Part 51
Baru kali ini pula Gia melihat Dean dan Jae terlibat perang dingin. Gia merasa harus melakukan sesuatu.
"Kalian ini sebenarnya ada apa sih?" selidik Gia.
"Nggak apa-apa. Biasa urusan cowok." Jae memasang senyum terpaksa di wajahnya.
Derak kipas karatan yang berputar-putar di atas kepala Gia ikut mengisi keheningan. Kantin semakin lengang. Satu per satu pedagang sudah mulai meninggalkan tempatnya mencari rezeki. Anak rambut Gia berkibar tertiup angin. Sinar matahari memantul dari sisi dinding yang terbuka, menawarkan keindahannya pada penutup hari.
"Amplop apa sih?" tanya Jae mengalihkan pembicaraan.
"Surat pemberitahuan dari bagian keuangan yang tadi kuceritakan." Gia tidak mau terlihat memaksa dengan mengikuti alur pembicaraan Jae. Sudut mata Gia menangkap reaksi terkejut di wajah Dean saat menatapnya sekilas.
Jae bergerak kembali mendek pada Gia saat gadis berkulit coklat itu sedang sibuk memasukkan amplop ke dalam tasnya. "Kenapa kamu masih di sini? Sudah selesai kan urusannya sama Gia?" hardiknya saat melihat Dean tak juga segera meninggalkan mereka berdua.
"Kenapa jadi kamu yang ngatur?" Suara Dean meninggi saat Jae menyampaikan ketidak sukaannya secara verbal.
"Aku berhak melindungi Gia dari cowok resek seperti kamu!"
Sebuah pukulan mendarat di pipi Jae, menyisakan bercak merah di sudut bibirnya. "Jangan pernah menghinaku kalau ternyata kamu juga lebih brengsek dari aku."
Tangan kiri Dean meremas ujung kerah kemeja Jae dengan kuat hingga membuat tubuhnya sedikit terangkat. Meski badan Dean lebih kurus ternyata mengangkat Jae sama sekali tidak membuatnya kesulitan. Jae yang kalah cekatan hanya bisa memegangi lengan Dean. "Jangan pernah merasa jadi jagoan di depanku!" ancam Dean.
"Sudah! Sudah!" lerai Gia saat melihat Dean belum juga melepaskan Jae. "Dean! Kamu ini kenapa sih?"
"Coba tanya sama dia!" telunjuk Dean tepat di depan mata Jae.
Sementara Jae tetap memegang lengan Dean berusaha melepaskan diri. "Nggak seharusnya kamu ikut campu urusanku!"
Gia semakin panik, "Stop! Stop!" Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri berusaha menemukan seseorang untuk bisa membantunya, tapi sia-sia. Sekolah sudah sepi. Siswa yang sedang mengikuti ekskul di gedung lain sudah tak terdengar suaranya. Gia mendorong tubuh Dean untuk membuatnya menjauh dari Jae. Namun ternyata gagal, badan Dean jauh lebih kuat darinya.
"Lepaskan Dean!" Gia kembali mengeluarkan seluruh tenaga untuk mendorong Dean hingga mundur beberapa langkah. Lelaki itu terhuyung membuat meja dan kursi di sekitarnya berantakan. Meja dan kursi yang beradu dengan keramik mengeluarkan deritan yang memekakkan di telinga.
"Buka matamu Gia! Dia itu tidak sebaik yang kamu kira!" Terlunjuk Dean kembali tepat berada di depan wajah Jae yang lebam.
"Itu bukan urusanmu!" teriak Gia.
"Mulai sekarang sudah jadi urusanku juga!" teriak Dean tak mau kalah.
Kedua alis Gia bertaut. Matanya menatap dua lelaki di depannya bergantian. "Apa yang kalian sembunyikan dari aku?"
"Kamu tanya saja sama dia! Coba apa dia punya nyali untuk jujur." Tuduh Dean sinis.
"Nggak usah dengerin ucapan Dean. Bisa saja dia bohong?" Suara Jae lirih tapi Dean masih bisa mendengarnya.
"Sekarang aku tahu, ternyata kamu nggak cuma brengsek tapi juga licik." Gia dan Jae menoleh ke arah suara, di mana Dean masih berdiri menatap ke arah mereka.
Jae segera menarik tangan Gia saat kaki gadis itu bergerak mendekati Dean. "Sebenarnya mau kamu apa?" Gia kembali berteriak.
Dean hanya tersenyum melihat Gia meronta, berusaha melepaskan genggaman tangan Jae. Dean membalikkan badan, bergerak semakin menjauh saat Gia kembali berteriak.
"Jangan-jangan kamu juga sudah lancang membuka amplop ini." tuduh Gia penuh amarah.
Dean kembali menoleh sebelum melanjutkan langkah. Langkahnya terhenti saat tubuhnya menghadap Gia. "Suatu saat kamu akan menyesal Gia."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top