Part 29

Bagian tengah kedua alis Gia masih membentuk kerutan. Tatapannya tak lepas dari Dean yang kembali berdiri sambil menutup pena. Gia masih saja menatapnya tak percaya saat melihat cowok di depannya meletakkan pena dengan sopan. Sementara bibir Dean hanya membentuk lengkungan garis.

Gia memperhatikan tulisan yang agak berantakan di sebelah angka lima. Dia hampir saja menuruti hatinya yang memanas sebelum mendapati runutan rumus yang di tulis Dean. Rinciannya begitu detil, dengan lingkaran besar yang ditorehkan pada hasil akhirnya. Masih tak percaya, Gia coba menghitungnya ulang. Voila!

Mulut Gia membulat, matanya menatap bergantian ke arah Dean dan soal yang baru saja dikerjakannya. Tak percaya dengan yang baru saja dilihatnya, Gia mencubit lengannya. Rasa sakit di lengan membuat Gia mengaduh pelan. Dean hanya nyengir melihat perubahan wajah Gia sambil menyandarkan tubuhnya kembali pada salah satu sisi meja. Gia merasakan kedua pipinya berubah merah.

Dengan mulut masih terkunci, Gia memperhatikan deretan tulisan tangan Dean. Tak terpikirkan sebelumnya untuk menggunakan uraian seperti yang digunakan Dean. Ah, ini hanya kebetulan saja. Perutku sedang lapar jadi tidak bisa berpikir dengan baik. Gia berusaha menenangkan jantungnya yang terus berlompatan di dada. Berkali-kali dia menyangkal kekagumannya pada Dean.

"Gimana kamu bisa mengerjakan ini?" tanya Gia.

"Mudah saja, kamu hanya perlu berpikir berbeda saat tidak bisa mengerjakan sesuatu. It's work." Bukannya marah dengan sikap Dean yang sok pintar, justru Gia malah berbalik mengaguminya.

"Ah, ini pasti hanya kebetulan saja." sangkal Gia.

"Oh iya, hanya kebetulan." Dean nyengir, memperlihatkan gingsul di sebelah kiri atas deretan giginya. "Setelah aku pikir, tak ada salahnya menerima perintah Bu Yustin." Dean menelan ludah, menunggu reaksi Gia.

Gia mencondongkan badannya, berharap tidak salah dengar. "Nggak salah?" Kepalanya menggeleng cepat. "Nggak ah, aku nggak mau."

"Ya terserah, kalau nggak mau. Kemarin Bu Yustin sudah bilang, kita bisa nyoba satu minggu dulu." Dean menegakkan badannya, hendak meninggalkan Gia. "Tapi ya terserah aja, nanti tinggal bilang ke Bu Yustin."

"Nggak betah aku lama-lama deketan sama kamu," protes Gia.

"Siapa juga sih yang betah deketan sama kamu?" Dean tak kalah sengitnya. "Ngomong-ngomong nggak ada terimakasihnya nih, sudah dibantuin ngerjain soal?" sindir Dean.

"Ish!" Gia mengerutkan dahinya. Kunang-kunang kembali berputar dikepala. Kali ini tidak membentuk pola, kunang-kunang itu justru membuat kepalanya sakit. Dia akan mendapatkan masalah baru kalau sampai guru Matematikanya tahu masalah ini, "Oke, aku setuju." Dia khawatir, sepertinya Dean tidak sedang bercanda.

Dean menghentikan langkah tepat sebelum melangkahkan kaki keluar dari pintu. Cowok kitu membalikkan badan, "Serius?" Dean kembali mendekati Gia. Dia menelan ludah sebelum melanjutkan ucapannya, "Tapi jangan lupa syarat yang aku ajukan kemarin."

"Iya!" Gia memutar matanya malas.

"Aku tak mau jadi ejekan satu sekolah kalau terlihat jalan bareng kamu kayak kejadian di kantin kemarin." Mata Dean berselancar dari ujung kepala Gia hingga ke ujung kaki.

"Bisa nggak sih, nggak ngliatin kayak gitu. Aku cuma nggak modis, bukan alien." Gia mengembungkan pipinya.

Jemari tangan Gia menyatu, membentuk tinju. Geliginya beradu, membuat tulang rahangnya mengeras. Hatinya kembali panas melihat Dean mengangkat salah satu sudut bibirnya. Mata coklat itu mengilat membakar rongga dadanya.

Gia sudah mengangkat tangannya ketika Dean melanjutkan ucapannya, "Itu kalo kamu mau memperbaiki nilai lukis. Kalo enggak juga nggak apa-apa, masih banyak cara lain untuk memperbaiki nilaiku. Aku hanya menawarkan saja."

"Aku nggak yakin bisa bertahan seminggu kalo sikap kamu masih songong," tatapan Gia tak kalah sengitnya.

Dean berjalan kembali mendekati Gia yang masih terpaku di mejanya. Gia semakin mengeratkan tangannya yang membentuk tinju dengan sempurna. Tidak hanya wajahnya, matanya pun sudah terasa panas. Gia menahan kristal bening yang hampir meluncur di atas kedua pipinya yang halus. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top