13. Banana Smoothies

Naya melangkahkan kakinya menuruni tangga. Earphone wireless terpasang di salah satu telinga. Gadis itu sedang mendengarkan musik sambil bergumam pelan. Langkahnya berhenti ketika Naya melihat Jevin sedang sibuk di dapur. Gadis itu buru-buru balik badan, mengurungkan niat untuk pergi kesana.

"Naya," panggil Jevin.

"Duh," keluh Naya lirih. Ketahuan deh, kalau mau kabur.

Gadis itu kembali menghadap ke arah Jevin. Ia mengangguk sebagai respon dari panggilan cowok itu tadi. Karena sudah kepalang basah, Naya akhirnya jalan kembali ke dapur, berniat untuk membuat smoothie untuk sarapan besok pagi.

Mendengar nama Naya disebut, Rendra mendongak. Ia melihat gadis itu berada di ujung bawah tangga. Posisinya saat ini Rendra sedang belajar di meja makan, dengan laptop dan kertas-kertas terserak di depannya. Ia menghadap ke arah dapur, jadi bisa langsung melihat siapa saja yang naik-turun tangga.

Penampilan Naya malam itu biasa saja sebenarnya, terlihat santai karena sedang berada di rumah. Rambut dicepol asal-asalan, kacamata bundar frame tipis model kekinian bertengger manis menghiasi wajah, oversized hoodie merah menenggelamkan tubuh mungilnya, celana pendek pasangan piyama yang ia kenakan, dan sandal rumah berhiaskan wajah Spongebob. Namun melihat hal itu, Rendra justru berpaling dengan cepat. Naya terlihat sangat imut.

"Eh, Kak Rendra," sapa Naya yang baru menyadari kehadiran orang selain dirinya dan Jevin.

Karena disapa, Rendra mendongak. Ia membalas senyuman singkat Naya dengan senyuman yang sama. Cewek itu memang irit senyum.

"Jangan diganggu, Rendra lagi belajar biar bisa jadi asdos semester ini," ucap Jevin. Cowok itu bicara sambil mengaduk isi pancinya.

Mulut Naya membulat tanpa suara. Pandangannya bertemu dengan milik Rendra. Namun cowok itu kembali menunduk, melihat entah apa itu yang terpampang di layar laptopnya. Karena tidak ingin mengganggu, Naya mengabaikannya dan berjalan ke arah kulkas.

"Mau buat apa?" tanya Jevin.

"Smoothie," jawab Naya singkat. Gadis itu meletakkan pisang yang telah ia bekukan di freezer, beberapa buah strawberry, oats, madu, dan susu.

"Malam-malam lapar ya?" goda Jevin.

Naya menggeleng. "Ini untuk sarapan besok pagi. Aku ada kelas jam tujuh. Takutnya nggak keburu kalau bikinnya besok."

"Bawa sarapan sendiri?" Naya mengangguk sebagai jawaban pertanyaan Jevin. "Makan siangnya?"

"Aku tadi udah kukus brokoli sama wortel. Masih ada ayam rebus juga. Besok tinggal masak nasi. Aku selalu bawa bekal makan sendiri kok."

"Wiihh," seru Jevin. "Nggak repot memang?" Naya menggeleng.

Gadis itu memasukkan satu per satu bahan ke dalam blender. Jevin yang sedang menunggu mie instannya matang, mengamati dari samping. Diam-diam Rendra juga melihat. Tangan Naya sudah ada di atas tombol, siap menekannya, namun gadis itu berbalik badan.

"Kak Rendra," panggil Naya. "Aku berisik sebentar, nggak papa ya?"

Cesss. Adem bener. Naya perhatian sampai nggak mau ganggu belajar Rendra segitunya. Padahal biasanya dia cuek sama yang lain.

"Eh iya, nggak papa," jawab Rendra salah tingkah.

Merasa sudah mendapat izin, Naya menyalakan blender. Satu menit lamanya gadis itu menghaluskan bahan-bahan smoothie. Setelah selesai, Naya mematikan blender dan mencabut kabel dari aliran listrik. Gadis itu baru sadar kalau daritadi Jevin dan Rendra memperhatikannya.

"Kenapa? Mau?"

Rendra pura-pura belajar lagi. Jevin kembali fokus dengan isi pancinya. Naya geleng-geleng kepala. Gadis itu membuka kabinet di atas, bermaksud mengambil botol kaca yang ia simpan disana.

Naya berjinjit. Ia menjulurkan tangannya sejauh mungkin. Dalam hati dia merutuki nasib memiliki badan pendek.

Dari belakang sebuah tangan muncul. Tangan Jevin. Dengan mudah cowok itu mengambilkan barang yang diincar Naya tanpa perlu diminta.

"Mau yang tutupnya kuning?" tanya Jevin sambil menyodorkan tumbler kaca di tangannya. "Atau yang pink?"

Naya terpaku. Posisinya saat ini benar-benar terkunci dalam kungkungan tubuh Jevin. Naya bahkan dapat mencium aroma sabun mandi Jevin. Cowok itu sepertinya tidak sadar kalau perbuatannya membuat Naya menahan napas.

"Dua-duanya."

"Nih," ucap Jevin sambil menyodorkan botol lainnya. Cowok itu kemudian menjauh, menghampiri panci yang tadi ia tinggalkan.

Naya menelan ludah susah payah. Gadis itu bahkan sampai lupa berterima kasih saking gugupnya. Naya menarik napas panjang dulu sebelum lanjut menuangkan smoothie hasil karyanya ke dalam dua botol kaca yang tadi diambilkan Jevin untuknya. Gadis itu memasukkannya ke dalam kulkas. Agar besok pagi tetap dingin dan bisa langsung dibawa. Ia mencuci peralatan yang tadi digunakannya dan meletakkannya di rak pengering.

"Naya, coba deh," panggil Jevin. Cowok itu menyodorkan sendok yang berisi kuah mie instan dengan tangan kanannya, tangan kiri Jevin berada di bawahnya, berjaga-jaga kalau menetes.

"Mie instan kan rasanya sama aja," tolak Naya.

Jevin menggeleng. Ia melangkah mendekati Naya. "Yang ini beda, pakai resep rahasia," ucapnya meyakinkan. "Coba dulu. Baru komentar."

Naya mengalah. Tangannya berusaha meraih sendok yang disodorkan Jevin. Namun cowok itu justru menarik sendoknya lagi sambil menggeleng. Jevin meniup kuah mie beberapa kali untuk menghilangkan uap panas yang tadi masih mengepul. Cowok itu kembali memajukan tangannya, gesture seperti ingin menyuapi.

"Aaa," perintah Jevin.

Wajah Naya memerah. Ia cepat-cepat mencicipinya dan mendorong tangan Jevin menjauh. Gadis itu kemudian berbalik dan mengambil gelas berisi air minum miliknya.

"Gimana enak nggak?" tanya Jevin. Naya hanya mengangguk karena masih ada air di dalam mulutnya. "Kok muka lo merah? Pedes banget ya? Aduh, sorry, gue nggak kasih tahu sebelumnya kalau ini pedes."

"Enak kok, enak," jawab Naya menenangkan Jevin. Gadis itu takut kalau menjawab hal yang sebaliknya, dirinya kembali disuruh mencicip dengan cara yang sama seperti tadi.

"Bener?" tanya Jevin sangsi.

"Iya, ih," jawab Naya kesal. "Kalau nggak percaya, coba aja Kak Jevin sendiri yang cicip. Aku mau ke kamar lagi."

Jevin tersenyum lebar. Tangannya bergerak mengusap puncak kepala Naya. Menepuk-nepuknya seperti tadi sore.

"Ya sudah, sana tidur. Jangan lupa cuci kaki dan gosok gigi."

Tanpa disuruh pun Naya sudah mau pergi. Gadis itu membenahi letak kacamatanya dan buru-buru menyambar sebotol air mineral dingin dari dalam kulkas. Naya bergegas melangkah ke tangga tanpa pamit.

"Naya," panggil Rendra.

Langkah kaki gadis itu terhenti. Naya berbalik badan dengan gerakan slow motion. Ia lupa kalau sedari tadi ada Rendra juga disana. Itu berarti, Rendra memperhatikan semua tingkah Jevin pada Naya.

"Iy... iya, Kak?"

"Besok berangkat bareng aja ke kampus. Gue juga masuk jam tujuh," ucap Rendra tanpa mengangkat wajahnya dari kertas yang ia baca. "Biar hemat ongkos gojek."

Naya mengangguk. Ia melirik Jevin yang melihat bergantian ke arahnya dan Rendra. Gadis itu kembali mengarahkan pandangannya pada Rendra yang belum berubah posisi.

"Okay, Kak."

--

Naya memasukkan kotak bekal yang sudah ia siapkan ke dalam tas tenteng. Gadis itu mengambil dua buah tumbler berisi smoothies yang telah ia buat semalam. Naya meletakkannya dengan hati-hati ke dalam tas yang sama dengan kotak bekal. Agar ringkas, tas tenteng itu kembali dimasukkan ke dalam ranselnya.

Dari ruang tengah sudah terdengar suara TV menyala. Hechan tiap bangun pukul lima pagi pasti sudah langsung menempati singgasananya. Cowok itu akan duduk di depan TV dengan ditemani siaran cartoon network.

Naya membawa tasnya yang sudah siap angkut ke sofa di ruang tengah. Gadis itu berkaca di cermin ruang tengah. Tangannya bergerak merapikan rambut dan memakai make up tipis di wajahnya. Sebagai sentuhan terakhir, Naya tersenyum dan menepuk kedua pipinya sendiri dengan bangga.

Hechan hanya melihat pemandangan itu sambil menahan tawa. Dia punya adik perempuan juga di rumah, tapi belum suka berdandan. Melihat kelakuan Naya sekarang, cowok itu rasanya jadi gatal ingin menggodanya.

"Kayak baru puber aja sih, Neng."

Naya menoleh. Ia mencebikkan bibirnya. Gadis itu kembali berkaca.

"Memang baru puber. Kan sudah jadi mahasiswi, pakai make up sedikit nggak papa lah."

"Asal jangan menor kayak ibu tetangga sebelah aja," ucap Hechan lagi. Naya hanya memutar bola matanya sebagai tanggapan.

Pintu kamar Rendra terbuka. Cowok itu juga sudah rapi dengan kemeja dan celana kain sesuai aturan fakultas. Mata Naya dan Rendra langsung bertemu.

"Yuk, berangkat," ajak Rendra tanpa banyak bicara.

"Lho, berangkat sama Rendra? Nggak diantar Mark?" tanya Hechan heran.

"Iy...," ucapan Naya terpotong.

"Iya, biar sekalian searah. Gue cabut duluan, Chan. Ayo Naya," justru Rendra yang menjawab. Naya buru-buru mengikuti langkah Rendra. Gadis itu hanya melambaikan tangannya sekilas pada Hechan.

Jalanan Jogja pukul 06.30 di pagi hari tidak terlalu ramai. Rendra jadi bisa membawa sepeda motornya dengan leluasa. Ia paling banyak bertemu dengan anak-anak yang berangkat sekolah.

"Kak Rendra kuliah dimana?" tanya Naya. Selama dimotor hingga kini keduanya berjalan bersisian dari kantung parkir menuju kampus, Rendra sama sekali belum buka suara lagi.

"Di RK 2," jawab Rendra menyebut ruang kuliah yang ia tuju. "Lu dimana?"

"Di audit," jawab Naya singkat.

Rendra dan Naya kembali berjalan tanpa obrolan sedikit pun. Keduanya menuju arah yang sama. Ketika sudah sampai gedung, Naya menghentikan langkahnya. Ia pun memanggil nama Rendra yang sudah menginjakkan kakinya di anak tangga pertama menuju lantai dua.

"Ini, Kak," ucap Naya sambil menyodorkan sebotol smoothie dalam tumbler bertutup kuning. "Makasih ya, jadi irit ongkos gojek."

Naya melangkah terlebih dahulu tanpa menunggu balasan Rendra. Cowok itu mematung. Ia memandangi botol kaca di tangannya.







Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top