mark. Hechan mandi dulu ya. Bye bye."
Mark mendelik tak percaya. Ia menyesali keputusannya untuk meminta Hechan bersikap sopan. Menggelikan sekali ucapan Hechan tadi.
--
"Kak," panggil Naya sembari mengguncang bahu Mark yang tertidur di sofa.
Gadis itu telah selesai mandi dan kini tampil mengenakan daster bunga-bunga berwarna pink. Mark membuka mata malas-malasan. Mendapati sang adik di depan mata, cowok itu sadar bahwa adiknya benar sedang ada di Jogja. Jadi, kejadian seharian ini bukan hanya mimpi. Dirinya akan serumah lagi dengan Naya setelah dua tahun jarang sekali tinggal seatap.
"Kenapa?" tanya Mark dengan suara serak. Badannya terasa pegal-pegal karena olahraga dadakan yang ia lakukan.
"Aku haus. Di dapur nggak ada minum," jawab Naya. "Biasanya kalian masak atau gimana?"
Dahi Mark berkerut, ia kemudian menjentikkan jari. "Tadi Hechan beli minum. Bentar, Kakak suruh dia ambil dari mobil."
Mark berjalan dengan mata masih setengah terbuka ke arah pintu kamar Hechan. Tanpa mengetuk, cowok itu langsung nyelonong masuk. Terdengar teriak kesakitan Hechan dan bunyi gebukan Mark, sebelum Hechan akhirnya keluar kamar.
Tatapan mata Hechan dan Naya bertemu. Cowok itu langsung memasang senyuman lebarnya.
"Halo, Naya. Ada apa? Nyariin Kak Hechan?" tanya Hechan sok manis sambil menunjuk pada dirinya sendiri. Naya hanya mengerutkan kening, tak mengerti dengan sifat terlalu percaya diri cowok itu.
Mark muncul dari balik punggung Hechan. Sekali lagi ia memukul Hechan dan mendorongnya hingga tidak menutupi jalan.
"Buruan ambil minumnya. Gue haus nih," omel Mark.
Hechan menurut. Ia langsung keluar menghampiri mobil Mark yang terparkir di carport. Tak lama kemudian, dia balik dengan satu dus air mineral di tangannya. Setelah selesai meletakkan benda itu, Hechan kembali berlari menuju mobil.
"Mark!" panggilnya heboh sambil menenteng dua kantung plastik di masing-masing tangan.
Naya dan Mark yang sedang duduk di ruang tengah menengok bersamaan menuju sumber suara. Dua bersaudara itu jadi terlihat makin mirip jika sedang melancarkan serangan tatapan maut seperti sekarang. Hechan yang melihatnya meringis ngeri.
"Ini barang belanjaan yang lo titip tadi," ucap Hechan sambil menyerahkan satu kantung plastik dengan logo merek minimarket tercetak jelas. "Nah, terus yang ini... harusnya sih jadi menu makan malam kita, tapi kayaknya lebih baik dibuang. Gue kelupaan di mobil terus, nggak tahu deh masih layak makan atau nggak."
"Memang beli apaan?" tanya Naya.
Mata Hechan membuka lebar. Ia tampak senang. "Naya tanya ke Kak Hechan? Serius nih? Wah, akhirnya Naya bicara juga sama gue, Mark," seru Hechan.
"Geli gue dengerin lu ngomong pake sudut pandang orang ketiga gitu," ledek Rendra yang baru bergabung di ruang tengah. Ia mengedikkan dagunya ke arah kantung plastik yang masih berada di tangan Hechan. "Apaan tuh?"
"Mie ayam," jawab Hechan singkat. Mood-nya kembali terjun. "Nih, buat lo aja. Jangan kasih ke Naya, nggak sehat soalnya."
"Lah, jadi kalau ke gue nggak papa gitu?" protes Rendra. Hechan hanya meringis.
"Mana sini," potong Naya merebut kantung plastik itu. "Sudah separah apa sih memang?"
"Jangan dilihat Naya Sayang... Aduh!" ucapan Hechan terputus oleh pukulan ringan di belakang kepalanya oleh Mark. Sang Kakak murka rupanya.
Naya tak menghiraukan keributan kecil itu. Ia berlalu ke dapur sambil membawa bungkusan yang Hechan berikan. Rendra mengikuti langkah gadis itu. Dia lebih penasaran sama eksperimen yang akan dilakukan Naya terhadap mie ayam tersebut ketimbang pertengkaran Mark-Hechan.
"Mau diapain?" tanya Rendra melihat Naya mulai membuka satu per satu kantung plastik berisi empat porsi mie ayam.
Naya menoleh sebentar, ia kemudian melanjutkan pekerjaannya. "Kak Hechan lebay, ini sih masih baik-baik aja. Cuma butuh dipanasin sebentar juga bisa dimakan."
"Serius?" tanya Rendra.
Naya mengangguk. Ia mengernyit jijik ketika melihat gumpalan minyak dingin di dalam kantung plastik yang menampung kuah mie ayam. Untung dibungkus terpisah. Tanpa segan, gadis itu membuang kuahnya.
"Cuma makan mie-nya gitu aja?" ucap Rendra yang tak lelah bertanya.
Naya membuka kulkas. Ia mengeluarkan empat butir telur, seikat daun sawi, wortel, dan tomat. Gadis itu membuka lemari dan mengeluarkan bawang bombai. Naya bekerja dengan cekatan seperti sudah tahu seluk-beluk dapur ini.
"Itu bahan-bahan masak Jevin semua," ucap Rendra memberi peringatan.
Pasalnya, Jevin selalu mengamuk jika tahu harta karun berharganya lenyap dari kulkas. Dapur adalah wilayah kekuasaannya. Diantara mereka berlima, hanya cowok itu yang suka dan bisa memasak. Lainnya? Paling ke dapur buat masak air untuk seduh mie cup atau bikin segelas kopi.
"Pinjem dulu," jawab Naya singkat.
Gadis itu mengikat rambutnya menjadi cepolan di atas kepala. Ia mengenakan celemek yang tergantung disana, lagi-lagi itu punya Jevin. Tangannya dengan cekatan mulai bekerja mengupas dan memotong bahan-bahan.
Rendra kini memilih bungkam. Percuma juga Naya diajak ngobrol, Rendra malah dicuekin. Akhirnya dia hanya menunggu sambil duduk di kursi pantry dan melihat kemampuan masak Naya dari samping.
Tak perlu waktu lama, Naya sudah mulai menumis bawang bombai. Aromanya yang menggoda mulai menguar. Mark dan Hechan segera bergabung di dapur, merasa terundang dengan wangi bawang yang dimasak.
"Serius masih bisa dimakan tuh, Nay?" tanya Mark mengintip ke dalam wajan dari balik bahu Naya. "Kalau sudah nggak layak, jangan dipaksain. Kita Go-food aja."
"Masih hujan deras di luar. Kasihan abangnya yang beli," jawab Naya tanpa terganggu sedikit pun konsentrasinya. "Kakak percaya aja sama aku. Sudah lama nggak makan masakan aku juga, kan?"
"Kak Hechan percaya kok sama Naya," sambar Hechan genit. Mark langsung melayangkan tatapan galak pada cowok itu.
Makanan akhirnya siap disajikan. Rendra bantu menyiapkan meja makan. Mark bantu memindahkan piring-piring ke atas meja. Hechan? Bagian cuci piring nanti belakangan.
"Itadakimasu!" seru Hechan langsung melahap dengan semangat. Sedetik kemudian ia buru-buru meneguk air dan menjulurkan lidah keluar. "Panas," ucapnya.
"Makanya pelan-pelan. Doa dulu," ucap Rendra mengingatkan.
Keempat orang itu makan dengan tenang, tanpa bicara. Perpaduan antara rasa lapar dan kelezatan masakan Naya. Apalagi masih hangat dan disantap saat sedang hujan. Suasana di meja makan jadi terasa lebih hidup dengan makan bersama kali ini.
"Ini teh, namanya apa, Neng?" mulai lagi mulut Hechan beraksi. "Mirip masakan Jepang yang sering di TV itu lho. Ah, yakisoba! Mantep lah, Neng Naya pinter masak makanan luar negeri," puji Hechan dengan gaya bicara yang bisa bikin orang mual mendengarnya.
"Mie goreng," balas Naya singkat, jelas, dan padat.
Tawa Mark dan Rendra pecah. Hechan berusaha menahan malu dengan ikut tertawa. Hanya Naya yang diam sambil terus fokus menghabiskan isi piringnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top