29. Tampil Beda
Pukul setengah sepuluh Mark sudah duduk bersama penghuni rumah lain di ruang keluarga. Di tangannya terdapat ponsel yang tidak lepas dari tadi. Cowok itu sedang menunggu sang adik yang tidak kunjung muncul. Tumben sekali Naya lama berdandan.
"Kakak," suara Naya terdengar riang. Semua yang ada di ruangan itu menoleh.
Jika biasanya Naya tampil dengan gaya tomboy, santai, atau pun imut, kali ini ia memilih tampil beda. Gadis itu mengenakan celana jeans tipe high waist yang membuat kaki rampingnya terlihat, menciptakan kesan tinggi. Untuk atasan, Naya memilih crop tee model off shoulder berwarna putih motif bunga-bunga kecil. Ia membiarkan rambut hitam lurusnya tergerai, hanya dihiasi oleh bando berbentuk pita warna putih. Naya memakai riasan tipis di wajahnya, tidak ada kacamata yang menghiasi wajah.
"Maaf lama. Ayo berangkat," seru Naya menuju pintu depan.
Semua orang di ruangan itu terpaku dengan kecantikan Naya. Adik kecil mereka sudah dewasa! Hanya Mark yang memandang tidak suka. Cowok itu berdiri dan menarik pergelangan tangan Naya, menghentikan langkahnya.
"Ganti baju," perintah Mark.
Naya merengut, ia menggeleng. "Aku sudah dandan lama. Nggak mau ganti."
"Jangan pakai baju ini. Kamu angkat tangan dikit aja, itu perut udah kemana-mana," ucap Mark memberi peringatan.
"Aku biasa pakai baju ini untuk main, kok," bela Naya.
"Ini Jogja, bukan Jakarta. Kakak nggak suka kamu pakai baju model gini," ucap Mark gemas.
Naya menunduk. Sudut bibirnya tertarik ke bawah. "Nanti aku kalah cantik," lirihnya hampir tak terdengar.
Mark menunduk. Ia memegangi kedua bahu sang adik agar menghadapnya. "Kamu yang biasa udah cantik. Kakak suka kok. Ganti baju ya?"
"Iya, Neng. Turutin apa kata Mark," kali ini Hechan turun tangan.
Naya melihat ke arah Mark dan Hechan bergantian. Akhirnya gadis itu mengalah. Tanpa banyak tanya, Naya kembali naik ke kamarnya.
Mark menghela napas panjang. Cowok itu kembali duduk di tempatnya semula. Mark menoleh, melihat ke arah Hechan.
"Naya jadi lebih nurut sama lo daripada gue," ucap Mark.
Hechan meringis. Mau membanggakan diri tapi takut Mark jadi marah. Masalah bisa tambah runyam.
"Untung adek gue masih nurut," ucap Hechan. "Tapi adek lo beneran cakep deh, Mark. Dilihat-lihat, muka kalian tuh jiplakan banget. Naya itu Mark versi cewek."
Mark mengerang pelan. "Gue takut nih, Naya lagi dalam masa memberontak. Thanks udah bantuin ya, Chan."
Lima menit lamanya Naya berganti baju. Gadis itu kembali dengan kaus putih yang ia masukkan ke dalam celana, tubuhnya juga dibalut dengan kardigan panjang warna krem. Feminime, anggun dan sederhana.
"Ayo," ucap Naya. Ia cemberut. Gadis itu masih tidak terima karena Mark menyuruhnya untuk berganti pakaian.
"Naya," panggil Jevin. Cowok itu tersenyum lebar. "Katanya, make up paling baik untuk wanita adalah senyuman. Senyum, dong."
Pipi Naya merona. Jevin secara terang-terangan menggoda Naya di depan kakaknya. Mendengar ucapan Jevin, Naya mau tak mau tersenyum.
Mark melayangkan tatapan tajam pada Jevin. Tangannya merangkul bahu Naya, menarik gadis itu untuk segera pergi. Naya menoleh ke belakang, gadis itu melambaikan tangannya sekilas sebelum dipaksa Mark berjalan.
"Cantik banget," seloroh Jevin terang-terangan.
Hechan mengangguk setuju. "Tapi gue masih inget diri. Tiap lihat wajah Naya, malah kebayang wajah Mark kalau lagi marah."
Rendra hanya mendengarkan perdebatan Hechan dan Jevin. Dalam hati, cowok itu menyetujui. Saat melihat penampilan Naya yang pertama tadi, jujur saja, Rendra sampai lupa napas, terlalu terpukau dengan kecantikan Naya.
Di sisi ruangan, Jeno hanya diam sambil menutupi mulutnya dengan sebelah tangan. Senyumnya belum hilang. Ia senang melihat gadis yang ia sukai tampil anggun seperti tadi.
--
Naya melangkah dengan gontai memasuki rumah. Gadis itu melempar tas tentengnya ke atas sofa. Ia berlalu ke dapur, mengambil sebotol jus jeruk, dan kembali ke ruang tengah. Naya duduk di sofa seorang diri.
"Naya."
Merasa terpanggil, cewek itu membuka matanya yang terpejam. Ia melihat Jevin duduk di seberangnya. Cowok itu datang sambil membawa biskuit cokelat di tangannya.
"Halo, Kak," sapa Naya malas-malasan.
"Kok sudah pulang? Abang mana?" tanya Jevin menanyakan keberadaan Mark.
"Masih main sama ceweknya," jawab Naya.
"Lho? Kok lo nggak ikut? Tadi pulangnya gimana?"
"Tadi Kak Mark anter aku pulang dulu. Terus dia langsung lanjut main. Aku sendiri yang minta pulang. Males, cuma jadi obat nyamuk disana," keluh Naya.
Jevin hanya mengamati Naya dari samping. Gadis itu kini kembali memejamkan matanya, kepalanya bersandar di sofa. Lengan kardigan Naya sudah tergulung hingga siku. Kakinya terlipat, duduk bersila di atas sofa. Naya si gadis tomboy sudah kembali hadir.
"Cari cowok aja kalau gitu," usul Jevin. "Biar impas."
"Cari cowok nggak semudah cari kacang, Kak," balas Naya. Ia menoleh ke arah Jevin. "Lagian Kakak nggak ngizinin aku punya pacar sampai umur 20 tahun."
"Bisa gitu ya? Padahal Abang dari SMA sudah punya pacar."
Naya mengangkat kedua bahunya. "Aku sendiri juga memang belum mau punya pacar. Dengar pengalaman orang lain aja, aku udah capek. Ribet."
Jevin tersenyum. Tangannya bergerak merapikan rambut Naya yang menutupi wajah. Tingkah Jevin membuat Naya mematung.
"Itu sih cuma sisi buruknya aja. Banyak senengnya, kok," ucap Jevin sambil terkekeh.
Naya menelengkan kepala. "Senengnya apa? Aku belum pernah pacaran sama sekali."
"Susah kalau dijelasin," jawab Jevin. "Coba aja sendiri."
Naya tampak berpikir. Jevin hanya tersenyum melihat raut wajah serius Naya dari samping. Gadis berambut panjang itu tampak lucu jika sedang berpikir keras.
"Aku nggak mau jadi anak nakal," ucap Naya memutuskan. Ia mengatupkan kedua belah telapak tangan di depan dada. Ia menoleh dengan yakin pada Jevin di sampingnya. "Kakak udah bilang nggak boleh, jadi aku harus nurut. Lagian pacaran kan harus suka sama suka."
"Oh ya?" Jevin mengangkat kedua alisnya. "Pernikahan aja ada yang nggak gitu kok. Mereka baru saling suka setelah tinggal bersama."
Naya kembali berpikir. Ia mengetuk-etukkan jari telunjuknya di dagu. "Iya juga, ya."
"Lagipula," Jevin membenahi posisi duduknya. Tubuhnya kini jadi benar-benar menghadap Naya. "Abang kan ngelarangnya lo nggak boleh pacaran. Kalau pacaran pura-pura, gimana? Atau baru pendekatan doang?"
Naya mengamati Jevin lamat-lamat. Ia menjentikkan jarinya. "Bener juga, Kak."
Rendra memukul kepala bagian belakang Jevin. Cowok itu baru keluar dari kamar dan malah mendengar hasutan jahat Jevin pada Naya. Jelas saja Rendra tidak terima.
"Ngasih tahu tuh yang bener," ucap Rendra mengingatkan. Ia melihat ke arah Naya. "Jangan dengerin omongan Jevin. Sesat dia."
Naya menggeleng. Gadis itu tersenyum lebar. Bukan senyum manis, tapi senyum jahat. Kalau ini di dalam kartun, di atas kepala Naya pasti sudah ada tanduk setannya.
"Kak Jevin bener," ucap Naya sambil melirik ke arah Jevin. "Kalau pendekatan doang kan nggak masalah."
"Apa nih? Apa nih?" tanya Hechan yang baru datang. Cowok itu sepertinya baru kembali dari luar. Dengan helm masih terpasang di kepala, cowok itu menyuruh Naya untuk bergeser hingga dirinya bisa duduk di sofa.
"Ih, sempit, Kak," protes Naya. Gadis itu kini jadi duduk diapit oleh Jevin dan Hechan.
"Ada yang lagi pedekate? Siapa?" tanya Hechan antusias. Tangannya bergerak mencopot helm.
Naya berdeham kecil. Ia menyampirkan rambutnya di belakang telinga dengan gaya anggun. Ia menelengkan kepala, mengedip-edipkan mata, dan tersenyum manis pada Hechan.
"Aku," jawab Naya manis. "Rencananya."
"Siapa yang mau sama lo?" tanya Hechan meledek. Di balik punggung Naya, Rendra dan Jevin melotot ke arah Hechan. Hal itu membuat Hechan terpaku sesaat dan buru-buru meralat ucapannya. "Eh, banyak deng. Naya kan neng geulis, pinter lagi."
Naya mencebikkan bibir. Ia kembali bersandar pada sandaran sofa. Naya sudah kebal dengan pujian Hechan, apalagi jenis pujian menjilat kayak tadi.
"Ada kok. Satu. Kakak tingkat di kampus," jawab Naya enteng. "Karena ada Kakak aja, aku jadi nggak bebas mau balas pesannya."
"Siapa?!" tanya Hechan, Jevin, dan Rendra bersamaan.
Naya memandangi ketiga cowok itu satu per satu dengan dahi berkerut. Serem, berasa ngajak berantem. Naya diam-diam mengambil tasnya dan kabur ke lantai dua.
"Ada deh!" teriaknya sambil tertawa.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top