3. Step One: Beres-Beres
Yuk, di-vote dulu, jangan lupa komen ya 🥰💚
Mark berusaha menahan tawa mendengar cerita Naya, tapi gagal. Ia sampai terpingkal jatuh ke atas sofa akibat tidak kuat ngakak. Sang adik masih berdiri di hadapannya. Tatapan mata syok, rambut acak-acakan, muka beler baru bangun tidur.
"Kok Kakak nggak bilang sih, kalau Kakak pindah kamar. Aku jadi malu, kan?"
Mark mengelap air mata yang keluar dari sudut matanya. "Kamu langsung asal main lari aja. Ya gimana Kakak bisa kasih tahu?"
Untuk kali ini Naya mengaku salah. Gadis itu menjatuhkan diri di sebelah sang kakak dan mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan. Dirinya bersyukur dengan telinga sensitifnya, Naya jadi bisa langsung bangun tanpa perlu melihat adegan ganti baju Rendra berikutnya.
"Pantesan. Kok tumben kamar Kakak jadi rapi," komentar Naya.
"Nah itu tahu," seloroh Mark. "Gimana rasanya tidur di atas kasur Rendra?"
Naya menepuk lengan Mark, membuatnya mengaduh keras. Mark melirik kesal. Belum sampai sehari Naya di sini, bisa-bisa tubuhnya sudah lebam dimana-mana.
"Tapi, Kak," ucap Naya sambil mengerutkan dahi. Ia mengetuk-ngetuk jari di dagu. "Itu beneran Kak Rendra? Kakak kelas aku di SMA?"
Mark mengangguk. Tangannya masih mengelus lengannya yang terasa perih. "Hechan, Rendra, Jeno, Jevin itu satu sekolahan sama kita. Kakak kelas kamu semua itu, waktu di Jakarta."
"Kok aku nggak kenal sama Kak Hechan, ya?"
Mark mendengus geli. "Memang kamu kenal sama yang lainnya?"
"Kenal. Aku kenal sama Kak Rendra," jawab Naya cepat. "Cuma tahu sih, nggak kenal banget. Kak Rendra anak olimpiade biologi juga soalnya."
Mark mengangguk mengerti. Diantara para penyewa kamar, Rendra memang yang punya catatan akademis paling baik. Waktu di SMA dulu, dia juga terkenal karena prestasinya. Satu spesies sama Naya.
"Bakal jadi seniormu di kampus tuh, Nay," ucap Mark.
Tangannya mencomot bungkusan keripik kentang yang sudah terbuka di atas meja. Lidahnya menjulur keluar dan langsung melepehkan apa yang ada di dalam mulut satu detik kemudian. Keripik kentangnya sudah expired nih pasti. Kenapa nggak langsung dibuang sih, Chan?
"Oh ya? Kedokteran juga?" tanya Naya. Ia bahkan terlihat tidak peduli dengan keadaan sang kakak.
Mark mengangguk. Tangannya sibuk memasukkan semua sampah makanan yang ada di atas meja ke dalam kantung plastik hitam. Siap dibuang.
"Kamu nggak tahu?"
Naya menggeleng. "Nggak terlalu peduli sama urusan kakak-kakak kelas."
Mark menghela napas. Ia menatap ke arah Naya dengan pandangan kasihan. Adiknya itu memang terlalu cuek sama hal yang tidak ada hubungan dengan dirinya. Tidak heran kalau Naya susah untuk punya banyak teman.
"Ya udah, bantuin Kakak bersih-bersih rumah aja," ajak Mark. Ia berdiri dan mengikat plastik yang ada di tangannya.
"Kan itu salah Kakak sendiri. Nggak tegas sama penghuni lain."
Mark menggeram kecil. "Bantuin Kakak. Toh ini rumah bakal kamu pakai juga, kan? Bukannya kamu nggak suka kotor?"
Naya memandang sekeliling. Ternyata kondisi rumah benar-benar berantakan. Saat datang tadi Naya terlalu emosi untuk melihat keadaan sekitar. Tiba-tiba saja kepalanya berdenyut.
Naya bangkit dari duduknya. Ia menggulung lengan kemeja, siap bertempur. Gadis itu menyatukan rambutnya dengan ikat rambut yang tak pernah meninggalkan pergelangan tangan kirinya.
"Aku kerjain dari dapur ya, Kak."
Mark tersenyum. Ia berteriak penuh kemenangan dalam hati melihat Naya akhirnya turun tangan. Kalau adiknya sudah bersih-bersih, anak itu tidak akan berhenti hingga semuanya selesai. Baru kali ini Mark senang dengan kebiasaan aneh Naya.
"Kak ada pembersih khusus kaca nggak?" teriak Naya dari dapur.
Mark datang menghampiri. Ia membuka lemari penyimpanan alat-alat kebersihan dan menyerahkannya pada Naya. Sang adik berjongkok dan melihat satu per satu dengan seksama.
"Ini sih cuma ada obat pel sama wipol doang," keluh Naya. "Pantas aja rumah udah nggak karuan begini karena nggak ada yang bersihin."
"Sekarang bersihin seadanya dulu," usul Mark. "Besok kita panggil jasa Go-clean. Biasanya Kakak juga gitu."
Naya kembali berdiri. Ia mengangguk. Tanpa banyak bicara, gadis itu kembali meneruskan pekerjaannya.
--
Rendra turun dari lantai dua tanpa suara. Ia mengendap-endap, takut akan bertemu dengan Naya. Ia mengintip ke arah ruang keluarga, tidak ada siapa pun di sana. Pria itu menarik napas lega dan menurunkan kopernya ke lantai dengan hati-hati.
Rendra segera melesat masuk ke dalam kamar Jeno dan Jevin sembari menarik kopernya. Tak lama, pria itu kembali mengintip sekitar. Ia memastikan tidak ada Mark maupun Naya yang melihat keberadaannya. Lagi, Rendra kembali naik tangga untuk mengambil barang-barangnya yang masih tersisa di atas.
"Butuh bantuan, nggak?"
Hampir saja Rendra menjatuhkan tas tenteng di kedua tangannya. Ia melihat Mark sudah berdiri di ujung terbawah tangga. Tangannya tampak sibuk membawa alat pel.
"Nggak, Kak. Gua bisa sendiri," jawab Rendra sambil melanjutkan langkah. "Lagi beres-beres mana?"
Mark mengedikkan dagunya ke sliding door yang menuju halaman belakang. "Kamar luar. Naya maksa gue bantu bersih-bersih sana."
"Oh ya?" ucap Rendra menanggapi. "Dia sudah tahu rencana kita tadi?"
Mark mengangguk. "Dia setuju." Mark menghentikan langkahnya sebelum menghilang berlalu ke kamar luar, yang lebih tepat menyerupai bungalow. "Kalau lo udah selesai, bantu beresin barang-barang Jeno Jevin ya!" serunya dengan suara keras.
Rendra tidak menjawab. Ia membawa barang-barangnya masuk ke dalam calon kamarnya. Pria itu beristirahat sejenak dan mengeluarkan ponsel dari saku celana. Tangannya bergerak mencari nomor kontak Jevin. Ia mengetik pesan singkat meminta izin untuk menjamah kamarnya.
Kegiatan Rendra membenahi barang-barang terganggu oleh dering telepon. Jevin. Ia segera mengangkatnya. Belum sempat mengucap salam, seruan Jevin sudah terdengar dari seberang.
"Dra! Kenapa gue diusir? Kan gue nggak telat bayar uang sewa?" rengek Jevin.
Rendra mengusap telinganya yang berdenging mendengar suara nyaring Jevin. Ia akhirnya memilih mode loud speaker. "Bukan diusir, cuma pindah kamar ke belakang aja. Malah lu jadi bisa pisah kamar dari Jeno, kan?"
"Kamar belakang kan sudah lama nggak dipake, kalau ada hantunya gimana?" rengeknya lagi.
"Rajin solat makanya," tegur Rendra tak peduli. "Sudah ya, gue masih sibuk beres-beres nih. Nggak enak sama adeknya Kak Mark nanti nunggu kelamaan."
"Jangan diputus dulu!" cegah Jevin seperti bisa membaca isi pikiran Rendra. "Gue mau ngomong sama Abang. Mana?"
"Telepon aja langsung ke nomer dia," ucap Rendra kesal.
"Lama lagi nanti nunggunya," kilah Jevin. "Buru sih. Keburu gue mau mabar nih."
Rendra menghela napas panjang. Sesungguhnya dia malas menemui Mark karena cowok itu pasti sedang bersama Naya. Rendra masih malu kalau harus bertemu dengan gadis itu. Namun, bukan Rendra namanya kalau tidak gampang luluh. Ia berdiri dan berjalan juga ke tempat Mark berada.
"Kak Mark," panggil Rendra dari ambang pintu salah satu kamar. Ia menggerakkan ponsel di tangannya. "Dari Jevin. Mau ngomong katanya."
Mark membersihkan tangannya dahulu sebelum menerima ponsel pemberian Rendra. Ia berjalan sedikit menjauh dari sang adik, ke balik punggung Rendra. Hal itu membuat Rendra dan Naya berada dalam kecanggungan luar biasa di dalam kamar.
Naya mengangguk kecil ke arah Rendra sebagai sapaan. Jelas terlihat kalau cewek itu pun masih enggan untuk bertemu dengan Rendra setelah insiden kecil tadi. Naya kembali menundukkan kepalanya. Ia takut Rendra menyadari bahwa dirinya sempat terpana melihat dandanan Rendra yang cukup santai dengan kaus dan celana pendeknya. Jangan lupakan rambut setengah basah yang menandakan bahwa pria itu keramas. Ini penampilan paling santai seorang Rendra yang baru pertama kali ia lihat.
"Wih, jadi beneran Shavella Nayana yang itu ya, Bang? Yang dulu anaknya culun banget? Yang gendut imut-imut suka baca buku sendirian di perpustakaan?" seruan semangat Jevin terdengar nyaring.
Rendra menoleh cepat sambil melotot. Reaksi Mark tak jauh berbeda. Namun terlambat, Naya sudah mendengar itu semua tanpa terlewat sama sekali.
Naya hanya menelengkan kepalanya sambil mengangkat kedua bahu acuh. Bersikap seolah tidak mendengarnya, gadis itu kembali meraih lap dan mulai membersihkan permukaan meja yang berdebu. Naya terlalu cuek untuk menanggapi ejekan seremeh itu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top