SWEET REVENGE (5)
This work belongs to Nur Muslimah - Nurmoyz
Vote sebelum membaca.
🔥🔥🔥
Clarissa menggeliatkan tubuh dengan rasa ngilu di bagian intimnya. Jadi begini rasanya diperawani Dia melirik tempat di sampingnya, di mana Kevin masih terbaring dengan nyaman tanpa terusik.
Clarissa tersenyum sambil mengamati wajah tampan Kevin yang tertidur seperti bayi. Dia tersipu saat mengingat percintaan panas mereka semalam. Keduanya baru tertidur menjelang pagi karena Kevin terus menggaulinya semalaman, seolah staminanya tak pernah habis, dan dengan bodohnya Clarissa pun takluk akan sentuhan Kevin. Padahal dia tahu bahwa laki-laki ini sangat membencinya.
Clarissa menyunggingkan senyum kecut ketika mengingat bagaimana perlakuan Kevin sebelum ini. Apakah setelah mereka tidur bersama Kevin akan berubah baik padanya? Atau justru laki-laki ini akan bersikap seolah tak terjadi apa pun?
Clarissa mengembuskan napas berat, lalu mengubah posisinya menjadi duduk. Bagaimana pun juga dia tak pernah menyesali apa yang telah terjadi semalam, karena dia memang mencintai Kevin. Seandainya laki-laki ini tidak merasakan hal yang sama, Clarissa memutuskan akan melupakan semuanya, dan menganggap kejadian semalam adalah mimpi. Dia takut berharap lagi lalu akhirnya dikecewakan.
Tak berapa lama notifikasi pesan terdengar masuk di ponselnya. Tertera nama Agatha di layar.
Lo di mana? Kenapa susah banget dihubungi? Lo nggak lupa, kan, kalau hari ini ada intervew.
Clarissa berdecak kesal setelah membaca pesan itu. Dia bergegas bangkit lalu membereskan semua barang dan pergi mengendap-endap dari sana agar Kevin tak terbangun. Dengan langkah tertatih karena menahan ngilu, Clarissa keluar dari hotel.
"Kenapa gue bisa lupa hari ini ada intervew, bodoh banget." rutuk Clarissa sambil berjalan menuju halte busway.
Sepanjang perjalanan di dalam bus Transjakarta, Clarissa kembali memikirkan Kevin. Bagaimana semalam perlakuan laki-laki itu padanya. Liar, buas tapi pada saat yang sama begitu mencintainta. Hah, cinta? Apakah dia hanya berhalusinasi? Tebersit harap bahwa Kevin memang sudah berubah, tapi dia juga takut pada akhirnya akan mengalami penolakan. Terlalu asyik dengan lamunan, Clarissa sampai tak sadar bahwa dia sudah sampai di tempat tujuan.
Begitu sampai di kosan, Agatha ternyata sudah menunggunya di depan gerbang.
"Lo dari mana aja, sih? Kata tetangga kosan, lo nggak pulang semalaman?" Agatha menyelidik. Pasalnya sejak Clarissa pamit untuk mengambil barang-barangnya di klub, wanita berambut coklat karamel itu tak kunjung menghubungi. Padahal keduanya berjanji akan pergi makan malam bersama.
"Itu ... gue ... gue disuruh bantuin hendle tamu bantaran karena ada anak yang nggak berangkat," jawab Clarissa gugup. Dia berharap Agatha tak curiga bahwa semalam dirinya menghabiskan malam panas dengan Kevin.
"Bos sialan dasar, udah dipecat main nyuruh-nyuruh. Harusnya lo jangan mau dong," maki Agatha kesal. Clarissa hanya bisa meringis melihat tingkah sahabatnya. Seandainya sahabatnya itu tahu apa yang dilakukan Clarissa semalam.
"Ya udah deh buruan ganti baju, kita berangkat bareng aja," sambung Agatha akhirnya.
Clarissa tanpa sadar mengembuskan napas, karena dia tak harus meladeni interogasi Agatha lagi. Namun, ketika kakinya baru melangkah, wanita di belakangnya kembali bicara.
"Bentar," ujar Agata lalu memutari tubuh Clarissa yang berdiri memunggunginya.
"Leher lo kenapa merah gini?" Agatha memicingkan mata curiga, sambil menunjuk leher Clarissa yang memerah.
"Oh ... ini digigit nyamuk kayaknya," jawab Clarissa asal.
"Bukan nyamuk kepala item terus punya burung di selangkangannya, kan?" Agatha kembali menyelidik.
"A-apaan, sih ... udah ah, gue ganti baju dulu. Malah telat kalau lo interogasi gue mulu." Setelah mengatakan itu, Clarissa melesat pergi. Dia merutuki diri sendiri karena tak sadar bahwa Kevin telah meninggalkan tanda kepemilikan di lehernya.
***
"Bentar deh ...," Clarissa menggantung kalimat, dia menatap gedung di depannya sejenak.
"Ini bukanya gedung Sanjaya Grup? Lo kenapa ajak gue ke sini? Gue, kan, udah bilang kalau nggak mau lagi berurusan sama segala hal yang berkaitan dengan Om Kevin. Gue pergi aj-"
"Eh ... bentar, lo dengerin gue dulu," potong Agatha sambil menarik tangan Clarissa yang hendak pergi.
"Gue tahu lo nggak mau ketemu Om gue. Tapi lo nggak perlu khawatir karena Om Kevin jarang datang ke kantor. Lagi pula gue nyari posisi paling aman buat lo yang jarang ketemu langsung sama dia."
"Nggak ... nggak ... tetap aja risikonya kapan pun gue bisa ketemu dia," jawab Clarissa tegas lalu beranjak pergi. Namun, lagi-lagi Agatha menarik tangannya.
"Clarissa, lo jangan gini dong, cuman di perusahaan Om Kevin yang lagi ada lowongan. Lo pikirin nasib bokap lo deh. Kalau lo nggak kunjung dapat kerjaan, lo mau gimana? Lo mau selamanya kerja di tempat kayak gitu. Lalu biarin Om Kevin rendahin lo terus, gitu?"
Clarissa terdiam, dia memikirkan kembali ucapan Agatha yang memang ada benarnya. Setelah lama bergelut dengan pikiran sendiri wanita itu akhirnya mengangguk.
"Gitu dong ... itu baru Clarissa yang gue kenal. Nggak pantang menyerah dan nggak mudah di intimidasi."
Clarissa memutar mata bosan mendengar pujian Agatha. "Ya ... kecuali sama Om lo," ujarnya kemudian.
"He ... maaf deh maaf."
Setelah perdebatan yang cukup sulit, kedua gadis muda itu pun masuk. Begitu sampai di dalam, kedatangan Agatha langsung disambut beberapa karyawan. Semua orang tampak menghormatinya karena mungkin tahu bahwa Agata adalah keponakan si empunya perusahaan.
"Kak Naya!" seru Agatha sambil melambaikan tangan pada seorang wanita cantik dengan rambut lurus panjang.
"Hei... kamu datang," ujar wanita bernama Naya dengan ramah.
"Ini sahabat saya yang kemarin saya ceritakan sama Kakak. Dia mau mengisi tim marketing." Agatha memperkenalkan. Lalu keduanya saling berjabat tangan.
"Loh bukannya kata kamu dia mau ngisi tim kreatif desainer?" Naya mengingatkan perjanjian awal mereka.
"Eng ... nggak jadi mbak, di tim marketing aja."
"Ya sudah ... nanti biar saya bicarakan ini sama bos dulu. Kamu tahu sendiri, kan, dia susah banget cocok sama orang baru. Apa lagi belakangan ini dia lagi hobi uring-uringan. Kek orang kurang kawin."
Kalimat terakhir Naya membuat Clarissa tiba-tiba tersipu. Wajahnya merah padam karena kembali mengingat malam panasnya dengan Kevin.
"Dia nggak datang hari ini?" Agatha bertanya sekaligus memastikan. Dia tak mau Clarissa kabur lagi gara-gara omnya.
"Kayaknya nggak ... nanti kita coba ketemu sekretarisnya dulu. Biar dia yang urus soal temen kamu ini mau di taruh bagian apa."
"Bagus lah kalau gitu ... ya kan, Clarissa."
Teguran Agatha yang tiba-tiba membuat Clarissa sedikit bingung. Sepertinya wanita itu masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Tak ayal tingkahnya mengundang rasa heran Agatha.
"Kok muka lo merah, Clarissa, lo sakit?" sambung Agatha karena tak mendapat respon dari sahabatnya.
"Ah ... gue nggak pa-pa kok. Cuman sedikit pusing aja tadi," bohong Clarissa.
"Kalau gitu mending kamu duduk di lobi aja dulu sambil nunggu sekretaris pak Kevin datang. Paling bentar lagi," usul Naya.
"Ya udah ... saya titip temen saya ini ya, Kak, karena saya harus balik ke kantor dulu."
Mendengar ucapan Agatha, Clarissa menjadi cemas. "Tha, kalau lo ninggalin gue di sini sendirian gue mending balik aja deh. Gue nggak mau kayak orang ilang."
"Lo nggak usah lebay deh, lo denger sendiri tadi kalau om gue nggak bakal datang hari ini. Jadi lo santai aja. Ingat lo kudu kerja demi bokap lo. Jadi tahan bentar aja, ok. Gue balik dulu ke kantor ... bye!" Agatha benar-benar pergi setelahnya. Clarissa mau tak mau harus menunggu sampai sekretaris Kevin datang.
Sekitar setengah jam setelah menunggu dengan bosan, seorang laki-laki berperawakan kurus datang menghampiri Clarissa. "Mbak Clarissa, ya?" tanya laki-laki itu sopan.
Clarissa pun bangkit dari duduknya lalu mengangguk.
"Silakan ikut saya ke ruangan direktur."
Clarissa kembali mengangguk, lalu mengikuti laki-laki itu di belakang. Sepanjang jalan menuju lantai yang dituju, Clarissa mulai harap-harap cemas. Dia khawatir akan bertemu Kevin.
"Kenapa harus ke ruang direktur dulu, Pak? Bukanya saya cuman karyawan biasa?"
"Siapa bilang kamu karyawan biasa!"
Suara bariton itu membuat tubuh Clarissa tiba-tiba terpaku. Jantungnya memompa darah lebih cepat dari biasa. Tamatlah sudah riwayatnya, karena usahanya untuk menghindari laki-laki ini sudah sia-sia.
***
Penasaran dengan kelanjutannya? Baca semua karya kami yakni:
1. Pulau Terpencil (Aditya-Luna)
2. Daddy's Ecs (Darius-Anya)
3. Sweet Revenge (Kevin-Clarissa)
4. Meet Me at Pavilion (Abisena-Gendhis)
5. Passionate Age Gap (Rico-Almira)
6. Obsessed (Danu-Maya)
Hanya dengan Rp. 80.000 kamu bisa baca semua cerita ini.
Klik ini:
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top