Part 18
Disa berjalan memutar, mendekati sahabatnya. Tangannya menarik dengan halus lengan Gia, berusaha membawanya segera keluar dari kantin.
"Kamu pikir sudah paling cakep disini?" Gia mengedikkan kepala.
"Memang kenyataannya begitu." Wajahnya semakin geram saat melihat Kashi semakin pongah.
"Kalo begitu, kenapa sampai sekarang kamu tetap nggak bisa menjadi pacar Dean?"
Mata Kashi membulat, tak menyangka akan mendapatkan perlawanan. Bibir tipisnya mengatup diikuti geligi yang beradu hingga membuat tulang rahangnya mengeras. Wajahnya memerah seketika, menyadari banyak pasang mata yang melihatnya. Bahkan Dean pun sedang berada tidak jauh dari situ. Gia berada di atas angin, melihat Kashi tak menemukan satu kata pun untuk membela diri. Cukup untuk membayar tatapan sinis yang sering dilemparnya ketika datang ke kelas untuk mencari Dean.
Tangan Kashi bergerak mengangkat gelas jus yang sedang dipegangnya. Tapi sebelum berhasil membasahinya, Gia sudah mencengkeram lengannya lebih dulu. Gadis berambut panjang itu mencoba berontak, namun genggaman Gia lebih kuat membuat lengan putihnya berubah merah. Gia kembali menangkis sebelah tangan Kashi yang mulai terangkat dengan gerakan menjambak. Sedangkan tangan kanannya memutar genggaman gelas jus ke bawah hingga cairan kuning itu jatuh membasahi sepatu Kashi.
Meski tatapannya saat marah bisa menyurutkan nyali siapa saja yang melihatnya, hatinya tak pernah benar-benar ingin menyakiti. Dia hanya melakukan sesuatu untuk membela diri. Sikap inilah yang tak dimiliki Kashi, meski secara fisik dia sangat menarik, banyak yang lebih memilih tidak mempunyai urusan dengannya.
"Dengar! Aku tidak hanya menyiramkan jus ini ke sepatumu saja kalo kamu masih terus mencari masalah denganku." Wajah Kashi berubah seperti kapas. "Kamu boleh terus menganggapku nggak pernah pantas berada di sekolah ini, tapi ingat, aku juga tidak akan pernah tinggal diam jika setiap hari kamu injak." Gia membuat cengkeramannya semakin kuat hingga Kashi meringis.
Seisi kantin berkerumun, melihat keributan apa yang sedang terjadi membuat wajah Kashi semakin memerah. Baru kali ini Gia berani membalas ucapannya. Kebencian semakin kuat terpancar dari sorot matanya, tidak terima telah dipermalukan di depan umum. Setelah dilepaskan Gia, Kashi mengibaskan tangan kedua temannya yang berusaha menenangkannya. Tangan kiri masih memegang lengan kanannya yang masih merah.
Wajah Kashi berubah gusar, tengingat Yustin dua puluh menit yang lalu yang mengatakan Gia yang terpilih mewakili sekolah dalam olimpiade matematika. Dia tak mau hanya sebagai cadangan. Saat itulah hati Kashi hancur, dia akan mengecewakan orang tuanya karena tidak bisa menjadi yang nomor satu. Tatapannya terus mengikuti punggung Gia yang terus menjauh sambil menggamit tangan Disa.
Kashi merasakan darah di pipinya surut hingga berubah pucat saat mata sipitnya menemukan sosok Dean sedang bergerak mendekatinya. Dia yakin, Dean juga pasti menyaksikan pertengkarannya tadi. Kashi memasang wajah memelas saat Dean semakin dekat, kemudian merengek. Namun berujung kecewa karena tak mendapatkan reaksi apapun. Sikap dingin Dean membuat tubuhnya bergetar. Kulit wajahnya terasa mengelupas.
Harapannya untuk mendapatkan pembelaan dari Dean tak membuahkan apapun. Tapi sikap dingin Dean membuatnya semakin penasaran. Kashi selalu mendapatkan apa yang dia inginkan, jadi tak seharusnya Dean menolaknya. Dia akan melakukan apapun asalkan bisa mendapatkannya.
Hanya dalam hitungan detik, lengkungan di bibir Kashi kembali surut. Dean lewat begitu saja di depannya, sama sekali tak menoleh ke arah saat melintas. Gadis itu menghentakkan kaki beberapa kali ke lantai. Kedua mengapal, penuh kekesalan. Dia menatap punggung Dean selama beberapa menit sebelum mengambil tisu untuk mengeringkan sisa jus di sepatu yang bekasnya masih meninggalkan sisa lengket di sana.
Awas Gia, aku akan melakukan sesuatu untuk membalasmu! Bisiknya dalam hati.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top