Part 21

Suasana memanas, tulang rahang Dean semakin mengeras. Tatapan teduh Dean yang dilihatnya tadi berubah penuh amarah. "Ternyata nggak ada gunanya ngomong baik-baik sama kamu."

Telapak tangan Gia sudah gatal, ingin meremas mulut Dean. "Kamu ke sini cuma mau membela Kashi?" Tuduh Gia. "Atau kamu sengaja mau menambah masalah lagi denganku?"

"Nggak," jawab Dean singkat membuat kedua bola mata Gia ingin keluar.

Gia kembali menggeser tubuh rampingnya, merangsek ke depan lebih dekat dengan Dean. Kini mereka sudah sejajar, indra penciumannya sudah tak menemukan aroma wood yang sering ditangkap hidungnya saat berdekatan dengan Dean. Tatapan mata Dean berubah teduh, tak ada lagi sorot mata yang sering memancing kekesalan Gia.

Gia tak mengerti dengan apa yang sedang dilihatnya. Desiran aneh kembali menyusup dalam rongga dada saat kedua matanya bertemu dengan mata Dean. Lehernya melakukan gerakan konstan untuk membasahi tenggorokannya yang kering. Semakin lekat menatap mata coklat itu, desiran aneh semakin kuat memenuhi dadanya.

Aneh, gejolak dalam perutnya perlahan menghilang. Tapi Gia segera menepis pikirannya. "Lalu kenapa masih ada di sini?" usir Gia.

"Harusnya kali ini giliranku menyiram sepatumu dengan jus," ucap Dean dingin. "Susah ternyata ngomong baik-baik sama kamu," lanjutnya.

Satu sudut bibir Dean terangkat, membuat mata Gia membelalak. Ternyata yang ada dipikirannya tadi hanyalah ilusi. Nama Dean masih berada di urutan pertama orang paling menyebalkan di dunia. Tatapan Dean jauh ke dalam mata Gia, sebelum membalikkan badan.

Argh! Gia meninju udara setelah melihat punggung Dean yang terus menjauh. Isi perutnya benar-benar berontak kali ini. Mie ayam yang tadi dilahapnya terus bergerak naik melewati ulu hati, melewati tenggorokan kemudian melepaskan diri mencium udara.

Perut Gia yang kembali kosong membuat tubuhnya menjadi limbung. Sebisa mungkin dia menahan isi perutnya agar tidak tumpah, tapi selalu gagal. Terkuras habis sampai tak tersisa. Sudut matanya menangkap bayangan Dean yang sempat membalikkan badan. Dean sempat kembali menghampiri Gia untuk memastikan apa yang terjadi.

"Udah deh, kamu nggak usah balik lagi ke sini!" Kali ini Dean terkejut mendengar Disa yang membentaknya. "Puas kamu sekarang, melihat Gia kayak gini?" Tubuh Dia ikut sempoyongan menahan berat badan sahabatnya.

"Loh?" Kedua telapak tangan Dean membuka di udara, sambil mengangkat bahunya.

"Pergi!" bentaknya lagi. Disa menoleh setelah merasakan tangan Gia memegang lengannya.

"Salahku apa sih?" protes Dean.

Dean kehilangan rasa jijik saat melihat Gia mengeluarkan makan siangnya. Dia juga menemukan mata bulat Gia yang semakin besar. Wajah pucat di depannya memunculkan iba di hatinya. Kecewa menyusup di hati Dean saat uluran tangannya untuk membantu dihempaskan Gia.

"Kamu masih nggak nyadar juga?" Suara Disa semakin meninggi.

Gia berusaha mengembalikan keseimbangan tubuhnya. Terlihat lemah di depan Dean hanya akan membuat cowok itu merasa menang. Ada sesuatu dari dalam perut yang menyumbat hidungnya. Pipinya terasa panas membuat kelopak matanya jadi basah.

Sinar yang terpancar di kedua mata coklat itu menyisipkan desiran halus di hatinya. Kupu-kupu kembali berdesakan dalam perutnya. Rahang Dean yang kuat tertutup bulu halus memaksa Gia untuk mengakui poin cowok ini sebenarnya lebih dari tujuh. Gia segera menepis agar tak membenarkan apa yang sedang dilihatnya

"Aku baik-baik ke sini dan dia yang nyolot," ucapan Dean membuat Disa semakin meradang.

"Cepat pergi! Kami nggak butuh bantuanmu," tatapan Disa membunuh. Tangannya semakin kuat menggenggam lengan Gia.

Tak hanya Gia, Dean juga terkejut melihat Disa yang bisa semarah ini padanya. Meski sebenarnya dia juga tahu tangan Disa masih gemetar. Disa yang sebelumnya lebih banyak menghindar jadi ikut meradang. Meski jago ngomel, Disa tidak punya cukup keberanian kalau harus beradu mulut dengan Dean. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top