Part 48

Dean berusaha menemukan ide apa yang sedang dipikirkan mamanya. Tidak mudah, karena Berta termasuk orang yang sulit ditebak. Ide bagus selalu muncul dari kepalanya yang tak pernah terlintas dalam benak orang lain. Kecerdasan Berta ini punya andil besar yang membuat perusahaan suaminya semakin berkembang.

"Dia baru saja mengundurkan diri, Ma. Dia juga menyerah ngajarin Dean, tapi..." Dean tidak melanjutkan kalimatnya. Matanya bergerak menatap Berta dan Haris secara bergantian. "Cara yang dilakukan Gia ini sangat membantu Dean."

Berta yakin hanya membutuhkan sedikit waktu lagi untuk membuat Dean menjadi lebih baik. Kesungguhan Dean bisa ditangkap mamanya. Sejak kecil Dean paling tidak bisa membohongi mamanya. Apapun kesalahan yang pernah dilakukan, Dean tak pernah menyembunyikan dari mamanya.

"Ris, aku mau Gia ini tetap menjadi guru privat Dean. Gia harus tetap mengajar Dean, aku tidak mau diganti orang lain. Please!" Berta memohon pada Haris. "Sekali ini saja," Berta menangkupkan kedua tangannya di depan dada.

Haris kembali menghembuskan napas dalam. Dia selalu kesulitan menolak permohonan Berta. "Satu hal yang harus kalian tahu, Gia saat ini sedang mengalami kesulitan membayar biaya sekolah. Dia juga harus mempersiapkan diri untuk mengikuti olimpiade matematika tingkat nasional." Haris menghentikan ucapannya seraya membasahi tenggorokannya dengan ludah. "Kalo sampai Dean gagal lagi. Bukan hanya nasib Dean yang menjadi taruhan. Tapi nasib Gia dan nama sekolah ini juga."

"Iya Pak, saya paham." Tatapan Berta membuat Dean yakin akan keputusan yang diambil mamanya. Selama ini ikatan batin antara orang tua dan anak ini sangat kuat. Mereka bisa melewati banyak kesulitan dengan saling menguatkan satu sama lain.

"Kamu yakin Dean?" Haris tidak bisa menolak setelah melihat keseriusan Dean.

"Iya Pak," jawab Dean disertai anggukan mantap.

"Saya yang akan melunasi semua biaya sekolah Gia, Ris." Sahut Berta.

"Baiklah, besok saya akan bicara sama Gia." Tangan kanan mencubit bagian tengah antara kedua alisnya sambil memejamkan mata. "Tapi saya nggak berani menjanjikan apapun. Karena saya mendapatkan informasi kalo Dean ini selalu mencari masalah dengan Gia." Haris menatap Dean serius, "Jadi Dean tidak hanya berusaha keras untuk memperbaiki nilainya. Dia juga harus memperbaiki attitude-nya agar Gia mau tetap mengajarnya," tegas Haris.

Haris berhasil membuat Dean tidak berkutik di depan Berta. Ingatan tentang pertengkarannya selama ini dengan Gia kembali melintas. Dean hanya bisa menunduk, mulai menghitung keramik yang ditata rapi dibawahnya. Wajah Berta yang tadi bersinar berubah menjadi merah. Dean hampir terbunuh oleh tatapan mamanya.

"Oke, untuk masalah ini saya sendiri yang akan memantau Dean langsung." Tegas Berta sambil terus menatap anak kesayangannya.

Garis melengkung ke atas terbentuk dibibir Haris. "Ada pengorbanan yang layak untuk sebuah hasil besar, Dean." Telapak tangan Haris menepuk pundak anak didiknya. "Saya kenal Mamamu sudah lama. Saya yakin kamu mewarisi semua kecerdasan dan sifat baik Mamamu. Jangan pernah sia-siakan itu, karena tidak semua siswa bisa seberuntung kamu."

Senyum merekah di bibir kedua ibu dan anak yang sudah hampir putus asa. Dean segera mengumpulkan kertas yang berserakan di dekat kakinya. Penyesalan yang mengisi hatinya mengecil. Dean menemukan harapan baru untuk masa depannya.

Sorot bahagia dan amarah memancar silih berganti dari mata Berta. Dia tahu, usahanya untuk mempertahankan Dean di sekolah ini tidak mudah. Bukan berarti tidak pernah ada jalan yang baik untuk anaknya. Sebenarnya bisa saja dia membeli nilai, berapa pun yang dia inginkan dari guru anaknya. Namun Berta dia tak mau mengotori pikiran anaknya dengan suap.

"Sebentar Ma, Dean mau mengembalikan amplop Gia dulu." Pinta Dean pada mamanya saat mengajak pulang. Langkah kakinya menuju kantin, apapun reaksi Gia akan diterima. Meski dia harus menahan ledakan emosi yang terus bergejolak di dalam dadanya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top