30. Kak Senior Julian

Naya berkali-kali memeriksa isi tas. Ia tidak menemukan jas lab yang seharusnya ada di dalam sana. Gadis itu berpikir kuat, mencoba mengingat-ingat. Seketika mulutnya mengerang kecil. Benda yang dicarinya tertinggal di atas sofa ruang tengah pagi tadi saat sedang bersiap-siap berangkat.

"Ghin," bisik Naya sambil menyikut teman di sebelahnya. "Tahu tempat pinjem jas lab dimana nggak?"

"Di lab anatomi paling," jawab Ghina. Ia mengeluarkan jas putih dari laci meja. "Tapi setahu gue, ini jas lab terakhir di anat. Lainnya udah dipinjem duluan."

Naya mengerang. "Kelompok sebelah habis ini ada praktikum nggak?"

Ghina mengangguk. Cewek itu membaca jadwal di layar ponselnya. "Praktikum anatomi sama praktikum fisiologi. Kelompok kita ada praktikum biokimia," ucap Ghina menjelaskan. "Kenapa?"

"Lupa bawa jas nih," cicit Naya panik. Bagaimana tidak panik, kurang dari setengah jam dari sekarang, ia harus mengikuti praktikum. Sekarang pun masih ada kuliah. Naya jadi tidak bisa pulang dulu mengambil jas laboratorium di rumah.

Gadis itu merogoh ponselnya dari dalam tas. Ia mengetik cepat.

"Kak Rendra, lagi pakai jas lab nggak? Punya aku ketinggalan :( Hiks."

Naya meletakkan lagi ponselnya ke dalam tas. Ia kembali menghadap ke arah dosen. Gadis itu berdoa dalam hati semoga mendapat kabar baik.

Ponsel Naya bergetar. Satu pesan masuk.

"Gue nggak bawa, nggak ada praktek. Coba pinjem di anat."

Naya mendengus kesal. Jawaban Rendra sama sekali tidak membantunya. Naya akhirnya mencari nomor Mark. Setahu Naya, kakaknya itu kuliah siang. Seharusnya sih, bisa membawakan jas lab Naya terlebih dulu.

"Kakak udah di kampus. Ini lagi rapat. Kakak minta tolong Jevin ya. Tadi dia masih di rumah."

Naya menghembuskan napas lega. Ia memberi balasan pada Mark, memberi tahu letak jas lab miliknya berada. Naya juga memberitahu jam dan tempat bertemu dengan Jevin. Gadis itu kembali fokus mendengarkan penjelasan dosen.

Beruntung kuliah Naya selesai sepuluh menit lebih cepat. Gadis itu segera mengemasi barang-barangnya. Masih ada dua puluh menit sebelum pukul sepuluh, Naya harus memastikan bahwa Jevin sudah tiba di tempat perjanjian.

"Ghin, ketemu di lab langsung aja. Mau ambil jas dulu," ucap Naya cepat-cepat keluar ruang kelas.

Naya membuka aplikasi kirim pesan sambil menuruni tangga. Ada pesan masuk dari Jevin sejak lima menit yang lalu. Gadis itu membacanya cepat dan bernapas lega.

"Kak Jevin," panggil Naya.

Jevin yang sedari tadi duduk menunggu di deretan kursi aula menoleh. Ia tersenyum lebar. Ketika Naya mendekat, cowok itu berdiri.

"Nih, tumben banget ada barang yang ketinggalan," ucap Jevin sambil menyerahkan tas plastik berisi jas laboratorium milik Naya.

Naya menerimanya. Ia mengintip ke dalam tas dan tersenyum lega melihat benda yang paling ia butuhkan saat ini ada di dalamnya.

"Makasih ya, Kak."

Jevin mengusap puncak kepala Naya lembut. "Sama-sama."

Naya tergagap. Ia melirik ke arah rombongan teman-temannya yang baru saja turun. Gadis itu kemudian kembali melihat ke arah Jevin.

"Kak Jevin nggak ada kuliah?" tanya Naya.

"Hari ini cuma ada satu matkul," jawab Jevin. "Tapi kelasnya di cancel."

Naya membulatkan mulutnya. "Oh gitu," ucapnya manggut-manggut. "Maaf ya, jadi ngerepotin. Tadi Kak Mark bilangnya gimana?"

"Dia langsung telepon sih. Gue lagi masak waktu itu. Denger suaranya panik, gue langsung cepet-cepet kesini aja."

"Kak Jevin belum makan, dong?" tanya Naya khawatir.

Jevin meringis. "Nggak papa."

"Naya!" terlihat Rendra menghampiri mereka berdua dengan napas terengah-engah. "Gimana? Sudah dapet jas lab? Di anat habis."

Naya mengangkat tas plastik di tangannya. Ia kemudian menunjuk pada Jevin. "Diantar sama Kak Jevin, hehe."

Rendra melihat Jevin dari atas hingga bawah dengan kening berkerut. Jevin sih tetap senyum. Tahu aja kalau wajahnya makin ganteng waktu lagi senyum.

"Hai, Dra," sapa Jevin. Rendra meninju pelan lengan Jevin. Mereka malah jadi sibuk berdebat sendiri. Naya yang sedang bersama dua cowok itu cuma bisa geleng-geleng kepala.

Ekor mata Naya melihat seseorang yang amat ia kenal berjalan dari arah seberang. Wajah gadis itu seketika berubah cerah. Naya melambaikan tangannya sebagai sapaan, cowok itu tersenyum dan berjalan mendekat.

"Kak Julian!" sapa Naya.

"Nggak kuliah?" tanyanya. Ia melihat ke arah dua orang cowok di dekat Naya yang kini sudah tidak adu mulut. "Eh, Rendra!"

"Halo, Kak," sapa Rendra kikuk sambil mengangguk.

Orang yang dipanggil Julian itu menepuk bahu Rendra pelan. Ia tersenyum menyapa Jevin. Pandangannya kembali terarah pada Naya dan Rendra.

"Kalian saling kenal ternyata?"

"Kak Rendra kakak kelas aku waktu SMA," jawab Naya cepat.

Rendra dan Jevin menoleh ke arah gadis itu bersamaan. Naya tetap tersenyum, seolah-olah tidak ada yang aneh. Diam-diam Rendra dan Jevin saling lirik.

Julian manggut-manggut. Ia kembali tersenyum pada Naya. "Nggak ada kelas?"

Seketika Naya tersadar. Sebentar lagi dia harus masuk kelas praktikum biokimia. Wajahnya berubah panik. Pasalnya, Naya belum selesai belajar untuk pretest.

"Jam sepuluh ada praktikum biokimia," jawab Naya sambil meringis.

Julian menaikkan alisnya. "Kamu kelompok apa?"

"Kelompok kuliah B."

"Aku yang bakal ngajar praktikum hari ini," ucap Julian, senyumnya belum luntur. "Ke  Gedung Radioputro bareng aja kalau gitu."

Naya mengangguk semangat. Binar di matanya yang tadi sempat hilang, telah kembali. Kalau kayak gini sih, sekali dayung dua tiga pulau terlampaui! Minta diajarin sekaligus jalan bareng.

"Kak Jevin, Kak Rendra, aku pergi dulu ya!"

Julian ikut berpamitan pada Rendra dan Jevin dengan senyuman. Orangnya memang ramah. Jevin sampai nggak tega kalau mau kesel sama tuh orang baru dikenal.

Rendra dan Jevin menatap kepergian Naya-Julian dengan tidak terima. Jevin bahkan mengeluarkan ponsel dan memotret keduanya dari belakang. Mulutnya berkomat-kamit, mengomel karena baru kali ini ia melihat Naya bertingkah seperti orang kasmaran.

--

"Bener orangnya oke?"

Rendra mengangguk. Saat ini ia sedang dikerumuni oleh Jevin, Hechan, dan Jeno. Naya yang deket sama cowok, Rendra yang kena imbas.

Setelah insiden pagi tadi, Jevin langsung mengirim foto Naya-Julian ke grup chat berisi mereka berempat. Jevin berkoar-koar menceritakan raut wajah Naya yang berubah ceria begitu melihat Julian. Pernyataannya langsung dikonfirmasi Rendra yang ikut menjadi saksi mata di tempat kejadian.

"Nggak ada cela sama sekali?"

Rendra mengangkat kedua bahunya. "Gue nggak terlalu kenal sama dia. Anak jurusan internasional, soalnya. Dia seangkatan sama Kak Mark, tahun ketiga."

Hechan menghembuskan napas panjang. "Kirain cuma bercanda aja kemarin ngomong gitu. Ternyata, eh ternyata."

"Asdos, sopan, ramah, ganteng, tinggi" kali ini Jevin yang mengomentari. "Pantes aja Naya suka."

"Baru kali ini gue denger lo depresi kayak gitu," komentar Hechan. "Baru nyadar ya kalau banyak orang di luar sana yang lebih baik dari lo?"

"Masih ganteng gue tapi," jawab Jevin asal. Ia langsung mendapat toyoran dari Jeno.

"Sebelum janur kuning melengkung, masih ada kesempatan menikung," seloroh Jeno asal.

"Tumben lo ikutan ngomong," balas Hechan. "Kirain nggak tertarik sama kehidupan si Neng."

Jeno tersenyum miring sambil mendengus geli. Ia melirik ke arah Rendra. Cowok itu melengos kesal.

"Sekarang ada kalimat terbaru tahu, Jen," potong Jevin semangat. "Selama bendera kuning belum berkibar, tetap tikung tak gentar."

"Serem banget," komentar Rendra. "Hati-hati. Obsesi itu berbahaya."

"Mark pulang!" terdengar teriakan dari pintu depan. Keempat orang yang ada di ruang keluarga berhenti berunding.

Mark meletakkan kunci mobilnya di meja. Cowok itu heran melihat Hechan, Rendra, Jevin, dan Jeno yang hanya duduk diam tanpa bersuara sedikit pun. Layar televisi pun tidak menyala. Jarang sekali mereka bisa berkumpul seperti ini jika tidak untuk nonton bersama.

"Tumben pada kumpul gini," ucap Mark. "Lagi pada ngomongin apa?"

"Itu si neng...,"

Jevin buru-buru membekap mulut Hechan. Ia meringis. "Lagi pada bingung mau pesen makan apa, Bang. Mau sekalian nggak?"

"Makan malam ya," Mark mengernyitkan dahinya tanda berpikir. "Boleh deh. Gue ikut kelompok mayoritas aja. Soalnya Naya nggak bakal masak makan malam buat gue juga."

"Naya kemana?" tanya Rendra.

"Katanya sih ada kerja kelompok. Bilangnya sebelum jam sembilan janji bakal udah di rumah," jawab Mark santai. "Gue ke kamar dulu ya. Gerah, mau mandi."

Sepeninggal Mark, keempat cowok itu kembali hening. Karena tadi baru membahas Naya, mereka jadi berprasangka buruk dengan gadis itu. Mau langsung telepon untuk memastikan, namun mereka tidak berhak untuk mencampuri urusan Naya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top